Serapan Rendah

Bank Mandiri Pangkas Belanja Modal 2016

Bank Mandiri Pangkas Belanja Modal 2016

JAKARTA (HR)-PT Bank Mandiri (Persero) Tbk akan memangkas anggaran belanja modal untuk tahun depan sebesar 57 persen, dari Rp 3,5 triliun pada tahun ini menjadi hanya Rp1,7 triliun. Pemangkasan dilakukan menyusul serapan anggaran tahun ini yang tidak maksimal.

Direktur Keuangan Bank Mandiri, Kartiko Wirjoatmodjo mengatakan, alokasi belanja modal terbesar dicanangkan untuk medanai pengembangan infrastruktur teknologi informasi (TI), yaitu sebesar US$ 100 juta atau setara dengan Rp1,37 triliun.

"Paling banyak masih IT dan sisanya baru non IT. Pokoknya sekitar Rp 1,7 triliun ya. Tidak sampai Rp 2 triliun,” ujarnya di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (9/11).
Ia menjelaskan, dana pengembangan IT tersebut digunakan untuk ekspansi Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan Electronic Data Capture (EDC) perseroan.

Mengenai kualitas belanja modal tahun ini, Kartiko mengakui serapan anggarannya kurang maksimal. Pasalnya, dari total alokasi anggaran Rp 3,5 triliun, yang terserap hingga saat ini baru separuhnya.
"Serapan belanja modal untuk sampai saat ini baru sekitar 50 persen ya. Makanya tahun depan kami tidak terlalu banyak,” jelasnya.

Dari isi kinerja, Bank Mandiri mencatatkan laba bersih sebesar Rp14,6 triliun hingga September 2015, atau hanya tumbuh tipis Rp100 miliar atau 0,9 persen dibandingkan dengan perolehan laba periode yang sama tahun sebelumnya dengan besaran Rp14,5 triliun.

laba tersebut tercipta setelah perseroan berhasil meraup pendapatan sedikit lebih besar dari beban biaya. Hingga kuartal III 2015, Bank Mandiri membukukan pendapatan operasional sebesar Rp48,05 triliun atau meningkat  16,7 persen dibandingkan dengan penerimaan periode yang sama tahun lalu Rp41,18 triliun. Sementara beban usahanya meningkat 12 persen, dari Rp18,46 triliun menjadi Rp20,67 triliun.

Revaluasi Aset
Menyinggung soal revaluasi aset, Kartiko menambahkan, Bank Madniri masih perlu mengkaji rencana penilaian kembali kekayaannya karena beberapa alasan. Salah satunya karena ada aturan yang melarang revaluasi aset di luar perbankan.
"Nilai bukunya Rp 5,4 triliun, NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)-nya saja Rp 21 triliun, bisa naik empat kali lipat. Cuma kita memang lagi mempertimbangkan karena OJK (Otoritas Jasa Keuangan) tidak memperbolehkan aset di luar perbankan, karena nanti kan jadinya hanya di buku saja,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menilai terdapat batasa kategori revaluasi aset seperti tanah dan bangunan. Padahal, lanjutnya, aset perseroan sangatlah banyak dan tersebar, sehingga membutuhkan waktu lama untuk melakukan penghitungan.
"Setahu saya revaluasi based on category seperti tanah dan bangunan. Maka nanti tiap tahun harus revaluasi terus. Kita punya aset itu ada 1.400 titik, tidak bisa seminggu selesai, bisa 3 bulan sendiri,” ungkapnya.(cnn/mel)