Pengaruh Broken Home terhadap Perilaku Anak

Pengaruh Broken Home terhadap Perilaku Anak

Keluarga adalah salah satu hal terpenting dalam membentuk perilaku anak. Kesuksesan seorang anak sangat tergantung dari pendidikan orangtuanya sejak dini. Kewajiban orang tua bukan hanya memenuhi kebutuhan materi semata, namun juga perlunya bekal pendidikan agama sebagai pondasi dalam menghadapi masa depannya. Akhir-akhir ini banyak keluarga yang tidak memiliki keharmonisan lagi. Mereka menganggap bahwa segala sesuatu bisa dibeli dengan uang, sehingga banyak orangtua yang sibuk dengan karirnya masing-masing.

Kasus perceraian dalam lima tahun terakhir, 2010-2014, meningkat 52 persen. Sebanyak 70 persen perceraian diajukan oleh istri. Hal itu terutama karena ketidaksiapan menikah yang ditandai dengan rumah tangga tidak harmonis, tidak ada tanggung jawab, persoalan ekonomi, dan kehadiran pihak ketiga. Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag) menyebutkan, angka perceraian di Indonesia lima tahun terakhir terus meningkat.

Pada 2010-2014, dari sekitar 2 juta pasangan menikah, 15 persen di antaranya bercerai. Angka perceraian yang diputus pengadilan tinggi agama seluruh Indonesia tahun 2014 mencapai 382.231, naik sekitar 100.000 kasus dibandingkan dengan pada 2010 sebanyak 251.208 kasus. Penyebab terjadinya keluarga broken home dikarenakan oleh beberapa hal.

Pertama, broken home disebabkan karena perceraian. Hal ini terjadi karena adanya perkelahian atau kurangnya kecocokan antara suami dan istri dalam membangun rumah tangga. Kedua, tidak adanya lagi komunikasi dan dialog antar anggota keluarga, hanya ada kebisuan yang terjadi diantara mereka, mereka tidak berusaha untuk saling memahami dan tidak perduli satu sama lain. Ketiga, ketidakdewasaan sikap orangtua, karena orangtua  hanya memikirkan diri mereka daripada anak, mereka memikirkan karirnya masing-masing tanpa memperdulikan anak, bagaimana kondisi anak dan apa yang terjadi dengan anak mereka. Keempat, orangtua yang kurang tanggung jawab terhadap anak dengan alasan kesibukan bekerja. Mereka hanya fokus pada materi yang akan didapat dibandingkan dengan melaksanakan tanggung jawab di dalam keluarga.

Penyebab lainnya seperti, kurangnya pendekatan diri orang tua terhadap Tuhan, karena kesibukannya bekerja mereka sampai lupa mengingat Tuhan, melupakan kewajibannya sebagai makhluk Tuhan, dan juga kurangnya ilmu pengetahuan yang mereka miliki sehingga tidak bisa menyelesaikan masalah mereka secara bermusyawarah. Sebenarnya hal tersebut sangat berakibat buruk terhadap perkembangan anak.

Anak yang tumbuh dengan keadaan orangtua yang terus menerus terlibat konflik akan membuat perkembangan anak menjadi kurang baik. Kesibukan orangtua dengan pekerjaannya masing-masing menyebabkan anak tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang cukup. Sehingga kebanyakan anak bertingkah laku seperti berandalan, dan tidak memiliki etika. Anak yang berperilaku tidak baik, tidak bisa disalahkan sepenuhnya atas kesalahannya. Tidak bisa orangtua memarahkan atau bahkan memukul anak mereka sesukanya. Sebagai orangtua, harus bisa memahami apa yang diinginan anaknya, kenapa anak mereka bisa memiliki perilaku seperti itu. Terkadang orangtua  kurang menyadari kenapa anaknya memiliki perilaku buruk.

Terkadang juga orangtua tidak  memahami apa akibat yang diperoleh oleh anaknya karena hubungan orangtua yang kurang harmonis. Broken home berdampak pada psikologis anak.  Seorang anak dapat berkembang dengan baik, jika kebutuhan psikologisnya juga baik. Anak yang berasal dari keluarga broken home akan mengalami ketakutan yang berlebihan, tidak mau berinteraksi dengan sesama, menutup diri dari lingkungan, emosional, sensitif, temperamen tinggi, dan labil.

Dampak psikologis yang diterima seorang anak berbeda-beda, tergantung usia  anak atau bagaimana tingkat  perkembangan seorang anak. Broken home ini juga berdampak pada prestasi anak, anak yang berasal dari keluarga broken home akan mengalami kemerosotan semangatnya dalam belajar. Anak cenderung malas belajar, mereka tidak mempunyai kemauan dan motivasi lagi untuk belajar. Bisa dilihat dari kehidupan, anak yang berasal dari keluarga broken home mengalami guncangan, malas belajar, dan anak yang berasal dari keluarga utuh, mereka sangat memiliki kemauaan untuk belajar atau menuntut ilmu.

Ada beberapa cara untuk mengatasi broken home. Pertama, mendekatkan diri kepada Tuhan, bila dalam keluarga mendekatkan diri kepada Tuhan, maka kehidupan akan menjadi damai. Tidak adanya konflik yang tidak terselesaikan, karena mereka menggap bahwa Tuhan akan membantu mereka menunjukkan jalan yang terbaik. Kedua, berpikir dan berperilaku positif, tidak menjatuhkan tuduhan satu sama lain, tidak saling menyalahkan dan selalu berpikir yang positif. Ketiga,  saling berbagi. Dalam keluarga harus saling berbagi dan menerima. Tak adanya suatu hal yang ditutup tutupi. Dengan seperti ini maka apabila terjadi kesalahpahaman dapat terselesaikan secara bermunyawarah. Terakhir, mencari kegiatan  yang positif dan bermanfaat. ***

Penulis adalah Mahasiswa IEC, Kabupaten Siak