Akhir dari Drama Pilkada 2015

Akhir dari Drama Pilkada 2015

Pesta demokrasi Pilkada Serentak 2015 telah usai. Khusus, Pilkada serentak di Riau, secara tersirat sosok-sosok pemenang sudah mendekati kebenaran.

Ada kemenangan dan ada kekalahan, merupakan salah satu episode perjuangan politik yang dilakukan pelaku peserta pesaing Pilkada 2015. Ada kekeceriaan kemenangan dan kekecewaan mendalam yang mengalami kemenangan tertunda, itu juga merupakan bagian perjuangan politik.

Namun yang perlu dimaklumi, pertarungan politik Pilkada serentak merupakan perebutan kekuasaan secara menyeluruh dalam satu wilayah kabupaten/kota. Ini artinya, dalam wilayah itu akan terjadi prahara perubahan menyeluruh, baik di internal pemerintahan, BUMD, hingga kepada organisasi kemasyarakatan.

Sekelompok pemenang dengan gegap gempita menyambut dengan suka cita. Dan bagi saya itu sangat lazim. Siapapun rezim yang berkuasa pasti menginginkan perombakan sistem dengan mengedepankan sekelompok yang loyal dengan perjuangan politik sang pemenang.

Namun bagaimana dengan kandidat yang kurang beruntung, memang diakui sangat sulit mengakui kemenangan pesaingnya. Dia tidak akan ikhlas menerima kekalahan dan akan melupakan jauh-jauh “siap menang dan siap kalah”. Dan yang ada cuma “siap menang tidak siap kalah”.

Tak siap kalah itu sangat wajar, karena tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan untuk biaya tahapan hingga saat pencoblosan Pilkada.

Rasa optimis akan menang saat-saat pendukung dan kelompok oportunis mengeluarkan janji manis kemenangan di depan mata, justru sirna begitu saja disaat perolehan suara tidak begitu maksimal. Sehingga yang terbayang justru selain  beban utang yang harus diselesaikan, juga sudah banyak aset yang disimpan selama ini harus berpindah tangan kepada orang lain.

Politik kata kebanyakan orang merupakan pekerjaan yang sangat kejam. Itupun tergantung siapa yang menafsirkan kata politik itu sendiri, karena bagaimanapun kerjaan politik selain membutuhkan anggaran besar dan pengorbanan waktu, juga beresiko berurusan dengan hukum.

Tapi itulah, hasil perjuangan pelaku politik. Siapa yang mampu mengemas sebuah perjuangan akan membuahkan hasil, termasuk didukung penuh konstituen. Namun yang sangat menyakitkan justru saat ada calon ikut bertarung, ternyata yang bersangkutan telah menjadi musuh bersama, baik pesaing calon maupun masyarakat itu sendiri.

Tahniya buat sang pemenang, dan bersabar buat yang belum beruntung. Masih ada lima tahun lagi untuk bertarung.***