Dugaan Korupsi Kredit Fiktif di Kopkar Nusa Lima PTPN V

Status Perkara Naik ke Tahap Penyidikan

Status Perkara Naik  ke Tahap Penyidikan

PEKANBARU (HR)-Kasus dugaan korupsi kredit fiktif yang berjumlah puluhan miliar rupiah, yang disalurkan pada Koperasi Karyawan Nusa Lima di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V, memasuki babak baru. Pasalnya, perkara ini sudah masuk ke tahap penyidikan.

"Sudah ada SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan,red), pada bulan lalu (Oktober 2015,red). Hal itu dilakukan setelah penyidik menemukan adanya tindak pidana dalam penyaluran kredit tersebut," ungkap Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo, saat dikonfirmasi Haluan Riau, Selasa (3/11).

Untuk itu, sebut Guntur, sejumlah pihak yang diduga mengetahui perkara ini telah dimintai keterangan. Setidaknya, saksi dari pihak Bank BNI 46 selaku mitra bisnisnya. Termasuk dari BNI 46 Kantor Pusat.

"Sekitar 20 an orang saksi sudah kita periksa," lanjutnya.

Meski begitu, lanjut Guntur, pihaknya belum ada menetapkan tersangka dalam kasus ini. Pasalnya, penyidik masih terus berupaya mengumpulkan keterangan saksi dan alat bukti untuk menyimpulkan seseorang sebagai pihak yang diduga bertanggungjawab dalam perkara ini. Begitu juga, dengan ahli yang akan menghitung kerugian negara.

 Surat permohonan audit juga diketahui telah dikirimkan BPKP Riau.

"Dalam proses penyidikan, penyidik terus mengumpulkan alat bukti. Kalau ada minimal dua alat bukti yang cukup mengarah ke seseorang, tentunya akan ditetapkan sebagai tersangka," pungkas Guntur.

Dari informasi yang berhasil dihimpun di Mapolda Riau, dalam proses penyelidikan kasus ini, sejumlah pihak juga telah dimintaiketerangan, termasuk Ketua Kopkar Nusa Lima berinisial H. Pemeriksaannya dilakukan, Senin (23/2) lalu.

Kopkar Nusa Lima adalah koperasi karyawan PT Perkebunan Negara V Wilayah Riau. Dugaan kredit fiktif Rp54 miliar tersebut bermula pada tahun 2008 lalu, saat itu Kopkar Nusa Lima mengajukan kredit sebesar Rp54 miliar kepada BNI 46 Pekanbaru dengan agunan gaji karyawan. Pembayaran nantinya dilakukan melalui pemotongan gaji setiap tahun.

Dalam hal ini, diduga adanya penggelembungan nilai gaji karyawan.

 Digambarkan, gaji karyawan yang semula Rp2 juta dicantumkan dalam berkas pengajuan Rp4 juta. Setelah pengajuan diterima, untuk memuluskan kredit BNI menaikkan lagi menjadi Rp10 juta.

Meski mengatasnamakan karyawan PTPN V sebagai anggota kopkar, para anggota sendiri diduga tidak mengetahui adanya pengajuan ini. Karyawan tidak menerima kredit yang diajukan, begitu juga dengan pemotongan gaji yang dilakukan.

Belakangan dari penyelidikan didapati bahwa kredit yang diajukan itu dialihkan untuk membeli 700 hektare lahan di Kabupaten Kampar, Kuantan Singingi dan Rokan Hulu. Lahan ini ditanami dan kemudian dijual lagi.

Sebagian hasil penjualan digunakan untuk mengangsur kredit, sisanya digunakan pada kepentingan lain. Sementara seharusnya, pembayaran harusnya dilakukan dengan pemotongan gaji sesuai kredit
Akibat dari penyimpangan ini, berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp13 miliar lebih.(dod)