Mantra Sang Mahatma

Mantra Sang Mahatma

Nama Mahatma Gandhi boleh jadi menorehkan tinta emas di Negeri Hindustan, meski prinsip perdamaian yang ditawarkan mengantarnya pada sebuah album hitam India.

Gandhi kecil merupakan putra pejabat pemerintah India yang menerima ajaran perdamaian anti kekerasan dari sang ibu. Ajaran pertama yang didapatnya Jainisme, agama di India yang menjunjung tinggi moral dan anti kekerasan.

Meski semasa sekolah bukan murid menonjol, Gandhi mendapat kesempatan belajar ilmu hukum di Inggris pada 1888. Sekembalinya ke India, Gandhi remaja sempat menganggur. Tak lama, ia menjadi pekerja kontrak 1 tahun di Afrika Selatan. Sejak saat itu, ia mulai unjuk gigi, berkarya, menyebarkan perdamaian dan memperjuangkan nasib etnis India.  Pada 1914, Gandhi kembali ke tanah asal dan mendukung Inggris dalam Perang Dunia I. Namun pada 1919, Gandhi berubah haluan dan memperkenalkan ajaran 'satyagraha' memprotes draf wajib militer terhadap bangsanya.

Kala itu, pendukung fanatiknya mencapai ratusan ribu. Hingga pada pada 1920, pria yang dijuluki 'The Father of the Indian Nation' itu menjadi pemimpin gerakan kemerdekaan India. Lewat 4 prinsip perdamaiannya, yakni Bramkhacharya (mengendalikan hasrat seksual), Satyagraha (kekuatan kebenaran dan cinta), Swadeshi (memenuhi kebutuhan sendiri) dan Ahimsa (tanpa kekerasan terhadap semua makhluk).

Waktu  memilin tanpa ampun. Sepak terjangnya kian tak terbendung. Gandhi menjadi inspirasi dunia. Metode persuasifnya mengilhami para pemimpin pergerakan hak sipil di seluruh dunia, termasuk mendiang Martin Luther King Jr di Amerika Serikat. Sosoknya juga menjadi panutan bagi warga India lainnya. Rambut plontos, berkacamata, dan mengenakan jubah putih. Gandhi kian membuka mata dunia lewat ajarannya. Sejak pertengahan abad 20, India berubah menjadi negara santun dan damai. Namun, ia malah meninggal mengenaskan di penghujung Januari 1948. Seorang pengikut nasionalis Hindu garis keras Nathuram Godse menembaknya dari jarak dekat pada doa bersama di jantung kota.
 
Si pembunuhan rupanya tak setuju sikap moderat Gandhi, seperti memperjuangkan doktrin anti kekerasan dan mendukung berpisahnya Pakistan dari India. Godse bersama rekannya diadili, hingga akhirnya dihukum mati pada 1949. Mereka yang antipati dengan sosok lima kali dominasi Nobel Perdamaian ini, boleh saja mengikis doktrin yang disuguhkannya. Namun dokumentasi 'hidup' berupa buku dan film perihal sosok Gandhi terus abadi. Dan, di tanah air persekongkolan serupa bukan tak pernah singgah. Dari Orde Baru, Reformasi hingga Revolusi Mental kini, tak sedikit para pejabat elit 'bermain api' demi kepentingan segelintir orang, meski tak seberdarah-darah Gandhi.

Kini, untaian mantra sakti Mahatma Gandhi serasa mengena di tengah gejolak dan polemik politik tanah air. "Cinta tidak pernah meminta, ia sentiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Dimana ada cinta disitu ada kehidupan. Manakala kebencian membawa kepada kemusnahan." ***