Mosi tak Percaya Para Batin Terus Berlanjut

Mosi tak Percaya Para Batin Terus Berlanjut

BANDAR PETALANGAN (HR)-Mosi tak percaya yang para Batin dan Penghulu setingkat Batin kuang oso 30 dalam kawasan Lembaga Adat Petalanganterhadap kepemimpinan Ketua Umum Muktarius semakin meruncing.

"Surat dari para pemangku adat yang terdiri dari Batin dan Penghulu setingkat Batin itu berjumlah 21 orang yang telah membubuh tandangannya sebagi bentuk mosi tak percaya terhadap kepemimpinan Muktarius. Surat itu ditujukan kepada Majelis Tinggi Hukum Adat Petalangan untuk disikapi dan dicarikan solusinya," beber Arifin selaku Wakil Ketua Majelis Tinggi Hukum Adat Petalangan, Kamis (29/1).

Di antara poin-poin yang menjadi tuntutan para pemangku adat itu, sambung pemangku adat bergelar Batin Bunut ini, para pemangku adat tidak menghadiri raker dan usai surat itu dibacakan maka para Batin dan Penghulu itu tak lagi mengakui Muktarius sebagai Ketua Umum LAP. Begitu pula, terkait penggunaan anggaran yang dinilai tidak transfaran menjadi topik hangat mosi tak percaya para batin ini.

"Intinya kita di majelis tinggi akan segera menyikapi persoalan ini. Dalam waktu dekat kita akan mengundang para pebatinan yang telah membubuhkan tanda tangan itu untuk menegaskan persoalan ini," tegasnya.

Jangan Sampai Pecah Terhempas

Habibi Hapri, anggota DPRD Pelalawan yang juga bagian dari pengurus Lembaga Adat Petalangan meminta kepada segenap jajaran pengurus lembaga adat agar tidak berpolemik terkait mosi tak percaya para Batin dan Penghulu Kuang Oso 30 terhadap kepemimpinan Ketua Umum, Muktarius. Politisi PAN ini menyarankan, agar para pengurus dan pemangku adat bisa duduk semeja mencari solusi terbaik.

"Kita mengharapkan jangan menimbulkan polemik yang berujung menimbulkan keraguan anak kemenakan dan banyak pihak terhadap lembaga adat ini. Sebaiknya, mari kita semua berpikiran jernih, duduk berbual-bual sambil makan sirih dan pinang," saran Ketua Komisi II DPRD Pelalawan ini, Kamis (29/1).

Karena bila terus berpolemik, ujarnya, dalam ungkapan adat petalangan disebut ' kapal pocah hiu kocang. Artinya, bila perpecahan terjadi, jangan sampai pecah terhempas, tapi hendaknya pecah terletak dan manis.

"Karena lembaga ini di isi oleh para orang-orang yang beradat, hendaknya semua pihak bisa berkepala dingin dan suut membao atau legowo," ucap Habibi.(zol)