Kemiskinan Akibat Terbelakangnya Infrastruktur Dasar

Kemiskinan Akibat Terbelakangnya Infrastruktur Dasar

SEMUKUT (HR)- Kecamatan bungsu Pulau Merbau di Kabupaten Kepulauan Meranti, salah satu kecamatan paling tertinggal dari berbagai bidang pembangunan. Masyarakat merasakan ketertinggalan itu yang terjadi sejak lama.

Jalan poros yang belum terbangun, demikian berbagai kebutuhan mendasar lainnya, memaksa masyarakat di pulau tersebut masih berada pada belenggu kemiskinan.

Barang kali letak geografis yang berpulau menjadi salah satu faktor kenapa Pulau Merbau sangat tertinggal jauh dari pulau lain di Meranti.

Inilah yang kami alami selama ini, semoga dengan menjadi sebuah kecamatan seluruh masyarakat Pulau Merbau secara bertahab dapat menikmati pembangunan itu.

Demikian disampaikan Ruslan, warga Dusun Dakap Desa Baran Melintang kepada Haluan Riau  Rabu kemarin.

Ruslan mengakui, kondisi jalan yang ada hingga saat ini tak ubahnya bagai kubangan kerbau. Jika musim hujan seperti ini, jalan itu tidak bisa dilalui dan di saat panas, debu tebal akan bertiup. Kondisi ini sangat mengganggu masyarakat dalam berbagai aktivitas yang akan dilakukan.

Kami berpendapat kemiskinan yang terjadi bagi masyarakat di Pulau Merbau ini, karena dimiskinkan oleh kondisi infrastruktur. Jika infrastruktur memadai selama ini, maka masyarakat tentu tidak berada pada situasi terbelakang seperti ini. "Kami berharap, kepada pemerintah kabupaten hendaknya dapat mengalokasikan anggaran pembangunan infrastruktur yang lebih besar untuk mengejar ketertinggalan yang ada,”ungkapnya.    
 
Diakuinya, dengan kondisi jalan yang masih parah saat ini, sangat mempengaruhi seluruh kehidupan masyarakat.

Kondisi tersebut memaksa berbagai kebutuhan pokok masyarakat melambung tinggi. Sebab memang unntuk membawa barang sampai ke Renak Dungun misalnya harus melalui perjuangan yang cukup lelah. Akibatnya barang kebutuhan itu harus dibeli dengan harga mahal.

Karena tentu saja para pedagang tentu harus mengambil untung. Akibatnya masyarakat miskin akan selamanya terbelenggu dengan kemiskinan tersebut. “Ini sangat memprihatinkan. Jadi kalaupun ada mata pencaharian penduduk dari hasil kebun atau pertanian itupun tidak cukup menutup kebutuhan sehari-hari, karena tingginya harga kebutuhan yang diperlukan,“ungkap warga ini lagi.

Warga ini mengambil contoh barang kebutuhan keluarga seperti gas 3 Kg. Di Renak Dungun harga jual itu berfariasi antara  Rp.28 ribu bahkan kadang hingga 30 ribu/ tabung.

Hal itu terpaksa dilakukan untuk kebutuhan harian rumah tangga. Sebab kalau dulu masih bisa ditemukan minyak tanah untuk kebutuhan di dapur, saat ini minyak tanah juga tidak bisa ditemukan lagi. Kalaupun ada harganya  sudah tidak terjangkau lagi.

“Inilah gambaran kesulitan yang dialami masyarakat Pulau Merbau selama ini karena kondisi infrastruktur yang sangat tertinggal itu,”ujar dia. (jos)