Korupsi Kredit Fiktif senilai Rp54 M

Oknum BNI 46 dan Kopkar Diduga Terlibat

Oknum BNI 46 dan Kopkar Diduga Terlibat

PEKANBARU (HR)-Sejumlah pihak diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi kredit fiktif, yang disalurkan pada Koperasi Karyawan Nusa Lima di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V. Tidak tertutup kemungkinan akan adanya penambahan tersangka baru, baik dari pihak BNI 46 maupun Kopkar Nusa Lima PTPN V.

Dijelaskan Syafril selaku Jaksa Peneliti dari Kejaksaan Tinggi Riau, bahwa ada tiga indikasi pelanggaran perkara tersebut. Pertama, sebut Syafril, tidak adanya proses verifikasi syarat-syarat kredit yang dilakukan pihak BNI 46. Kedua, kredit bernilai puluhan miliaran rupiah tersebut cair, namun syarat-syarat kredit belum terpenuhi.

"Terakhir, berdasarkan Perjanjian Kredit, kalau peruntukkan dana adalah untuk anggota koperasi. Namun setelah cair dana tersebut tidak turun ke anggota koperasi. Artinya, dana yang diajukan tidak sesuai peruntukkannya," jelas Syafril saat ditemui Haluan Riau di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (14/1).

Lebih lanjut, Syafril mengatakan kalau M selaku Relation Officer (RO) pada SKC BNI 46 Pekanbaru saat itu, yang telah ditetapkan sebagai tersangka, diyakini tidak bekerja sendiri. M, menurut Syafril, dimungkinkan akan dimintai pertanggungjawabannya dalam pencairan Rp10 miliar dari Rp54 miliar yang dicairkan.

"Sisanya (sekitar Rp44 miliar,red), harus ada yang mempertanggungjawabkan. Seperti kasus yang dulu (kredit fiktif ke PT Barito Riau Jaya,red), kewenangan SKC itu di bawah Rp10 miliar. Di atas Rp10 miliar, kewenangan pejabat di atasnya (SKC BNI 46 Pekanbaru," jelas Syaril.

Untuk itu, Syafril menegaskan kalau dalam kasus ini diyakini akan terus berkembang, termasuk dari jumlah pihak yang diduga bertanggungjawab. "Kemungkinan akan ada penambahan tersangka," tegas Syafril.

Saat ditanya, apakah kemungkinan tersangka baru tersebut berasal dari BNI 46 dan Kopkar Nusa Lima PTPN V, Syafril tidak menampiknya. "Bisa jadi. Yang jelas, kami masih melakukan penelaahan berkasnya. Hasil penelitian kami akan disampaikan ke penyidik (Dit Reskrimsus Polda Riau,red)," pungkasnya.

Meski telah menetapkan tersangka Usai meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan terkait kasus dugaan korupsi kredit fiktif, yang disalurkan pada Koperasi Karyawan Nusa Lima di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V, Penyidik Polda Riau akhirnya menetapkan tersangka dari pihak BNI 46 Pekanbaru, berinisial M.

“ kala itu atau tahun 2008 lalu merupakan Relationship Officer (RO) di BNI 46 Pekanbaru. Saat ini, berkas perkara tersangka M telah dilimpahkan ke pihak kejaksaan untuk dilakukan penelitian atau tahap I.

"Kita sudah menetapkan M, yang saat itu merupakan RO di BNI 46 Pekanbaru. Berkasnya sudah tahap I, minggu kemarin," ungkap Kabid Humas Polda Riau, AKBP Guntur Aryo Tejo, saat dikonfirmasi, Senin (11/1).

Berikutnya, kata Guntur, pihaknya masih menunggu hasil penelitian berkas yang dilakukan kejaksaan. Jika dinyatakan lengkap atau P21, akan dilanjutkan ke tahapan berikutnya. Jika masih terdapat kekurangan, tentunya Jaksa akan mengembalikan berkas tersebut dengan petunjuk atau P19.

Menunggu proses penelitian oleh pihak kejaksaan, Penyidik sebut Guntur, juga terus melakukan pendalaman dan pengembangan terhadap kasus yang berpotensi merugikan keuangan negara miliaran rupiah tersebut.

"Biasanya, kasus tipikor itu dilakukan bersama-sama. Apakah ada kemungkinan penambahan tsk (tersangka,red) baru, tergantung hasil pengembangan yang dilakukan Penyidik. Dalam waktu dekat, Penyidik akan lakukan gelar," lanjut Guntur.

Sementara, dalam proses penyidikan perkara dengan tersangka M, Penyidik Polda Riau telah memeriksa puluhan saksi, termasuk dua saksi ahli. "Untuk saksi sekitar 32 orang. Untuk saksi ahlinya, ada dua orang. Ahli dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan,red) dan ahli dari Perbankan," tukas Guntur.

Seperti diwartakan sebelumnya, penyidik Polda Riau telah meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan. Penyidik juga telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), pada bulan Oktober 2015 lalu. Hal itu dilakukan setelah penyidik menemukan adanya tindak pidana dalam penyaluran kredit tersebut.(dod)