Kasus Pemalsuan AJB atas SHM

Mardiana Berharap Hakim Kabulkan Penangguhan Penahanan

Mardiana Berharap Hakim Kabulkan Penangguhan Penahanan

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Ramadona tidak berhenti mencari keadilan atas keluarganya. Bagaimana tidak, sang istri, Mardiana, yang awalnya berniat membantu meminjamkan sejumlah uang ke Nurbaini, malah harus merasakan dingingnya sel tahanan.

Kepada Haluan Riau, Ramadona mengungkapkan keperihan hatinya melihat nasib yang menimpa istri tercintanya. Pada dasarnya, Ramadona menyerahkan segala proses hukum ini berjalan apa adanya. Namun tatkala majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru mengeluarkan penetapan penahanan terhadap istrinya, batinnya langsung terganggu.

"Kita akan mengajukan surat penangguhan penahanan. Kita menilai kasus ini ganjil dan terkesan dipaksakan," ungkap Ramadona, Minggu (6/3).

Upaya pengajuan penangguhan ini, sebut Ramadona, akan disampaikan pada persidangan yang digelar Senin (7/3). "Besok (hari ini,red) akan kita sampaikan ke pengadilan. Kita berharap agar majelis hakim mengabulkan permohonan kita. Apalagi, istri saya (Mardiana,red) mengalami sakit maag kronis. Ada surat keterangan dokternya," sebut Ramadona.

Terpisah, Penasehat Hukum Mardiana, Andi Jusman, menyebut perkara yang menjerat kliennya, aneh dan penuh dengan rekayasa. Seharusnya, sebut Andi, Mardiana adalah korban bukan pesakitan, seperti yang dialaminya saat ini.

Dikisahkan Andi, kasus ini bermula saat Nurbaini, istri Marizon, meminjam sejumlah uang ke seseorang berinisial ID, dengan menjaminkan sertifikat tanah beserta lima unit kedai yang terletak di Jalan Rajawali Sakti.

"Hingga jatuh tempo, dia (Nurbaini,red) tidak sanggup membayarnya," terang Andi Jasman.
Nurbaini, sebut Andi, berupa mencari uang pengganti pinjaman tersebut. Akhirnya, Nurbaini bertemu dengan Mardiana. "Kepada Mardiana, dia bermaksud menjual tanah dan bangunan di atasnya seharga Rp1 miliar. Tapi Mardiana tidak punya uang sebanyak itu, hanya Rp700 juta. Kalau dia mau seharga itu, Mardiana akan membelinya," lanjut Andi.

Namun, Nurbaini tidak mau dan bersikukuh ingin menjualnya seharga Rp1 miliar. Selanjutnya, Nurbaini menyampaikan niatnya untuk meminjam uang Rp200 juta ke Mardiana, dimana uang tersebut digunakan untuk menebus sertifikat dari tangan ID.

"Mardiana akhirnya memberi pinjaman. Dan keluarlah sertiikat itu," sambungnya.
Sebagai perikatan, lanjutnya, kedua belah pihaknya bersama-sama ke Notaris untuk membuat akta Nomor 05, akta pengakuan hutang. Dengan jaminan sertifikat tanah. Salah satu poin perikatan tersebut, kata Andi, dalam jangka waktu 2 bulan lebih 1 minggu tidak dilunasi, maka Mardiana diberi kuasa penuh untuk menjual objek yang ada di sertifikat tersebut.

"Setelah jatuh tempo, Nurbaini tidak punya uang untuk bayar. Akhirnya, Nurbaini menjual ke Mardiana seharga Rp700 juta. Keduanya kembali menghadap ke Notaris," sebut Andi Jasman.

"Uang yang diserahkan Nurbaini Rp430 juta di hadapn Notaris Puji Sunanto (tersangka lainnya,red)," sambungnya.
Dilanjutkannya, sebelum menerima uang, Notaris menyuruh kedua belah menandatangi blangko perjanjian. "Nurbaini sendiri yang meneken. Yang meneken Nurbaini selaku penjual dan Marizon suaminya. Yang melakukan melakukan perubahan tandatangan itu, adalah pelapor (Nurbaini,red) sendiri. Bukan klien kami," tegasnya sambil memperlihatkan bukti tandatangan yang berbeda. Termasuk Kartu Tanda Penduduk (KTP) Nurbaini yang lama, dan yang baru.

Masih terkait perkara ini, sebut Andi, telah pernah bergulir ke ranah perdata. Dimana, pengadilan tingkat pertama dan tingkat kedua, majelis hakim memenangkan kliennya.

Andi juga menyayangkan keputusan majelis hakim yang melakukan penahanan terhadap kliennya. Pasalnya, selama proses penyidikan dan pelimpahan ke Jaksa Penuntut Umum, kliennya kooperatif sehingga mendapat status tahanan kota.(dod)