HARGA KELAPA DAN KARET TERPURUK

Pemerintah Diharapkan tidak Lepas Tangan

Pemerintah Diharapkan tidak Lepas Tangan

RANGSANG BARAT (riaumandiri.co)- Para pekebun karet dan kelapa di Pulau Rangsang, sejak beberapa tahun belakangan ini mengalami persoalan terpuruknya harga karet dan kelapa.

Harga karet saat ini, jatuh di kisaran Rp4.000 - 4.500/ Kg. Sementara kelapa bulat, berada di posisi Rp1.500-1.700/ Kg. Jatuhnya harga komoditas unggulan masyarakat tersebut, memaksa sebagian warga harus berangkat ke Malaysia untuk mencari nafkah keluarga.

Rahmat, warga Rangsang Barat mengaku cukup prihatin menghadapi kondisi anjloknya harga karet dan kelapa itu. Kondisi saat ini harga 1 kilo karet tidak sanggup lagi untuk membeli 1 kilo beras. Untuk mendapatkan 1 kilo beras harus dibayar dengan 3 kilo karet.

Disebutkannya, harusnya harga 1 kilo karet bisa membeli satu kilo beras. Tapi apa yang dialami para pekebun, dengan anjloknya harga tersebut, lebih baik mencari pekerjaan di rantau orang. Dan masalah ini juga sudah berlangsung sejak beberapa tahun silam, toh belum ada perubahan.

Lebih parah lagi, jika pohon karet atau panen kelapa itu diupahkan sama orang lain, maka hasil yang akan didapatpatkan oleh pemilik kebun akan semakin memprihatinkan.

"Dimana hasilnya akan dibagi3.Pemilik kebun mendapatkan dua bagian dan pekerjanya mendapat 1 bagian. Sehingga banyak warga yang membiarkan panen begitu saja, dan lebih baik pergi keluar pulau mencari nafkah,”aku Rahmat.

Rahmat berharap persoalan terpuruknya harga karet dan kelapa ini, diharapkan mendapat campur tangan dari pemerintah. Sehingga harga komoditas tersebut bisa meningkat. Jika harga-harga itu masih lesu, maka gairah masyarakat untuk berkebun juga akan semakin menurun.

Selain harga komoditi yang sangat rendah itu, para pekebun juga mengalami persoalan umur tanaman yang sudah tua. Baik pohon karet maupun kebun kelapa umumnya di Pulau Rangsang sudah waktunya diremajakan.

Seperti kelapa tambah Rahmat, sebaiknya pemerintah bisa menyediakan bibit kelapa unggul. Seperti kelapa hibrida yang bisa menghasilkan buah maksimal. Apalagi dengan tahun tanam singkat sudah bisa panen.   
 
"Pemerintah harus campur tangan, dalam soal mengatasi rendahnya harga-harga komoditas perkebunan yang menjadi sumber nafkah keluarga, ”tambah dia lagi.***