Sidang Dugaan Suap APBD Riau

Sampaikan Replik, JPU Tetap pada Tuntutan

Sampaikan Replik,  JPU Tetap pada Tuntutan

PEKANBARU (HR)-Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan tetap pada tuntutannya, yakni menuntut terdakwa Ahmad Kirjuhari selama 4 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan Hal itu disampaikan JPU KPK pada sidang lanjutan kasus dugaan suap pengesahaan APBD-P Riau tahun 2014 dan APBD Riau tahun 2015, di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Kamis (10/12). Sidang kemarin mengagendakan tanggapan JPU atas pembelaan terdakwa atau replik, atas pembelaan yang disampaikan terdakwa dan tim kuasa hukumnya, dalam sidang sebelumnya.

Dalam replik yang dibacakan bergantian oleh Tri Anggoro Mukti dan Arin Karniasari, JPU KPK menegaskan jika perbuatan Akir, demikian terdakwa bisa disapa, telah memenuhi unsur pelanggaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

"Tidak perlu menunggu pelaku utama diadili dalam perkara tersebut. Jaksa berwenang mengajukan perkara terpisah-pisah. Dakwaan sudah sesuai perundang-undangan, dan yurisprudensi hukum yang ada," ungkap JPU Tri Anggoro dalam repliknya.

Dalam perkara ini, JPU menilai bahwa terdakwa bersama-sama dengan Johar Firdaus, Suparman, dan Riki Hariyansyah, ikut terlibat dalam pembahasan anggaran daerah, yang berbuntut kepada terjadinya aksi suap tersebut.

JPU KPK juga menyinggung nota pembelaan yang disampaikan terdakwa pada persidangan sebelumnya. Saat itu, Akir mengakui kesalahannya dan menyesali perbuatannya.

"Pernyataan pembelaan diri sendiri yang disampaikan terdakwa jelas menyesali perbuatan yang dilakukan bersama-sama," lanjut JPU KPK.

Dengan berbagai penjelasan dan pertimbangan hukum, JPU KPK menyatakan menolak nota pembelaan dan meminta majelis hakim yang diketuai Masrul, untuk menghukum terdakwa karena bersalah melanggar UU Tipikor sebagaimana dalam dakwaan JPU.
 
"Kami tetap pada tuntutan kami yang telah disampaikan dalam persidangan sebelumnya. Menolak pledoi dan menyatakan terdakwa bersalah," tegas JPU.

Menanggapi replik tersebut, Akir melalaui penasehat hukumnya, Khairul Salim langsung menanggapinya atau duplik. Penyampaian duplik tersebut dilakukan secara lisan.

Penasehat Hukum berpandangan ada dua perbuatan yang terjadi, yakni perbuatan pada proses APBD P Riau tahun 2014 dan perbuatan pada APBD Riau tahun 2015. Dari kedua perbuatan tersebut, hanya satu yang dinilai mengandung unsur pelanggaran tindak pidana, yakni pembahasan APBD Riau 2015.

"Sementara proses 2014 (APBDP Riau tahun 2014,red), apakah perdebatan alot merupakan perbuatan tercela. Sehingga kami berpendapat 2014 itu terbukti tapi bukan pidana. Sementara, pembahasan APBD Murni tahun 2015 inprosedural dan pidana," sebut Salim.
 
Atas alasan inilah, Salim meminta agar JPU KPK tidak menggabungkan kedua perbuatan menjadi dalam satu kesatuan perbuatan yang melanggar pidana. Seharusnya JPU memisahkan kedua perbuatan tersebut. "Kami melihat JPU menyatukan kedua perbuatan tersebut," pungkasnya.

Sebelumnya, terdakwa Ahmad Kirjuhari dituntut pidana penjara selama 4 tahun, dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.

Oleh JPU, Akir dinilai melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Akir terbukti secara dengan sengaja menerima janji dan barang untuk melaksanakan bukan sesuai tugasnya selaku Anggota DPRD Riau Periode 2009-2014. Ia menerima uang dari Suwarno senilai Rp1,1 miliar untuk melancarkan pengesahaan APBDP 2014 dan APBD Riau 2015.

Pada Pembahasan APBD P Riau tahun 2014, Akir merupakan Anggota Badan Anggaran (Banggar) akan tetapi ketika pembahasan APBD Riau 2015 ia tidak masuk ke dalam anggota Banggar.(dod)