Ratusan Miliar untuk Bayar Utang Pemprov

Dewan tak Pernah Setujui

Dewan tak Pernah Setujui

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Wakil Ketua DPRD Riau Noviwaldy Jusman menegaskan, DPRD Riau tak pernah menyetujui anggaran sebesar Rp460 miliar dalam APBD Perubahan Riau

Dewan tahun 2015, yang digunakan untuk membayar utang eskalasi Pemprov Riau. "Kita tak pernah menyetujui anggaran itu. Bahkan saat masih dalam usulan KUA-PPAS RAPBD Perubahan tahun 2015, usulan itu juga sudah kita tolak," terangnya, Rabu (16/3).

Kepada wartawan, Noviwaldy Jusman kemudian memperlihatkan rekaman video rapat angara Badan Anggaran (Banggar) DPRD Riau bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov Riau, saat membahas hasil verifikasi Meteri Dalam Negeri terhadap APBD Perubahan Riau tahun 2015.

Dalam video tersebut terlihat, sebelum menandatangani hasil persetujuan hasil verifikasi Mendagri, Noviwaldy sempat menanyakan hal itu kepada Plt Sekdaprov Riau, M Yafiz. Ketika itu, Noviwaldy menanyakan apakah Pemprov Riau memasukkan anggaran untuk pembayaran utang eskalasi berikut utang Stadion Utama Riau dalam APBD Perubahan tersebut. Ketika itu, Yafiz menegaskan, anggaran yang ditanyakan itu sama sekali tidak masuk dalam anggaran.

"Dari video kan terlihat, dikonfirmasi sebelumnya kepada Sekdaprov ini tidak ada untuk main stadium dan pembayaran eskalasi. Jawabannya tidak ada. Kami tidak pernah menyepakati pembayaran utang eskalasi ini," tegas Noviwaldy.

Lebih lanjut, Noviwaldy menambahkan, informasi yang sampai ke pimpinan, utang eskalasi yang dibayarkan tersebut sebesar Rp460 miliar. Angka itu didapat sesuai dengan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Sementara hasil audit BPKP Riau hanya sebesar Rp200 miliar.

Menurutnya, pada prinsipnya, DPRD Riau bukan tidak mau menganggarkan pembayaran utang eskalasi, namuan Dewan sudah meminta ada dasar hukumnya. Karena, untuk utang eskalasi tersebut, ada dua pendapat yang berbeda. Pertama berdasarkan hasil BANI yang menyebutkan utang eskalasi sebesar Rp460 miliar. Sedangkan berdasarkan hasil audit BPKP sebesar Rp200 miliar.
"Makanya, kita minta putusan Kejaksaan Agung, yang mana yang bisa dijadikan landasan. Apakah hasil perhitungan BANI atau dari BPKP Riau," terangnya lagi.

Meski demikian, politisi Demokrat ini merasa yakin tidak ada anggota Banggar DPRD Riau yang bermain dalam memuluskan pembayaran utang eskalasi Pemprov Riau tersebut.

"Saya tidak yakin ada oknum Dewan bermain. Kalau ada Dewan bermain, apa mungkin mereka merubah dan mengangkangi dokumen yang ada," tutur Noviwaldy.

Bahkan, Legislator Dapil Pekanbaru mempersilakan untuk pihak untuk membuktikan kebenarannya jika memang ada oknum anggota Banggar yang bermain.

"Silakan dibuktikan, kalau ada yang ngomong itu ada oknum Dewan yang bermain. Jadi, kerusakannya bukan pada televisi kami. Saya pastikan dalam dua kali pembahasan anggaran ini tidak ada transaksional," tegas Noviwaldy.

Sementara itu, pernyataan lebih keras dilontarkan anggota DPRD Riau dari Fraksi Hanura, Muhammad Adil. Ia meminta KPK segera turun tangan mendalami permasalahan tersebut.

"Kita minta KPK turun tanganlah ke Riau, jangan menunggu laporan masuk, mesti jemput bola. Ini kan jelas persoalannya, sesuatu yang tidak dianggarkan Dewan, tapi dicairkan juga," ujarnya.

Menurutnya, persoalan pembayaran utang eskalasi ini merupakan persoalan serius yang mesti diselesaikan segera. Ia pun menyebut, telah terjadi pelanggaran hukum karena tidak ada dasar hukum yang jelas untuk membayar utang eskalasi yang dimaksud.

Ia pun mempertanyakan sikap Kemendagri yang memberikan rekomendasi persetujuan untuk membayar utang eskalasi. "Kemendagri mesti ikut bertangung jawab terkait persoalan ini. Kenapa dikeluarkan persetujuan pembayaran, padahal hutang eskalasi itu masih menimbulkan persoalan di daerah," tambah anggota Komisi E DPRD Riau ini. (rud, rtc)