Membangun Karakter Bangsa

Membangun Karakter Bangsa

Berbicara masalah karakter bangsa memang sangat miris, berbagai fenomena berupa penekanan, pemaksaan, dan kekerasan di sejumlah tempat yang dilakukan oleh sekelompok atau segolongan masyarakat, memang telah menjurus ke arah yang sangat memprihatinkan yang mencerminkan sikap dan perilaku kurang berkarakter.

Tawuran pelajar, tawuran mahasiswa, tawuran antar kelompok masyarakat, menaiki kendaraan yang tidak beraturan, dan lain-lainnya hampir setiap saat terdengar di berbagai tempat dengan disertai tindakan anarkis, destruktif, dan bahkan menimbulkan korban jiwa. Demonstrasi yang dilakukan oleh sejumlah pihak dalam menyampaikan aspirasi pun, tidak jarang berujung pada keributan dan kekerasan.

Fenomena di atas memang memprihatinkan situasi yang kian menjauhkan sikap dan perilaku beberapa pihak dari nilai-nilai luhur bangsa dan negara yang terkenal religius, sopan santun, ramah, sabar, dan lain sebagainya. Bahkan perwujudan tingkah laku individu, kelompok atau segolongan orang tidak jarang menyimpang dari nilai-nilai yang terkandung dalam konsensus nasional, yakni Pancasila sebagai falsafah, pandangan hidup, dan kepribadian bangsa, dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai dasar hukum kehidupan bangsa dan negara.

Karakter bangsa yang rapuh dan lemah memang mencemaskan, terlebih lagi jika dihadapkan dengan iklim globalisasi dan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi dewasa ini yang membawa keterbukaan terhadap informasi yang datang dari luar. Hanya dengan kepribadian dan karakter yang kuat dimiliki bangsa ini baru akan mampu menyaring pengaruh informasi yang mengandung nilai buruk yang datang dari luar. Permasalahan mendasar yang perlu diatasi segera adalah mencari dan menemukan cara yang tepat dan efektif dalam membangun karakter bangsa tersebut. Tugas ini tidaklah mudah dan dapat dilaksanakan dalam waktu cepat, melainkan merupakan suatu proses jangka panjang yang harus melibatkan kesadaran, tugas, dan tanggung jawab segenap pihak yang terkait.

Nilai pembentuk karakter bangsa perlu didesain dan direkayasa sedemikian rupa, kemudian disebarkan dan ditanamkan secara meluas. Dalam lingkup inilah pentingnya merevitalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam konsensus nasional, serta menghubungkan dengan keinginan reformasi untuk menuju masyarakat civil society atau masyarakat madani yang demokratis, transparan dan egaliter (Iskandar Agung: 2011). Pembangunan karakter bangsa jelas memerlukan komitmen dari segenap pihak, dilakukan secara intensif, integratif dan sinergis. Berbagai potensi dan keterlibatan segenap komponen bangsa perlu dimanfaatkan secara optimal dalam pembangunan karakter bangsa.

Pemerintah telah memberikan perhatian serius terhadap permasalahan pembangunan karakter bangsa, hanya saja belum berlangsung optimal dalam tataran operasionalnya. Kepedulian dan keterlibatan berbagai pihak terkait, mulai dari pemerintah daerah, sekolah, masyarakat, sampai keluarga, masih perlu keseriusan yang mendalam. Untuk dipahami bahwa upaya membangun karakter bangsa tidak terbatas pada pengenalan dan pemahaman nilai yang menjadi konsensus nasional, tetapi juga keinginan ke mana kehidupan masyarakat kita akan dibawa dimasa depan. Keinginan itu adalah komitmen untuk mengembangkan kehidupan yang selaras dengan karakteristik dan peradaban civil society atau masyarakat madani.

Komitmen reformasi kehidupan sosial politik jelas-jelas mengindikasikan keinginan mendukung civil society yang bercirikan demokratisasi dan kebebasan. Eksplisit, karakteristik, nilai dan peradaban civil society sebagai ciri kehidupan masyarakat modern perlu disebarkan dan ditanamkan meluas. Nilai demokratis, kebebasan dan perlakuan kesetaraan haruslah dipahami dan didukung oleh seluruh manusia Indonesia, sebaliknya harus menanggalkan ciri feodalisme yang tidak atau kurang sesuai lagi dengan ciri kehidupan masyarakat modern.

Namun demokrasi dan kebebasan bukan berarti bahwa seseorang atau sekelompok orang harus menisbikan adanya perbedaan dan mewujudkan tindakan semaunya, semena-mena, dan mengutamakan kepentingan sendiri, melainkan kemampuan mempertanggungjawabkan kebebasan itu, menjunjung kehormatan dan penghargaan terhadap pendapat orang lainnya, memiliki toleransi tinggi satu sama lain, menjunjung sikap dan perilaku dialogis untuk memperoleh titik temu dari perbedaan itu, serta bertindak dengan mematuhi aturan hukum yang berlaku.

Antara konsensus nasional dan nilai civil society memiliki hubungan yang saling melengkapi guna mengembangkan ciri unik dan khas tersendiri yang didukung oleh masyarakat kita. Konsensus nasional mengandung cita-cita, keinginan, dan harapan untuk mengembangkan kehidupan masyarakat Indonesia yang modern, kesejajaran dengan bangsa lain yang telah maju, dan berkeadaban, yang selaras dengan jiwa dan semangat civil society. Sebaliknya kehidupan civil society yang ingin dibangun haruslah dikemas berlandaskan ciri nilai dalam konsensus nasional, salah satunya bernafaskan nilai religiusitas dan kemajemukan atau pluralistik yang didukung oleh masyarakat Indonesia.

Nilai demokrasi dan kebebasan dalam civil society bermakna adanya dukungan terhadap perbedaan, sehingga memerlukan perwujudan sikap dan perilaku toleransi, saling menghargai dan menghormati satu sama lain, dan sebagainya. Hal ini selaras dengan jiwa dan semangat semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang didukung masyarakat Indonesia. Persoalan pokok adalah bagaimana perbedaan dibingkai dalam persatuan dan kesatuan sebagai kehidupan berbangsa dan bernegara, bukannya menjadikan potensi konflik dan perpecahan. Nilai-nilai demokrasi dan kebebasan dengan mendukung komitmen konsensus nasional masih merupakan pekerjaan rumah yang perlu disebarkan dan ditanamkan secara meluas.

Kebebasan yang diberikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia tidaklah serupa dengan nilai kebebasan yang dianut oleh bangsa lain yang mendukung sistem liberalisme. Dalam sistem Liberal kebebasan sebesar-besarnya diberikan kepada individu, sebaliknya kebebasan yang didukung oleh masyarakat dan budaya Indonesia terkait dengan kondisi dan situasi lingkungan sosial di sekitar. Artinya meskipun kebebasan diberikan pada individu, seperti kebebasan berkarya, bekerja, berserikat, berpendapat, dan sebagainya yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang, namun kebebasan itu sejauh tidak merugikan kepentingan masyarakat yang lebih luas, kebebasan individu dihubungkan dengan keseimbangan dan dinamika kehidupan masyarakat yang konstruktif, dan seharusnya menghindarkan kebebasan yang kebablasan anarkis, dan destruktif.

Kehidupan masyarakat madani memberikan penekanan pada supremasi dan penegakkan hukum sebagai pedoman keteraturan dan ketertiban masyarakat. Sejak diikrarkan Proklamasi kemerdekaan RI, founding father menegaskan, pendirian kehidupan bangsa dan negara Indonesia berdasarkan hukum. Artinya hukum haruslah dijadikan panglima yang mengatur segenap aspek kehidupan, baik berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan maupun hak dan kewajiban warga  negara. Persoalan yang dihadapi sampai saat ini adalah rendah dan lemahnya pemahaman dan kesadaran sebagaian besar masyarakat kita terhadap supremasi hukum yang berlaku.

Bahkan penerapan hukum yang seharusnya berlaku untuk siapa saja, tanpa membedakan pemilikan status, derajat, atau lain sejenisnya, tidak jarang bertentangan dengan kenyataannya. Penyebaran dan penanaman nilai supremasi dan penegakkan  hukum secara konsisten dan konsekuen dengan prinsip kedudukan yang sama di mata hukum, perlu secara intensif dilakukan selaras dengan keinginan menuju masyarakat modern dan beradab. ***