Kisruh Utang Eskalasi Pemprov Riau Wacana Hak Angket Mengemuka

Yafiz Sebut Kemendagri dan Dewan Sudah Setuju

Yafiz Sebut Kemendagri  dan Dewan Sudah Setuju

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Pemprov Riau menanggapi dingin terkait sejumlah pernyataan dari DPRD Riau, terkait pembayaran utang eskalasi Pemprov Riau, yang dianggarkan dalam APBD Perubahan Riau tahun 2015.

Seperti dirilis sebelumnya, penganggaran dana itu mendapat sorotan karena dinilai menyalahi aturan, karena tidak ada persetujuan dari Badan Anggaran (Banggar) DPRD Riau. Saat ini, wacana hak angket terhadap Plt Gubernur Riau, mulai mengemuka di DPRD Riau.

Yafiz Namun menurut Plt Sekdaprov Riau, M Yafiz yang juga Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Riau, tidak ada yang salah dalam anggaran pembayaran utang eskalasi sebesar Rp220 miliar tersebut. Sebab, semuanya sudah dilakukan sesuai prosedur.

"Tak ada yang tidak kontitusional, semuanya berjalan sesuai prosedur dan ada landasan hukumnya, apa lagi yang mau diperdebatkan," ujarnya, Kamis (17/3).

Dijelaskan Yafiz, pada 7 Agustus 2015 lalu, Pemprov Riau mengirimkan surat ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Tujuannya konsultasi sekaligus minta saran mengenai adanya putusan sidang Badan Arbritase Nasional Indonesia (BANI) yang memerintahkan pembayaran utang eskalasi sebesar Rp220 miliar.

Dalam surat tersebut juga disampaikan bahwa sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) APBD Riau tahun 2015, tergolong sangat tinggi. Selanjutnya Kemendagri membalas surat tersebut pada November 2015. Jawabannya berupa perintah agar anggaran utang eskalasi dimasukan pada APBD Perubahan Tahun 2015.

"Masalahnya itu, surat Kemendagri itu datang setelah APBD-P 2015 disahkan DPRD Riau. Jadi anggaran eskalasi memang belum masuk ke APBD-P 2015. Karena memang disepakati Pemprov dan DPRD untuk tak dianggarkan," jelasnya.

Langkah selanjutnya, terjadi saat APBDP 2015 dievaluasi Kemendagri. Dalam tahapan tersebut, ada forum harmonisasi dimana Kemendagri mememanggil Pemprov Riau dan DPRD Riau untuk menyesuaikan nomenklatur SKPD yang berubah. Dalam pertemuan tersebut juga dibahas masalah pembayaran utang eskalasi sebesar Rp220 miliar.

"Pada saat harmonisasi juga ada pimpinan DPRD Noviwaldy, ada dia waktu tim evaluasi Kemendagri memerintahkan agar anggaran pembayaran utang eskalasi dimasukan ke APBD-P 2015. Surat dari Kemendagri juga sudah diterima, masa mereka tidak tahu," tegasnya.

Sedangkan terkait rekaman video yang ditunjukkan Noviwaldy, Yafiz tak ingin memperdebatkannya. "Menurut saya rapat saat APBD-P baru disahkan sebelum dikirim ke Kemendagri untuk dievaluasi. Kalau memang ada rekaman kita lihat saja tanggal rekamannya," ujarnya.

Sebelumnya Plt Gubri Arsyadjuliandi Rachman, juga mengatakan pembayaran utang eskalasi tersebut juga sesuai dengan peraturan yang berlaku, DPRD juga sudah menyetujui.
"Tanya saja sama DPRD tu, mereka tahu kok," ujar Plt Gubri, beberapa hari lalu.

Hak Angket Sementara itu, wacana mengajukan hak angket terhadap Plt Gubri, mulai mengemuka di kalangan DPRD Riau. Hal itu merupakan buntut dari anggaran pembayaran utang eskalasi Pemprov dalam APBD-P Riau tahun 2015. Pasalnya, Dewan tak pernah menyetujui pengajuan anggaran tersebut.

Hingga Kamis kemarin, sejumlah anggota Dewan sudah setuju dan menandatangani persetujuan hak angket tersebut.
Salah seorang inisiator pengajuan hak angket, yang juga Ketua Fraksi PKB DPRD Riau, Abdul Wahid, mengatakan, Dewan harus mengajukan hak angket kepada kepala daerah agar persoalannya benar-benar bersih dan selesai, dalam artian tidak ada lagi polemik di kemudian  hari.

Menurutnya, hak angket lebih tepat dibanding interpelasi. Karena dengan menggunakan hak interpelasi, Dewan hanya bisa bertanya. Sedangkan dengan menggunakan hak angket, Dewan bisa bisa menyelidiki kebijakan atau persoalan yang timbul dari kebijakan pemprov Riau.

Ditambahkannya, sesuai aturan, hak angket bisa diajukan bila ada persetujuan minimal dari 10 orang anggota DPRD Riau. Selanjutnya, pengajuan tersebut dibawa ke Banmus dan  diputuskan pimpinan.

Hak angket diajukan untuk  menyelidiki secara kasusnya mendalam dengan membentuk Pansus Angket. "Pansus yang akan menyelidiki supaya ada kejelasan terkait pembayaran utang eskalasi tersebut, karena Dewan sama sekali tidak pernah menyetujuinya," ujar Wahid.

Hal senada juga disampaikan inisiator lainnya, Asri Auzar, yang juga Sekretaris Komisi D DPRD Riau. Dikatakan, sejauh ini sudah ada tujuh anggota DPRD Riau yang menandatangani persetujuan pengajuan hak angket tersebut.

"Sesuai aturan, minimal kan 10 orang. Usulan disampaikan secara tertulis, disertai daftar nama dan tanda tangan pengusul serta nama fraksinya. Setelah itu, hak angket baru bisa ditindak lanjuti," terang Asri.

Menanggapi ini, Wakil Ketua DPRD Riau Noviwaldy Jusman menjelaskan hak angket tersebutbisa digunakan jika ada anggota DPRD yang mengusulkan dan memenuhi unsur. Hak angket tersebut memang diatur dan merupakan hak anggota DPRD Riau.

"Hak angket dapat digunakan apabila sudah ada ditemukan bukti kebijakan pemerintah merugikan negara," ujar Noviwaldy.

Legislator Dapil Pekanbaru ini menjelaskan, jika masih belum yakin ada pelanggaran dan hanya kebijakannya saja yang merugikan dan tidak ada melanggar peraturan.

"Itu Dewan bisa menggunakan hak interpelasi dulu. Kemudian, kalau hak interpelasi dilakukan dan ternyata dalam pembahasan ditemukan adanya pelanggaran. Maka, itu bisa ditingkatkan menjadi hak angket," terangnya. (nur, rud)