Kolonialisme Selebritas

Kolonialisme Selebritas

TAYANGAN langsung TV tentang prosesi pernikahan selebritas yang mewah selama berjam-jam dalam beberapa hari membuktikan bahwa di negeri ini telah terbentuk semacam kolonialisme selebritas. Hal ini tampaknya sengaja dirancang untuk menandingi tradisi pesta pernikahan putra-putri bangsawan di berbagai daerah di negeri ini.

Kolonialisme selebritas juga tampak dipertegas dengan munculnya sesi acara nasihat untuk mempelai yang diberikan oleh bukan tokoh agama, melainkan seorang musisi dengan gaya ringan penuh canda. Tampaknya, masyarakat Indonesia cukup permisif terhadap kolonialisme selebritas ini.

Buktinya, tidak ada aksi unjuk rasa menentangnya. Bahkan, tayangan langsung proses pernikahan itu meraih rating tinggi dengan bukti banyaknya sponsor atau selingan iklan.

Meski demikian, sempat muncul protes di media sosial dari masyarakat yang intinya menyayangkan penggunaan frekuensi publik yang dianggap tidak bermanfaat bagi publik, di samping lembaga resmi seperti Komisi Penyiaran Indonesia yang konon melakukan teguran keras terhadap pihak stasiun TV terkait.

Namun, adanya protes dan teguran keras itu justru membuat tayangan prosesi pernikahan selebritas yang mewah di TV semakin menarik perhatian publik. Bagi yang semula tidak menonton justru penasaran ingin menontonnya.

Ke depan, tampaknya kolonialisme selebritas akan semakin merajalela karena masyarakat menyukainya. Dalam hal ini, kehidupan selebritas di TV yang serbamewah gemerlapan menjadi daya tarik yang memesona bagi masyarakat miskin, yang notabene mayoritas di negeri ini.

Selanjutnya, masyarakat akan berlomba-lomba menjadi yang paling fasih menceritakan perincian tayangan pernikahan di TV, seperti siapa saja selebritas yang dikenalnya hadir di pesta tersebut. Pada titik ini, siapa yang paling banyak mengenal selebritas lewat TV akan merasa paling bangga. Sebaliknya, siapa yang paling tidak mengenal selebritas, dia akan dianggap kurang gaul sehingga akan merasa malu.

Kolonialisme selebritas pasti akan terus menjajah budaya bangsa karena yang dipentingkan hanya rating alias popularitas semata tanpa peduli, apakah pantas atau tidak pantas menurut etika di dalam kehidupan nyata.

Satu contoh paling jelas kolonialisme selebritas adalah cium pipi kanan dan pipi kiri disertai tangan saling merangkul ketika selebritas laki-laki bertemu selebritas perempuan tanpa rasa malu, atau bahkan justru merasa bangga disaksikan publik. Bagi masyarakat religius seperti mayoritas masyarakat Indonesia, hal ini sering dianggap pemicu dekadensi moral. Karena itu, selalu ada elemen masyarakat yang memprotesnya. Namun, karena yang diprotes hanya sedikit, hal itu tetap dan terus berlangsung.

Kolonialisme selebritas layak diprediksi bakal semakin menjajah budaya bangsa kita, termasuk mereduksi tata krama jika semakin banyak masyarakat kita bersikap latah atau meniru-niru segala sesuatu yang dipamerkan di TV. Sialnya, masyarakat kita memang mudah latah atau suka meniru gaya hidup selebritas yang sering muncul di TV, khususnya yang telah tercerabut dari akar sosial budayanya, seperti mereka yang disebut manusia urban yang sekarang makin banyak menghuni perumahan-perumahan baru di berbagai kota.

Misalnya, sekarang makin banyak perumahan baru yang dihuni keluarga pendatang yang cenderung bergaya hidup eksklusif. Jika menggelar pesta pernikahan di hotel atau gedung yang diundang bukan tetangga sekitar, yang kebetulan kelas ekonominya rendah alias banyak yang miskin.

Lebih konkretnya, mereka bukan selebritas, tapi gaya hidupnya sangat mirip selebritas, menggelar pesta mewah yang dihadiri tamu dari jauh-jauh. Sedangkan tetangga dekatnya yang miskin-miskin tak ada yang hadir karena memang tidak diundang.

Selain itu, hidangan pesta biasanya bukan makanan dan minuman lokal, melainkan makanan dan minuman impor yang populer di negara-negara maju. Mereka terkesan sangat bangga hendak menghapus identitas budaya bangsanya sendiri. Maka itu, jika masyarakat kita mudah latah atau suka meniru mereka, jati diri kebangsaan kita akan semakin cepat terhapus.

Jika masyarakat latah terhadap selebritas, tentu imbasnya akan sangat kompleks. Yang sangat memprihatinkan jika misalnya ada selebritas menjual diri dengan harga sangat mahal, tapi justru makin sering muncul menjadi bintang tamu dalam acara atau talk show tanpa malu bahkan terkesan bangga lantas masyarakat latah. ***
Wakil Rektor III Universitas Sains Al-Quran Wonosobo Jawa Tengah.