Genjot Perekonomian Riau

Sektor Pariwisata Riau Memiliki Potensi Besar

Sektor Pariwisata Riau Memiliki Potensi Besar

Guna menopang perekonomian Riau yang masih mengalami perlambatan dan diprediksi kondisi ini akan terus berlanjut hingga 2016 mendatang. Maka perlu alternatif sektor lain yang bisa menambah pendapatan daerah, tidak hanya bergantung pada pada sektor perkebunan dan migas saja.

Demikian diungkapkan Plt Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rahman dalam acara pertemuan tahun Bank Indonesia, sekaligus digelarnya Seminar Nasional membahas Tantangan Pengembangan Ekonomi Daerah Ditengah Dinamika Perlambatan Ekonomi Global, Selasa (22/12) di aula pertemuan Bank Indonesia yang dihadiri oleh seluruh perbankan, sektor usaha dan forkompida di Riau.

Menurut Plt Gubri, untuk meredam terjadinya gejolak ekonomi tersebut, Pemerintah Provinsi Riau bersama dengan instansi terkait akan terus berupaya melakukan peningkatan sektor pendapatan.
Dengan mendorong sektor pariwisata sebagai sumber pendapatan daerah, karena banyak potensi yang ada di Riau yang belum dimaksimalkan.

"Selama ini, masyarakat hanya terbuai dengan sektor wisata didaerah lain. Padahal jika dimaksimalkan, banyak tempat wisata yang dimiliki Riau yang bisa menarik banyak wisatawan. Hingga 2019, kita menargetkan pendapatan dari sektor pariwisata sebesar 40.000 $, dengan penambahan jumlah wisman diangka 30-40 ribu setiap tahunnya," ujar Andi, sapaan akrabnya.

Lebih lanjut, Andi diharapkan, kepada perbankan agar bisa mendorong seluruh sektor usaha. Mulai dari kemudahan pinjaman modal maupun pemberian bunga yang tidak memberatkan. Ini bertujuan untuk pengembangan perekonomian Riau agar lebih baik lagi ke depannya.

Selain itu, diharapkan adanya sinergisitas antar seluruh instansi terkait terkait dengan pembiayaan. Hal ini agar tidak terjadinya penggandaan pengajuan biaya, untuk alokasi 1 proyek.

Hal yang sama juga turut disampaikan Kepala Kantor Bank Indonesia, Ismed Inono menuturkan, sejak tiga tahun terakir pertumbuhan ekonomi Riau masih berada pada level dibawah. Di mana disektor perkebunan dan migas mengalami penurunan, sementara pendapatan masyarakat lebih kurang 51 persen tergantung pada sektor tersebut.

"Kita memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2016 akan tumbuh diangka 5,2 hingga 5,6 persen, dengan inflasi diangka 3-4 persen. Penurunan juga terjadi pada kredit perbankan, yang disebabkan karena melambatnya kredit modal kerja. Sementara pertumbuhan kredit investasi dan konsumsi juga masih terbatas.

Sementara itu, pakar ekonomi yang juga dosen UGM dan Chief Economist Bank BRI Anggito Abimanyu menyarankan, agar Riau tak lagi bertumpu pada sektor minyak dan gas (migas) serta perkebunan kelapa sawit.

Menurutnya, untuk menambah pendapatan daerah Riau perlu mencari alternatif lain yang memungkinkan untuk menggerakan roda perekonominnya.

"Jadi cuma mengandalkan migas dan perkebunan, karena saat ini kondisinya berbeda," tegasnya.

Riau sebagai salah satu daerah di Indonesia yang mengalami penurunan APBD dan pertumbuhan ekonomi yang negatif. Tentunya harus memiliki alternatif lain guna mendorong sektor ekonomi, karena banyak potensi yang dimiliki. Salah satunya dengan bekerja sama dengan stake holder yang membuat blue print transformasi ekonomi.

"Bisa dengan peningkatan peran APBN dan APBD, memanfaatkan SilPa yang demikian besar atau bekerjsama dengan pihak perbankan untuk mencarikan solusinya," kata Anggito.

Di tengah perlambatan ekonomi global, ia masih sangat optimis jika ke depan perekonomian akan bisa membaik dengan catatan, ada upaya perbaikan oleh pemerintah pusat dan daerah.***