Terasi Meskom

Andalan Bengkalis yang Disukai Para Turis

Andalan Bengkalis yang Disukai Para Turis

PEKANBARU (HR)-Tak sedap rasanya jika makan nasi tanpa sambal, apalagi ditemani dengan kudapan pucuk ubi rebus (daun singkong,red) dan nasi panas, pasti akan lebih nikmat jika anda memaki sambal sebagai cocolannya, terlebih lagi adalah sambal terasi atau yang dikenal masyarakat Riau dengan nama sambal belacan.

Hampir semua daerah memiliki ciri khas sambal sesuai dengan bahasa masing-masing, ada yang menamakan sambal lado, sambal lado hijau, sambal lado merah, sambal lado tanak, sambel petai dan sambal-sambal lainya. Ternyata, di Provinsi Riau, khusunya di Desa Meskom Kabupaten Bengkalis, ada salah satu bahan sambal yaitu terasi atau belacan yang digandrungi masyarakat, bahkan sampai para turis pun tak mau ketinggalan membeli terasi Meskom sebagai oleh-oleh.

Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi (Kadisparekraf) Riau Fahmizal Usman melalui Kasi Ekonomi Kreatif Dandun Wibawa  mengatakan, terasi Meskom saat ini paling diburu wisatawan khususnya dari negeri tetangga Malaysia.

"Di Desa Meskom yang berjarak sekitar 50 KM dari pusat kota Bengkalis  adalah pusat sentral pembuatan terasi. Salah satunya yang sudah kita jumpai adalah pak Rifai, pemilik usaha terasi yang telah lama beroparasi, selam membuka usaha pembuatan terasi dia telah mendapatkan peralatan pendukung kerja dari Pemerintah seperti oven ataupun mesin pengiling udang rebon, bahan baku terasi," ungkap Dandun, Selasa (26/1).

Menurut Dandun, usaha terasi yang telah dirintis Rifai, sudah berlangsung puluhan tahun yang merupakan sumber ekonomi dalam menghidupi keluarganya.

"Bahan baku terasi yaitu udang, dia memakai jenis udang pepai dan udang rebon dari selat bengkalis. Dimana lokasinya tepat berada di perairan laut dibelakang rumahnya. Kata beliau, udang kecil-kecil itu adanya selama enam bulan dalam setahun," jelasnya.

Dari hasil kunjungan tim Disparekraf Riau tersebut, disimpulkan bahwa udang pepai akan berlimpah saat bulan Februari hingga bulan Juni. "Bulan itulah, masanya panen udang pepai di sana," tukasnya.

Walaupun berada tepat dibelakang rumahnya, menurut Dandun, tetap saja Rifai harus membeli udang-udang tersebut dari para nelayan seharga Rp1.500 per kilogram, karena pesanan yang ia terima sangat banyak.

"Setelah dibeli udang segar itu dijemur hingga kering lalu ditumbuk halus bersama garam dan kemudian dijemur lagi agar terasi yang dihasilkan tidak basah dan tahan lama. Penyedap rasa tradisional itu benar-benar dikerjakan secara alami tanpa ada campuran bahan pengawet. Resepnya dia peroleh dari warisan turun temurun," cerita Dandun Wibawa.

Bagi masyarakat nelayan Meskom terasi bukanlah hal yang baru. Karena setiap masyarakat dikampung ini pandai membuat terasi. Saat musim udang biasanya pelaku usaha ini bisa memproduksi 200 kilogram terasi per minggu. Terasi yang dihasilkannya dijual Rp17.000 per kilogram.

"Usaha terasinya itu telah dilirik oleh investor Malaysia yang menginginkan bahan penyedap rasa tradisional itu dipasarkan di negeri jiran tersebut. Namun, ia belum menyanggupinya karena kuatir jika hanya bahan baku terasi yang dikirim otomatis pesanan terasi yang sudah jadi tak akan sebanyak sekarang,"jelasnya lagi.

Selain itu mereka juga khawatir merek dagangnya yaitu "Terasi Meskom" bakal hilang berganti pula dengan terasi Malaysia. "Nama kampung Meskom ini saya abadikan sebagai merek terasi buatan Rifai. Nama Terasi Meskom telah melekat dan jika orang datang ke Meskom dan mencari belacan (sebutan masyarakat tempatan untuk terasi), pastilah mereka akan datang kerumah Rifai,"pungkas Dandun.(gor/ivi)