Sidang Pemalsuan Akta Notaris JPU Mohon Hakim Tolak Eksepsi Terdakwa

PH Sebut Banyak Fakta yang Dikaburkan

PH Sebut Banyak Fakta yang Dikaburkan

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Jaksa Penuntut Umum Itje Linda Rosita dari Kejaksaan Tinggi Riau bermohon agar majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru untuk menolak eksepsi yang diajukan terdakwa Mardiana untuk seluruhnya.

Hal tersebut diungkapkannya saat menyampaikan tanggapan atas keberatan terdakwa terhadap dakwaan JPU, kasus dugaan pemalsuan akta notaris, dengan terdakwa Mardiana, yang digelar di PN Pekanbaru, Selasa (15/3).

Di hadapan majelis hakim yang diketuai Martin Ginting, Itje menyebut kalau Nurbaini dan suaminya Marizon diajak oleh terdakwa Mardiana dan suaminya Ramadona datang ke Kantor Notaris Puji Sunanto, yang turut menjadi terdakwa dalam kasus ini.

"Itu terjadi pada 2 Februari 2012, bukan tanggal 07 Desember 2011. Tujuannya untuk membuat perjanjian kerja sama usaha tanah timbun," sebut JPU Itje.

Sesampai di sana, lanjutnya, mereka bertemu dengan Notaris Puji Sunanto dan dua orang pegawai Notaris, Rina Mismar Fita dan Ismay Edi. Saat itu, Rina memberikan kertas HVS kosong putih 1 lembar. Marizon dan Nurbaini menandatangani kertas HVS kosong tersebut. Sedangkan Romadona dan Mardiana tidak ada menandatangani kertas tersebut.

"Marizon dan Nurbaini tidak ada membubuhkan tandatangan diatas perjanjian selain hanya kertas HVS kosong. Setelah itu, Mardiana menghampiri Marizon dan Nurbaini, selanjutnya memberikan tambahan pinjaman sebesar Rp443.000.000," lanjut JPU Itje.

"Jadi tidak benar pada 7 Desember 2011 telah terjadi penerbitan akta Nomor 05 pengakuan hutang dengan jaminan yang diteken Marizon dan Nurbaini. Tidak benar juga, SHM Nomor 4602 dititipkan di Kantor Notaris Puji Sunanto," sambungnya.

Untuk itu, dirinya berkeyakinan kalau surat dakwaan telah memenuhi Pasal 143 ayat (2) KUHAP. Sehingga, dirinya bermohon agar majelis menolak eksepsi yang disampaikan terdakwa Mardiana.

Usai persidangan, terdakwa Mardiana melalui Penasehat Hukumnya, Jusman, menyebut kalau terlalu banyak fakta-fakta yang sengaja dikaburkan dalam perkara ini. Termasuk, perihal keberadaan sertifikat Nomor 4602 yang memang dititipkan di Notaris Puji Sunanto, bukan berada di Mardiana.(dod)

Selain itu, Jusman menyebut, kalau berdasarkan tanggapan JPU, Marizon dan Nurbaini tidak mengakui pernah membuat surat pengakuan hutang. "Padahal mereka melakukan pembuatan akta pada 7 Desember 2011, yaitu akta pengakuan hutang dengan jaminan yakni akta nomor 05. Itu bisa kita dibuktikan," sebut Jusman.

Lebih lanjut, pembuatan perjanjian kerjasama tersebut dinyatakan dilakukan pada 2 Februari 2012. Padahal menurut terdakwa, hal itu dilakukan pada 24 Januari 2012.

Ditambahkan Penasehat Hukum Mardiana lainnya, Dallek kalau berdasarkan keterangan saksi Edi dan Rina yang merupakan pegawai Notaris Puji Sunanto, kalau yang disodorkan ke para pihak bukanlah kertas HVS kosong, melainkan adalah blanko AJB standar BPN.

"Uang yang diterima adalah Rp430.000.000, setelah dia (Nurbaini dan Marizon,red) meneken AJB, bukan Rp443.000.000 sebagaimana tanggapan JPU," tukas Dallek.

"Semua bisa kita buktikan di persidangan," pungkasnya.

Kasus dugaan pemalsuan ini bermula saat Nurbaini dan Mar­diana menjalin kerjasama dalam proyek tanah timbun. Perjanjian diantara mereka dalam bentuk peminjaman uang sebesar Rp600 juta pada Nurbaini oleh Mardiana dengan jaminan sertifikat tanah.

Di tengah perjalanannya, mun­cul AJB atas tanah yang dijamin­kan. Temuan ini terang saja membuat pihak Nurbaini heran. Sebab diri­nya me­rasa tidak pernah menjual tanahnya.

Kecurigaan atas AJB ini kemudian dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Riau. Hasil uji Laboratorium Forensik (Labfor) Medan tanda­tangan pada AJB itu diduga palsu.

Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 264 ayat (2) dan atau Pasal 263 ayat (2) KUHPidana.(dod)