Sidang Korupsi e-Learning di 48 SD di Siak

Kadri Yafis Berkilah tidak Teken Proposal

Kadri Yafis Berkilah tidak Teken Proposal

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Siak Kadri Yafis berkilah tidak menandatangani proposal terkait pengadaan peralatan Peningkatan Mutu Pembelajaran TIK (e-Learning) untuk 48 Sekolah Dasar di Kabupaten Siak.

 Meski telah diperlihatkan sejumlah proposal yang di dalamnya tertera tandatangannya.Demikian terungkap di persidangan kasus dugaan korupsi PMK TIK (e-Learning) untuk 48 Sekolah Dasar di Kabupaten Siak, dengan terdakwa Syofian, yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (23/2).

Dalam persidangan tersebut, Kadri Yafis yang dihadirkan sebagai saksi mengaku mengetahui adanya kegiatan yang merupakan dana bantuan sosial yang bersumber dari Pendidikan dan Kebudayaan Nasional tersebut.

"Bagaimana bisa 48 SD yang mendapat batuan ini," tanya JPU Iwan Roy Charles dari Kejaksaan Negeri Siak Sri Indrapura, kepada Kadri Yafis.

"Saya tidak tahu," jawabnya seraya menyebut kalau di Kabupaten Siak terdakwa sekitar 290 Sekolah Dasar.
Kadri Yafis juga mengakui tidak mengetahui bagaimana proses seleksi pemilihan 48 SD tersebut. Begitu juga saat ditanya apakah ada proses penyeleksiannya, Kadri Yafis juga menjawab hal yang sama.

Dijelaskan Kadri Yafis, dirinya pernah mengumpulkan sejumlah kepala sekolah untuk memastikan SD mana yang memperoleh bantuan tersebut. Hal itu dilakukannya pada Juni 2015, dimana perkara ini sudah disidik Polres Siak.
"Ada ditanyakan apa permasalahannya (dalam perkara ini,red)," tanya JPU Iwan Roy. "Saya tak ada nanya. Soalnya pertemuan itu hanya 15-20 menit. Hanya ingin tahu siapa-siapa 48 Kepala SD tersebut," jelasnya.

Lebih lanjut, JPU terus mengejar pembuktian terkait proses pengusulan proposal pihak-pihak yang mendapatkan bantuan. Namun, jawaban tidak tahu terus mengalir dari bibir Kadri Yafis, termasuk siapa pihak yang mengusulkan proposal-proposal tersebut.

"Apa terdakwa (Syofian,red) pernah melaporkan ke Bapak (Kadri Yafis,red)," cecar JPU lebih lanjut. "Tidak pernah juga. Tidak ada melapor, baik tertulis maupun lisan," kilahnya.

Di persidangan tersebut, JPU juga menanyakan apakah dirinya ada meneken proposal pengajuan e-Learning dari sejumlah SD. Hal tersebut dijawabnya tidak ada. "Seingat saya, tidak pernah (meneken proposal e-Learning,red)," jelasnya.

Hal tersebut langsung dibantah terdakwa Syofian yang merupakan mantan Kabid SD Disdik Siak. Menurutnya, dia pernah melapor ke Kadri Yafis selaku Kadisdik Siak. "Begitu saya menerima surat (dari Kemendiknas), saya langsung melapor ke Kadis (Kadri Yafis). Dan (Saya bekerja) atas perintah Kadis," bantahnya saat majelis hakim yang diketuai Amin Ismanto menanggapi keterangan Kadri Yafis.

"Seingat Saya tidak ada," kilah Kadri menanggapi bantahan Syofian.
Selanjutnya, Syofian menerangkan kalau Kadri Yafis ikut meneken usulan proposal. "Seingat saya tidak pernah, kalau ada silahkan dibuktikan. Seingat saya ya Pak," jawabnya lagi.

Kemudian JPU memperlihatkan beberapa proposal usulan pengajuan terkait e-Learning tersebut. Di dalamya tertera tandatangan Kadri Yafis selaku Kadisdik Siak.

"Proposal e-Learning ada gak," tanya Hakim Ketua Amin Ismanto. "Saya, semua proposal yang masuk saya teken. Tapi saya tidak tahu apa soal e-Learning apa tidak. Tapi, seingat saya tidak pernah," kilahnya lagi.

Selain Kadri Yafis, JPU juga menghadirkan saksi lainnya, dari Kepala SD di Siak dan staf di Disdik Siak.
Dalam kasus ini, selain Syofian, penyidik Polres Siak juga menetapkan seorang tersangka lagi, yakni Indera Syahril merupakan Direktur CV Asa Andira selaku rekanan dalam kegiatan tersebut.

Untuk diketahui, kasus ini berawal kala Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional mengadakan kegiatan bantuan pembelajaran secara elektronik (e-Learning) tahun 2015 lalu. Program tersebut untuk 48 SD di Siak, dengan anggaran mencapai Rp2,5 miliar.***

Anggaran itu diserahkan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Siak melalui Bidang SD. Kepala Bidang waktu itu dijabat oleh Syofian. Proyek itu dilelang tahun 2014 dimenangkan oleh Indera Syahril dari CV Asa Andira.

Syofian mengadakan beberapa pengadaan, seperti laptop, projektor, screen projector, printer, wifi dan speaker aktif.

 Barang-barang yang sudah dibeli tersebut dibagikan kepada 48 SD di Siak. Namun, saat pengadaan berlangsung, ditemukan pembelian dengan harga yang melambung alias dimark up. Dugaan pihak kepolisian, yang melakukan mark up adalah Indra Syahril, sedangkan Syofian disinyalir mengetahui perbuatan itu. Adapun perkara korupsi tersebut telah merugikan negara sebesar Rp763.905.472.***