Sidang Dugaan Suap APBD Riau Dinilai Berbelit-belit

Johar dan Suparman Ditegur Hakim

Johar dan Suparman  Ditegur Hakim

PEKANBARU (HR)-Hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru sempat menegur Ketua DPRD Riau periode 2009-2014, Johar Firdaus, dalam sidang lanjutan dugaan suap APBD Riau dengan terdakwa Ahmad Kirjuhari, Kamis (13/11) kemarin.

Teguran juga diberikan kepada Ketua DPRD Riau Suparman 2014-2015. Pasalnya, keduanya dinilai berbelit-belit dalam memberikan keterangan. Selain Johar dan Firdaus, sidang kemarin juga menghadirkan saksi lainnya, yang juga mantan anggota DPRD Riau periode 2009-2014, Gumpita.

Ada beberapa hal yang dicecar jaksa penuntut umum (JPU) KPK dan hakim terhadap Johar. Di antaranya terkait sikap Johar Firdaus yang mendesak pembahasan APBD Murni Riau tahun 2015 tetap dilakukan Dewan ketika itu, meski masa tugasnya tinggal beberapa hari.

Johar Firdaus bahkan beberapa kali mendapat teguran dari Hakim Ketua, Masrul. Ketua DPRD Riau dua periode tersebut dinilai selalu menafsirkan pertanyaan JPU KPK. Bukan menjawab secara lugas berdasarkan fakta yang terjadi.

Sesuai rekaman yang diputarkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Johar sempat beberapa kali menghubungi Kepala Bappeda Riau ketika itu, M Yafiz, mempertanyakan buku Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) dan meminta segera dituntaskan.
 
"Ini jelas kalau saudara berupaya keras agar segera dipercepat. Kenapa harus begitu. Kenapa saudara sampai telepon meminta itu disegerakan," kata JPU KPK, Pulung Rinandoro.

"Saya cuma mengemban tugas saat itu. Kan wewenangnya sudah diberikan ke kami (Dewan). Saya lelah waktu dan tenaga," jawab Johar.

"Ya walau demikian (tak terkejar), kenapa mesti dipaksakan. Ini ada apa sebenarnya. Kesaksian saudara juga mutar-mutar di situ saja," kejar JPU dari KPK, Pulung Rinandoro.

Namun Johar tetap berkelit dengan pemikirannya, kalau semua itu dilakukan lantaran tanggung jawabnya sebagai Ketua DPRD (saat itu,red). "Nah bagaimana saudara bisa sebegitu (mepetnya) minta buku tersebut, sementara Annas Maamun saja santai. Saudara yang bilang sendiri dalam percakapan itu, kalau Annas tak niat," desak Pulung.

Terkait hal ini, hakim Masrul juga menyampaikan sejumlah pertanyaan. "Ketika sudah direvisi (KUA-PPAS) itu beban siapa, Pak DPR kah," tanya Hakim Ketua Masrul.
"Beban Pemprov (Riau), Pak," jawab Johar singkat.
 
Jawaban ini lantas dilanjutkan hakim dengan kembali bertanya. "Nah kenapa harus dikejar. Biar sajalah mereka, kan belum selesai. Hasil pembicaraan itu saudara yang aktif," ujar Hakim Masrul.

Belum sempat Johar Firdaus menjawab pernyataan Hakim tersebut, Masrul langsung menyela. "Cukup, saudara mengulas-ulas saja," potongnya.
 

Tim Komunikasi Informal

Untuk saksi Suparman, JPU sempat mencecarnya terkati pembentukan tim komunikasi informal. Seperti diungkapkan sejumlah saksi dalam sidang sebelumnya, tim itu diketuai Suparman yang tujuannya adalah untuk menjembatani komunikasi antara anggota DPRD Riau dan Gubri ketika itu, Annas Maamun. Namun jawaban yang diberikan Suparman dinilai hakim berbelit-belit.

"Saudara saksi, saudara ini hadir dan telah di sumpah, jadi jangan mengarang-mengarang cerita, bisa-bisa nanti akan membahayakan anda sendiri," tegas hakim Masrul.

Atas teguran tersebut, Suparman mengaku tidak mengetahuinya.

Sementara Johar mengatakan, tim itu dibentuk karena kondisi. "Saya harus menyampaikan, saat ini (kala itu,red) periode yang sulit pembahasan. Biasanya kita tidak selalu berhadapan dengan Gubernur. (Hanya) melalui Ketua TAPD, Pak. Solusinya disampaikan kepada tim komunikasi tadi. Tapi tim itu tidak melapor ke kita. Bubar gitu saja," ungkap saksi Johar Firdaus.

Dalam dakwaan KPK, tim tersebut beranggotakan, Suparman, Koko Iskandar, Zukri Misran, Hazmi Setiadi dan terdakwa Ahmad Kirjuhari. Sementara dalam kesaksiannya, Johar mengatakan jika terdakwa Ahmad Kirjuhari tidak masuk ke dalam tim.

AKui Terima Uang
Dalam sidang kemarin, hanya saksi Gumpita saja yang menyatakan telah menerima sejumlah uang dari Riki Hariyansyah senilai Rp10 Juta. Uang tersebut diterimanya di sebuah bengkel mobil di Pekanbaru pada tanggal 11 September 2014.

"Saya pernah menerima uang dari Riki tanggal 11 September 2014. Rp10 juta. Tanggal 11 (September 2014) Riki telepon saya untuk ketemu di bengkel Arengka Ujung," sebut Gumpita.

Di sana, sebut Gumpita, Riki menyampaikan kalau ada SK (Surat Keputusan) Tim Perjuangan Pemekaran Riau Pesisir. "(Ada) Ketua, Pak Johar. Ada juga Pak Bistaman sebagai Bendahara. Bang sebentar lagi Riau Pesisir ini Mubes. Dan mau dibawa Prolegnas, mohon bantuan abang. Ini untuk dana bantu operasional. Tidak ada disebutkan sumbernya," ungkap Gumpita menirukan perkataan Riki kala itu.

Menurutnya, uang itu akhirnya diserahkan kembali ketika KPK melakukan pemeriksaan terhadap dirinya. Saat itu ditanya penyidik apakah menerima uang dari Annas Maamun, ia menjawab tidak, tetapi ia menerangkan pernah menerima uang dari Riki tersebut dengan tujuan operasional pembentukan Riau Pesisir. Maka, di sanalah ia mengembalikannya ke KPK.

Sementara itu, Johar Firdaus membantah menerima uang dari Riki Hariyansyah. Keterangan itu berbeda dengan kesaksian saksi lainnya, Riki Hariansyah, yang mengatakan Johar bahkan meminta 'jatah' lebih, dalam sidang sebelumnya.  

"Pernah menerima uang dari seseorang bernama Riki?," tanya Jaksa Pulung, yang dijawab Johar tidak pernah.

Percakapannya dengan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Riau, M Yafiz pernah membicarakan mengenai uang kompensasi bagi legislatir dalam pembahasan APBD murni 2015 kala itu.
 
"Kalau dengan Yafiz kita tidak membicarakan uang. Sebenarnya yang itu bukan memberi uang, tapi beri ruang," jelas Johar.
 
"Maksud saudara memberikan kompensasi itu apa?," tanya Jaksa KPK lainnya, Arin Karniasari.

"Saya lupa, tapi jelas bukan uang. Mungkin maksudnya usulan," jawab Johar.

Sidang kemarin juga sempat diutarakan keinginan JPU KPK untuk membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Annas Maamun, akan tetapi karena waktu yang sudah sore. Majelis Hakim menundanya hingga Rabu, (18/11) mendatang. (dod)