Azmun Jaafar Dipindah ke Lapas Pekanbaru

Azmun Jaafar Dipindah ke Lapas Pekanbaru

PEKANBARU (HR)-Tempat penahanan mantan Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar, dipindahkan dari sel Mapolda Riau ke Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pekanbaru, Selasa (22/12).

Pemindahan dilakukan setelah tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan perkantoran Bhakti Praja Pemkab Pelalawan tersebut menjalani proses tahap II atau pelimpahan tersangka dan barang bukti dari Penyidik Ditreskrimsus Polda Riau kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dari pantauan lapangan, Azmun Jaafar dibawa menuju Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, sekitar pukul 15.00 WIB. Azmun yang mengenakan kemeja warna biru didampingi penasehat hukumnya, Suhendro SH dan sejumlah kerabatnya.

Di ruangan Pidana Khusus Kejati Riau, JPU tampak memeriksa dokumen tahap II dan sejumlah barang bukti yang diserahkan Penyidik. Selanjutnya, sekitar pukul 18.30 WIB, Azmun Jaafar dibawa menuju Lapas Kelas IIA Pekanbaru, untuk menjalani penahanan. Tidak ada keterangan yang diberikan Azman Jaafar terkait proses penahanan tersebut.

Sementara itu, Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pangkalan Kerinci, Yuriza Antoni, mengatakan, nantinya kasus itu akan ditangani JPU yang terdiri dari Yuriza Antoni selaku Ketua Tim, dengan anggota Tim, yakni Julius Antoni, Sri Mulyani Anom, Delmawati, dan Arie Purnomo.

Setelah proses ini, pihaknya akan menyiapkan dakwaan untuk dilimpahkan ke pengadilan. "Dalam waktu dekat, berkas perkaranya akan dilimpahkan ke pengadilan," tandas Yuriza.

Buktikan di Persidangan
Terpisah, penasehat hukum Azmun Jaafar, Suhendro, menyatakan kliennya siap menghadapi perkara tersebut. "Tentunya, beliau (Azmun Jaafar,red) harus siap menghadapi kasus ini," ujarnya.

Menurutnya, pihaknya memiki sisi yang berbeda dibandingkan tinjauan yang digunakan Penyidik. "Kalau dari sisi dari PH pasti berbeda dengan penyidik. PH akan melihat apakah yang dituduhkan itu terbukti. Itu akan dibuktikan di pengadilan. Kita akan siapkan saksi-saksi yang meringankan dan sejumlah alat bukti lainnya," tegasnya.

Lebih lanjut, Suhendro juga menanggapi mengenai status pembebasan bersyarat terhadap Azmun Jaafar dalam kasus kehutanan yang ditanani KPK. Meskipun dirinya belum bisa menyimpulkan, apakah dengan adanya kasus ini akan mempengaruhi pembebasan bersyarat tersebut.

"Tapi, kita berharap ini (kasus Bhakti Praja) tidak ada pengaruhnya terhadap pembebasan bersyaratnya. Karena, kasusnya berdiri sendiri. Begitu juga dengan waktu kejadiannya juga berbeda (antara kasus kehutanan dan Bhakti Praja Pelalawan,red)," pungkas Suhendro.

Untuk diketahui, sebelumnya Tengku Azmun Ja'afar ditahan di Sel Tahanan Mapolda Riau, Rabu (9/12). Hal tersebut dilakukan setelah berkas perkaranya dinyatakan lengkap atau P21. Sebelum dilakukan penahanan, Azmun Ja'afar ditangkap Penyidik Polda Riau saat berada di kediamannya, di Jalan Lumba-Lumba Pekanbaru, Selasa (8/12).

Penanganan perkara terhadap mantan orang nomor satu di Negeri Seiya Sekata ini dilakukan oleh Penyidik Polda Riau, atas amanah dari putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru saat menjatuhkan vonis terhadap mantan Wakil Bupati Pelalawan, Marwan Ibrahim, yang menjadi terdakwa dalam kasus yang sama.

Dalam putusannya kala itu, majelis yang kala itu dipimpin Hakim Ketua, Achmad Setyo Pudjoharsoyo, meminta penyidik untuk menindaklanjuti perkara dengan memeriksa Tengku Azmun Jaafar. Dalam perkara ini, kala itu hakim menilai, Azmun menjadi orang yang juga bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini.

Selain itu, dari kesaksian ketujuh terpidana, yakni Syahrizal Hamid, Lahmuddin, Al Azmi, Tengku Alfian Helmi, Rahmad, Tengku Kasroen, dan Marwan Ibrahim, serta bukti-bukti terkait maka mengarah ke Tengku Azmun Jaafar sebagai pihak yang turut bertanggungjawab dalam pengadaan lahan yang terjadi pada 2002, 2007, 2008, 2009 dan 2011.

Tengku Azmun Jaafar kemudian ditetapkan sebagai tersangka, pada 12 Mei 2014 lalu. Dalam kasus ini, ia dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (dod)