Si Papah yang Terlupakan atau Sengaja

Si Papah yang Terlupakan atau Sengaja

Kemiskinan sampai saat ini masih menjadi masalah utama di Indonesia. Dari data statistik lebih kurang 28 persen masyarakat Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. Permasalahan ini tentunya juga menjadi masalah di Riau dan kabupaten kota di Riau. Tidak terkecuali di Indragiri Hulu.

Jumlah penduduk miskin di Inhu sejauh ini dari data yang ada lebih kurang 8 persen dari 400 ribu penduduk salah satu kabupaten tertua di Riau ini. Tapi tidak tahu data tersebut valid atau tidaknya, karena kenyataan di lapangan jumlah teraebut kayaknya tidak layak, karena jika memang betul, ini tentunya data yang kecil dan bisa menjadi fokus untuk pemerintah mengatasinya, namun yang ada semua berbanding terbalik.

Jangankan penduduk miskin yang ada di daerah Rakit Kulim seperti di Desa Talang Sungai Limau yang diakui Kades, dimana penduduknya 70 persen hidup kurang mampu namun tidak mau dipercaya Pemkab Inhu. Penduduk miskin yang ada di sekitar pusat pemerintahan Pemkab Inhu, malah tidak terlihat dan tidak ada laporannya baik dari RT RW, lurah, camat maupun dinas sosial.

Ruslan (50) warga Pematang Reba, dimana kantor-kantor yang secara megah sudah dibangun pemerintah Inhu dan menjadi pusat pemerintahan, harus tinggal di bawah gubuk reot beratapkan rumbia, itu pun tidak bisa melindungi dirinya beserta istri dan 6 anaknya dari hujan dan panas.

Jika pendataan masyarakat miskin dilakukan dengan benar tentunya nasib Ruslan tidak akan seperti itu. Buruh serabutan yang sudah sakit-sakitan tersebut tidak pernah menikmati program pemerintah seperti Rumah Layak Huni, Raskin dan lainnya. Kalau begitu kemana  bagian Kesra menyalurkan miliaran rupiah Bansos untuk masyarakat. Apakah betul-betul disalurkan kepada yang berhak atau tidak ya?

Apakah si papah ini tidak terdata, sengaja tidak didata, sudah didata tapi tidak masuk kategori atau sudah terdata dan masuk kategori tetapi tidak menerima penyalurannya. Karena jika dipikir tinggal di wilayah yang masih kelurahan dan tidak jauh dari pusat pemerintahan Inhu, tidak mungkin tidak terlihat dan diketahui, minimal oleh RT, atau para pejabat tersebut sengaja menutup mata mereka terhadap permasalahan ini.

Ruslan saat ini tentunya sangat berharap adanya perubahan terhadap kehidupannya, minimal dalam waktu dekat, gubuk tempat bernaungnya bisa baik dan mereka tidak lagi harus khawatir jika hujan menetes dan ketika terik matahari menembus atap mereka yang memang tanpa penyaring tersebut bisa menjadi atap yang layak dijadikan tempat berlindung.

Berharap dari program Rumah Layak Huni, sepertinya belum masuk daftar dan tentu akan membutuhkan proses yang sangat panjang, sementara Ruslan membutuhkannya secepat mungkin. Tentunya yang diharapkan hanya ukuran tangan para dermawan atau pihak swasta  dapat secara sukarela menyalurkan bantuan untuk Ruslan sekeluarga.

Kita tentunya juga berharap agar aparat pemerintah dapat betul-betul bekerja dengan baik sampai ke tingkat RT. Sehingga dana untuk masyarakat miskin betul-betul tersalurkan dan tepat sasaran, bukan disalurkan berdasarkan kepentingan atau nepotisme yang pada akhirnya dana tersebut diterima oleh mereka yang tidak berhak untuk menerimanya. Jadilah orang-orang seperti Ruslan, hanya bisa pasrah dengan keadaan mereka. ***