dewan Sesalkan, puluhan Wartawan Kecam Arogansi Aparat

Kapolda Minta Maaf

Kapolda Minta Maaf

PEKANBARU (HR)-Kapolda Riau, Brigjen Pol Dolly Bambang Hermawan, mengaku sebagai orang yang bertanggungjawab atas tindakan anggotanya yang melakukan penganiayaan terhadap salah seorang wartawan, Zuhdy Febrianto. Untuk itu, ia meminta maaf kepada seluruh insan pers.

Demikian disampaikannya saat menerima puluhan awak media dari berbagai media dan organisasi profesi wartawan yang tergabung dalam Solidaritas Wartawan untuk Transparansi (Sowat), di ruang Tribarata Mapolda Riau, Senin (7/12).

"Terus terang saya prihatin (atas kejadian tersebut). Kalau ditanya siapa yang bertanggungjawab, Saya yang bertanggungjawab. Saya minta maaf atas kelemahan anggota saya," ungkapnya saat didampingi Wakil Kapolda Riau, Kombes Pol Joko Hartanto, dan Kabid Humas Polda Riau, AKBP Guntur Aryo Tejo.

Bukan untuk pembenaran, namun menurut Kapolda Riau, anggota kepolisian sudah dua minggu menerapkan pola yang tidak umum dalam suatu tindakan pengamanan.

yakni dalam pengamanan Kongres Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) XXIX di Pekanbaru."Namun saya tidak menjustifikasi. Ini manusiawi. Tapi, secara pribadi dan kesatuan, saya minta maaf kepada media," ungkapnya menegaskan.

Kapolda Lebih lanjut, Dolly menyebut akan memberi tindakan yang tegas terhadap anggotanya yang melakukan kesalahan. "Selama ini saya tidak pernah membiarkan anggta saya yang membuat kesalahan. Proses akan tetap kita jalani," lanjut Kapolda.

Untuk itu, Polda Riau meminta bantuan awak media dari hasil rekaman yang dimiliki. Hal tersebut akan membantu dalam proses penyelidikan yang dilakukan."Saya minta Kabid Propam untuk proaktif. Kita juga minta kerja sama dari rekan-rekan. Tanpa bantuan itu, pooses itu akan lama," tukas Dolly.

Dalam kesempatan tersebut, Dolly berharap agar kemitraan antara wartawan dan Polda Riau yang terjalin selama ini terus dijaga. Keduanya, sebut Dolly, saling membutuhkan. Tidak ada yang lebih, tidak ada pula yang direndahkan.

"Kita akan mengevaluasi, prosedur, penyimpangan atau kelalaian secara interen. Kita tidak berharap kejadian seperti ini terulang. Tidak hanya kepada wartawan, kepada masyarakatpun sama. Itu komitmen kita. Di satu sisi, saya juga berharap, rekan-rekan media untuk juga intropeksi diri. Mari kita sama-sama mengevaluasi," katanya lagi.

Sebelumnya, di hadapan Kapolda Riau dan sejumlah Pejabat Utama Polda Riau, perwakilan wartawan menyampaikan kecaman keras terkait sikap arogansi oknum polisi dalam pengamanan Kongres Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Gelanggang Remaja Pekanbaru, Sabtu (5/12) kemarin, yang berujung jatuh korban di pihak wartawan.

"Kejadian yang sangat disayangkan. Kami yang merupakan mitra, malah dipukuli," kecam Rian Anggoro dari Pewarta Foto Indonesia (PFI) Pekanbaru selaku Koordinator Aksi Solidaritas tersebut.

Kecaman lebih keras juga disampaikan Fachrurrozi selaku Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Riau, yang merupakan Pemimpin Redaksi media tempat Zuhdy bernaung. "Kalau ada di atas kata kutukan, kita akan pakai kata itu. Kami juga meminta jaminan agar kasus ini jalan terus. Tidak ada intervensi dari atas. (Kejadian seperti ini) Bisa saja terjadi pada kawan-kawan yang lain," sebut Rozy biasa dia disapa.

Sedangkan Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Riau, Peramasdino Syafri, menyebut isu kekerasan terhadap wartawan telah menjadi isu nasional. "Kami sepakat mengecam keras. Untuk itu, kami ingin Bapak Kapolda memberikan jaminan sesuai hukum yang berlaku. Karena wartawan dalam bertugas, dilindungi Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999," sebutnya.

Ditambahkan Rinal Sagita selaku Ketua Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Riau, dirinya sepakat dengan segenap organisasi pers lainnya, menuntut Polda Riau agar menangani kasus ini dengan transparan. Pihaknya masih meyakini Polda Riau masih menjadi mitra mdia.

"Dengan kepercayaan penuh, proses ini akan ditangani. Ini juga menjadi tantangan bagi kepolisian dalam hal ini Polda Riau. Kasus ini akan kami akan kami kawal dan pantau," tegas Rinal.

Tidak kalah keras, Yuki Chandra dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau menyebut kalau kejadian yang menimpa Zuhdy tersebut karena polisi bekerja telah keluar dari Standar Operasional Prosedur yang ditentukan. Menurutnya, pimpinan satuan anggota polisi yang berbuat anarkis tersebut harus bertanggungjawab.

"Atasan yang bersangkutan harus bertanggungjawab atas kejadian tersebut. Saat itu, ada tiga Perwira Menengah di sana. Perwira Pertama ada 6 orang di sana. Mengapa membiarkan anggotanya 'menggila' di sana," tanyanya heran.

Dia pun mendukung upaya melalui jalur hukum yang akan ditempuh rekan-rekan pers. Termasuk ke ranah Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Riau. "Jangan hanya kepada petugas, kepada pimpinan pasukan tersebut juga ditindak. Kami juga akan membawa kasus ini ke jalur hukum," tandasnya.

Ditutup Kapolda Riau, pihaknya menegaskan akan menindaklanjuti kasus ini. "Percaya, akan kita tindaklanjuiti. Saya tidak pernah melindungi anggota saya yang salah. Kalau benar, tentu akan kita tindak," tegas Kapolda Riau menutupi pertemuan.


Dewan Sayangkan

Wakil Ketua DPRD Pekanbaru Sigit Yuwono, menyayangkan sekaligus kecewa atas sikap arogan oknum aparat kepolisian yang memukul wartawan hingga kepalanya bocor saat kongres HMI.

"Kenapa harus memukul wartawan. Wartawan dan media itu sangat penting dalam menyampaikan informasi agar diketahui publik, harusnya aparat kan mengayomi." kata Sigit, saat dikomfirmasi wartawan Minggu (6/12).

Dikatakan Sigit, jika seorang menganggap wartawan atau media itu suatu ancaman dan hambatan itu merupakan sikap yang salah. Aksi pemukulan wartawan yang terjadi saat Kongres HMI akan menjadi bahan pertanyaan publik.

"Media berhak menyampaikan informasi baik jelek maupun tidak. Jadi, harus tahu dan tidak boleh semena-mena memukul wartawan, apalagi menyangkut pemberitaan yang umum," katanya lagi.

Politisi Demokrat ini juga menegaskan, bahwa kehadiran wartawan dan media massa di Pekanbaru telah banyak membantu kepala daerah atau kebijakan daerah tentang pembangunan di daerahnya, sehingga kekerasan yang digunakan kepada wartawan tidaklah tepat dilakukan.

"Kalau ada masalah terkait pemberitaan, seharusnya yang bersangkutan dipanggil dan dirangkul untuk menyelesaikan persoalan, serta memberikan hak jawab, jelaskan duduk persoalannya," tuturnya.

Dikatakan Sigit, kedepan semua aparat penegak hukum atau pejabat publik sekalipun, agar memberikan ruang yang baik dan benar kepada wartawan atau media yang membantu dalam hal publikasi, mengingat sudah ada aturan kerja wartawan atau media massa tersebut diatur Undang-Undang.

Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi A DPRD Riau, Taufik Arrakhman sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan oknum polisi, karena seharusnya menjadi polisi pelindung masyarakat tersebut.

"Tentunya, itu sangat kita sesalkan apa yang sudah dilakukan oknum pihak kepolisian ini dan mereka harusnya mengontrol diri," ungkap Taufik kepada wartawan kemarin di gedung DPRD Riau.

Menurut Politisi Gerindra ini, pimpinan kepolisian seharusnya mengingatkan bawahannya agar bisa menahan emosi mereka dalam bertugas.
"Kita tau mereka penat dengan kegiatan mereka di lapangan, seharusnya mereka melindungi bukan malah emosi melakukan pemukulan," ujar Taufik.

Disebutkan Legislator Dapil Pekanbaru ini, untuk proses hukum yang saat ini sudah berjalan diharapkan dapt berjalan sesuai aturan yang berlaku.
Meskipun, jika ada pembicaraan antara polisi dengan pihak korban tidak mengenyampingkan proses hukum yang sedang berjalan.

"Persoalan ini kan sudah masuk ke dalam proses hukum, kita harap ini agar berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku dan hal seperti ini jangan sampai terulang lagi," pungkas Taufik.***