Karhutla 2015, Catatan Kelam Riau

Karhutla 2015, Catatan Kelam Riau

PEKANBARU (HR)-Malapetaka kebakaran hutan dan lahan yang menimpa Riau sepanjang tahun 2015 lalu, merupakan catatan kelam bagi Bumi Lancang Kuning.

Hal itu disebabkan begitu dahsyatnya dampak yang dirasakan masyarakat Riau. Malapetaka itu sebenarnya bisa dihindari, kalau saja pemerintah  benar-benar serius melakukan pencegahan, karena sudah Karhutla aturan yang mengaturnya.

Hal itu dilontarkan Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Woro Supartinah, dalam Catatan Akhir Tahun 2015 Jikalahari, Senin (4/1).

Dikatakan, dari data yang pada pihaknya, kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) tahun 2015 telah mengakibatkan lima warga Riau meninggal dunia. Sedangkan yang menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) mencapai 81.514 orang.

Dalam rilis yang bertajuk Rakyat Riau Terpapar Polusi Kabut Asap, Buruk Rupa Tata Kelola Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Woro menyebutkan, kabut asap terparah sudah berlangsung sejak Juni hingga November 2015. Selama kurun waktu itu, Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) selalu berada di level Berbahaya. Bahkan, melebihi ambang batas ISPU.

"Andai saja, kinerja pemerintah pusat dan daerah selangkah lebih maju dibanding pembakar hutan dan lahan gambut, rakyat  Riau tidak akan terpapar polusi kabut asap dan meninggal dunia," ungkap Woro.

Meski kabut asap telah mulai dirasakan sejak Juni, namun Pemprov Riau baru menetapkan status Tanggap Darurat pada 14 September 2015. Itupun setelah rakyat Riau mendesak Presiden Joko Widodo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, melalui media sosial.

Sedangkan terkait korban, Woro menyebutkan tiga di antaranya adalah anak kecil dan dua orang dewasa. Lebih dari 97.139 warga korban polusi kabut asap, menderita ISPA sebanyak 81.514 orang, Pneumonia 1.305 orang, asma 3.744 orang, iritasi mata 4.677 orang, dan iritasi kulit 5.899 orang. "Bandara tutup  hampir dua  bulan. Sekolah  libur. Warga  mengungsi," tambahnya.

Dikatakannya, Karhutla tersebut masih bisa berlangsung, karena pemerintah daerah dan pusat dinilai tidak menjalankan Peraturan Gubernur Nomor 5 Tahun 2015 dan Mou Presiden Jokowi-KPK, yakni Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA). "Akibatnya, sepanjang tahun 2015, deforestasi dan ISPU," kata Woro Supartinah.

Deforestasi Berlanjut Tak hanya itu, degradasi lahan gambut di Riau juga masih terus terjadi. Dari pantauan Citra satelit Landsat 8, menunjukkan luas hutan Riau tersisa pada 2015 sekira 1.644.862,00 hektare. Data tutupan hutan Jikalahari tahun 2013, sebut Woro, luasan hutan tersisa sekitar 2.005.512,96 hektare.

"Perkiraan bahwa luas hutan yang mengalami deforestasi sepanjang 2013 hingga 2015, sekitar 373,373.07 hektare. Sekitar 139,552.95 hektare, deforestasi terjadi pada kawasan konsesi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). Sisanya, sekitar 233.820,12 hektare berada di kawasan bukan IUPHHK," paparnya.

Sementara, untuk korporasi penyumbang deforestasi terbesar, kata Woro, yakni PT Riau Andalan Pulp & Paper seluas sekitar 29.330,36 hektar, dan PT Sumatera Riang Lestari seluas sekitar 10.958,79 hektar. Kedua grup ini terafiliasi dengan APRIL (Raja Golden Eagle milik taipan Sukanto  Tanoto).

Kasus  lainnya, terang Woro, konflik berkepanjangan rakyat melawan APP dan APRIL  terus berlangsung. Politisasi Rencata Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau, dimana moratoriumnya tidak efektif. "Penegakan hukum korporasi karhutla tahun 2013 hingga 2014 belum semua naik ke proses pengadilan," tegasnya.

"Polusi kabut asap tidak perlu terjadi apabila Pemerintah Pusat dan Daerah lebih awal melakukan pencegahan dan melaksanakan Pergub Nomor 5 Tahun 2015 tentang pencegahan karhutla dan. Mengimplementasikan 19 Renaksi GN PSDA," sambung perempuan Koordinator  pertama  Jikalahari tersebut.

68 Tersangka Terpisah, Kabid Humas Polda Riau, AKBP Guntur Aryo Tejo, mengatakan, sejauh ini Polda Riau telah menetapkan 68 tersangka pelaku Karhutla di Riau sepanjang tahun 2015 lalu. Lima diantaranya berasal dari kalangan perusahaan.

"Ada 71 LP (Laporan Polisi,red) yang masuk ke Polda Riau dan jajaran. 53 LP yang melibatkan perorangan dan 63 tersangka ditahan. Sedangkan, untuk tersangka korporasi ada 18 LP dengan empat tersangka ditahan," terangnya.

Dirincikan Guntur, dari 71 LP tersebut, terdapat 68 orang tersangka, dimana lima orang tersangka ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Riau. Yakni, dua orang dari PT Langgam Inti Hibrindo (LIH) yang beroperasi di Kabupaten Pelalawan, yaitu Frans Katihokang selaku Manager Operasional PT LIH, dan I Nyoman Widiarsa, selaku Direksi yang mewakili korporasi.

Selain PT LIH, penyidik juga telah menetapkan PT Palm Lestari Makmur (PLM) yang beroperasi di Kabupaten Indragiri Hulu sebagai tersangka, dimana tiga orang petinggi perusahaan telah dilakukan penahanan, yaitu Edmon John Pereira selaku Manager Plantation, Nischal M Chotai sebagai Manager Finance dan Iing Joni Priana selaku Direktur.

"Dua tersangka merupakan warga negara asing yakni EJP dari Malaysia dan NMC dari India," lanjut Guntur.

Lebih lanjut, Guntur juga mengatakan kalau pihaknya juga tengah melakukan proses penyidikan terhadap 19 LP. Sedangkan, 4 LP sudah dilimpahkan ke kejaksaan untuk dilakukan penelaahan, atau tahap I. "Sedangkan 48 LP sudah dinyatakan lengkap atau P21," tukas Guntur.

Untuk mengantisipasi terjadi karlahut di tahun 2015 lalu, sebut Guntur, sebanyak 40.664 lembar maklumat telah disebar. Selain itu, juga dilakukan kegiatan penyuluhan ke 14.115 orang, pemasangan spanduk larangan membakar lahan di 1.573 lokasi, serta FGO sebanyak 1.079 kegiatan.(dod)