Imam Salat

Imam Salat

Tentu kita tahu yang dimaksud dengan imam, walaupun banyak pengertiannya, seperti kelompok Sunni dan Syiah ternyata berbeda pengertian tentang imam. Menurut Sunni imam bukanlah jabatan dan bukan pula warisan, tidak pula memiliki sifat suci. Menurut Sunni imam tidak lain seorang muslim yang taat dan berilmu tentang agama.

Kita kenal imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, Imam Hambali, Imam Al-Ghazali, Imam Bukhari, Imam Muslim, dst. Dalam kajian fiqih istilah imam salat yaitu seseorang yang diangkat atau ditunjuk untuk memimpin salat berjamaah. Imam salat syaratnya sama dengan yang berlaku terhadap sahnya salat, ditambah kefasihan baca Alquran, berpengetahuan dalam agama. Jika terdapat syarat yang sama diutamakan yang senior di antara mereka.

Sekarang ada problematika imam masjid, yaitu kebiasaan imam yang oleh sebagian besar makmum kurang diterima, sehingga ada yang dijadikan alasan untuk tidak salat ke masjid tersebut. Kebiasaan pertama, suka ayat panjang walau tak tahu artinya.

Kedua, memperpanjang sujud akhir dan tahiyat akhir ketika salat berlangsung karena baca doa. Selanjutnya ada pula imam membaca Al-fatihah dengan relatif lambat. Menurutnya memberi waktu kepada Allah menjawab setiap ayat yang dibaca dan tak boleh dirangkai. Intinya imam terlalu berlebihan dalam melaksanakan tugasnya sebagai imam salat, walaupun barangkali mereka punya dasar atau alasan juga.

Ada beberapa pandangan tentang imam salat. KH Hidayat Nur Wahid: Imam yang membuat makmum tidak khusuk atau gelisah dalam salat karena imam terlalu lama dan panjang, dosanya ditanggung oleh imam. Menurut Ustaz Bachtiar Nasir (Konsultan Agama Harian Republika): “Bahwa memanjangkan sujud dan tahiyat akhir diperbolehkan, khusus bagi yang salat sendiri. Sedangkan pada salat jamaah tidak ada dalilnya“.

Begitupula Ensiklopedi Hukum Islam menyatakan bahwa imam dalam mengimami salat disunnahkan meringkaskan atau tidak terlalu berpanjang-panjang. Dasarnya, Hadis Rasulullah (HR Bukhari):
“Apabila salah seorang di antaramu mengimami salat, maka hendaklah ia meringankan, karena makmum dibelakang ada yang lemah, sakit, tua, dan segera ketempat tugas atau ada keperluan yang mendesak. Tapi jika ia salat sendiri dibolehkan ia berpanjang-panjang sesuka hati“.

Cukup jelas bagaimana mengimami salat berjamaah, akan tetapi oleh karena kurangnya pemahaman tentang imam ini oleh makmum maupun pengurus, maka terjadilah pembiasaan-pembiasaan malah pembenaran-pembenaran. Menurut sebagian besar makmum dan pengurus justru imam yang hebat itu adalah yang suaranya bagus dan ayat ayat panjang.

Sebaliknya jika imam membaca ayat-ayat pendek seperti surat Al-Ikhlas, Al-Kautsar dan juga Al-Asr dianggap tidak bagus. Padahal ayat-ayat tersebut filosofisnya sangat tinggi (seperti ayat tauhid, ayat disiplin, ayat membiasakan berkorban). Tapi ya begitulah yang kita lihat di sebagian besar masjid. Pernah terjadi imam membaca ayat panjang-panjang, tahu-tahu lupa, sedangkan makmum termasuk saya tidak hafal pula untuk mengingatkan.

Apa yang terjadi? Diam dan memalukan. Barangkali tidak salah melalui tulisan ini kita beri masukan kepada imam-imam sekaligus pengurus masjid yaitu jangan sungkan-sungkan mengevaluasi masalah imam. Sekaligus memahami betul seluk beluk tentang imam. Jangan hanya modal hafal dan suara bagus saja. Lebih diutamakan keilmuannya dan senioritas.

Sering pula terjadi ketika sholat jumat, khatibnya khutbah berpanjang-panjang, imampun tak mau kalah, ikut pula berpanjang-panjang. Islam butuh orang-orang yang berilmu amaliyah dan beramal ilmiah, sehingga tidak terganggu kenyamanan serta kegairahan orang salat berjamaah ke masjid. Semoga apa yang kita lakukan punya dasar yang kuat dan diterima orang banyak. Wallahua’lam.***