Untuk Peningkatan Retribusi

Dishutbun Didesak Tertibkan Perkebunan Ilegal

Dishutbun Didesak Tertibkan Perkebunan Ilegal

KANDIS (riaumandiri.co)-Banyak perkebunan kelapa sawit di wilayah Kabupaten Siak diduga ilegal, padahal ini merupakan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang luar biasa.

Isu ini mencuat dari kasus perkebunan milik Ratnawati seluas 300 hektare di Kecamatan Kandis, secara sepihak pemilik kebun akan memberhentikan 53 tenaga kerjanya.

Camat Kandis Indra Atmaja, Minggu (13/3) membenarkan adanya gejolak dari karyawan perkebunan Ratnawati itu dan pihak buruh telah melapor ke Dinas Tenaga Kerja.

Camat juga membenarkan bahwa Ratna wati merupakan istri dari Direktur Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit PT Leco Lindo. Informasi yang berkembang perusahaan itu memiliki kebun kelapa sawit seluas 1200 haktar.

Melihat kondisi ini, anggota DPRD Siak Ariadi Tarigan angkat bicara, menurut angota Komisi II DPRD Siak ini pemilik kebun sudah melanggar hukum, menguasai lahan 300 hektare atas nama peribadi.

Sesuai undang-undang perkebunan, penguasa perkebunan di atas 20 hektare harus mengantongi Izin Usaha Perkebunan (IUP).

"Kami mendesak Dinas Kehutanan dan Perkebunan mendata semua perkebunan kelapa sawit ilegal, ini penting untuk menjamin tenaga kerja, meningkatkan retribusi dan menjamin para investor. Tidak mungkin pemilik kebun bisa melindungi tenaga kerjanya jika usahanya saja ilegal," tegas Ariadi Tarigan.

Lebih tegas, Ariadi Tarigan meminta agar usaha perkebunan ilegal dibawa ke meja hijau, langkah ini lebih efektif agar pemilik usaha terdorong melengkapi perizinan, dengan demikian maka wajib pajak dari sektor perkebunan akan meningkat drastis.

"Seperti halnya di Kandis, yang punya HGU hanya dua perusahaan kelapa sawi, PT. Ivomas Tunggal, PT. Bina Fitri.

Banyak perusahaan yang tidak melengkapi izin, dan banyak pemilik kebun sampai 500 hektare bahkan seribu haktare namun masih nama peribadi.

Begitu juga di Minas, banyak penguasaan lahan perkebunan kelap sawit ata nama peribadi sampai ratusan haktar, kalau kita lihat perizinan, di sana hanya Chevron yang punya konsesi dan Arara Abadi yang punya HPH-HTI. Selain itu tidak ada perusahaan perkebunan yang mengantongi izin d Minas," tegas politisi Hanura ini.

Saat disinggung PT Leko Lindo, Ariadi Tarigan menjelaskan, sepengetahuannya lahan perkebunan kelapa sawit perusahaan ini masuk ke wilayah hijau. "Berdasarkan Permenhut 743 masuk kawan hutan, diperbarui SK Mentri diputihkan, dan saat kepemimpinan pak Jokowi terbit Permenhut 878 lahan PT Leco Lindo masuk kawasan hutan," terang Ariadi Tarigan.

Menurut Ariadi Tarigan, banyaknya usaha perkebunan ilegal atau non prosedural ini juga menjadi tanggungjawab Dinas Tenaga Kerja, sebab Dinas tidak akan bisa campur tangan lebih dalam jika usaha perkebunan itu tidak mengantongi izin.

"Kalau usaha perkebunan tidak punya izin, apa dasar Dinas Tenaga Kerja mau memproses pengaduan buruh. Ini jadi catatan agar permasalahan seperti ini cepat diselesaikan," kata Ariadi Tarigan.
Gejolak

Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Siak Nurmasyah melalui Kabid Pengawasan Imron Rosadi membenarkan, adanya gejolak dari karyawan perkebunan Ratnawati itu. Pekan ini pihaknya akan melakukan mediasi dengan menghadirkan ke dua belah pihak.

"Benar ada pengaduan buruh Ratnawati, 53 karyawan perbunan untuk lahan 300 haktar. Namun yang mengadu lewat jalur serikat kerja PT. Leco Lindo, informsi dari buruh, manajemen yang diterapkan di lahan Ratwati sama persis dengan di Leco Lindo," kata Imron Rosadi.***