Setahun Jokowi-JK

Rakyat Makin tidak Puas

Rakyat Makin tidak Puas

JAKARTA (HR)-Setahun pemerintahan Jokowi-JK akan jatuh tepat pada 20 Oktober besok. Hasil survei dan sejumlah pengamat menyebutkan, rakyat semakin tidak  puas atas kinerja Jokowi-JK selama setahun ini bekerja.

Hasil survei yang digelar Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai KOPI) menunjukkan, masyarakat masih tidak puas dengan kinerja Joko Widodo-Jusuf Kalla selama setahun bekerja.
Juru Bicara Kedai KOPI Hendri Satrio mengatakan, ketidakpuasan masyarakat di bidang ekonomi sebanyak 71,9 persen. Sedangkan di bidang politik dan hukum, tingkat persentase ketidakpuasan masyarakat cukup tinggi di angka 50 persen.
Sebanyak 54,7 persen responden yang tersebar di seluruh Indonesia mengaku tidak puas dengan kinerja pemerintahan. Ada tiga faktor yang membuat publik tidak puas. Pertama, harga bahan pokok yang tinggi

Rakyat
sebanyak 35,5 persen, kedua pelemahan nilai tukar rupiah 23,7 persen, dan lambannya penanganan kabut asap 11,8 persen. "Selain ketiga faktor tersebut, ketidakpuasan publik juga dilatar belakangi kenaikan harga bahan bakar minyak dan lapangan pekerjaan yang sulit," kata Hendri dalam diskusi bertema "Setahun Jokowi-JK, Sudah Sampai Mana" di Jakarta, Minggu (18/10).

Publik menurut Hendri juga tidak puas pada kinerja menteri yang kurang baik dan biaya kesehatan yang belum terjangkau.

Adapun jumlah responden dalam survei ini sebanyak 384 responden di seluruh Indonesia, yaitu 52 persen di Pulau Jawa dan 48 persen di luar Pulau Jawa. Metode survei sampel acak sistematis, dengan tingkat margin error kurang lebih 5 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

Sedangkan  politisi Partai Golkar Bambang Soesatyo menilai setahun kiprah Jokowi-JK belum menyentuh masyarakat, tapi baru bisa menyenangkan parpol pendukung. "Jokowi-JK masih terjebak janji yang belum bisa diwujudkan. Tapi paling tidak Jokowi baru bisa senangkan pendukungnya dan relawannya dengan berbagai kursi empuk mulai menteri, komisaris, direksi dan sebagainya," ucap Bambang Soesatyo.

Bambang menyebut dalam perjalanan setahun Jokowi-JK tantangan terbesar justru dihadapi justru dari dalam inner circle Jokowi sendiri. Baik di antara parpol pendukung maupun dalam konteks pemerintahan di antara para menteri Kabinet Kerja. "Agak aneh yang seharusnya KMP jadi penyeimbang, namun KMP memberikan jalan lapang mendukung semua program Jokowi dalam pembahasan APBN dan sebagainya. Justru tantangan itu dari partai pendukung Jokowi," kritik Bendum Golkar hasil Munas Bali itu.

Bambang menilai jika dibaca secara rinci misal di bidang ekonomi, setahun Jokowi-JK masih jauh dari nawacita. Saat itu pendukung Jokowi di awal pemerintahan sangat euforia dengan janji rupiah akan menguat dan dolar akan turun. Tapi faktanya terbalik, meski saat ini sedikit membaik. "Jadi kalau dikaitkan dengan nawacita, memang kalau dilihat satu persatu masih jauh dari harapan," ucap anggota komisi III DPR itu.

Kepala Setara Institute, Hendardi dalam siaran persnya, Minggu (18/10) mengatakan, selama satu tahun menjadi Presiden, Jokowi belum menunjukkan kepemimpinannya yang berkualitas pada bidang hukum, pemberantasan korupsi, dan penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu.

“Jokowi masih terbatas semata menjadi pemimpin pembangunan bidang infrastruktur. Bukan pembangunan Indonesia seutuhnya," kata Hendardi.

Pada bidang pemberantasan korupsi, menurut Hendardi, Jokowi tidak menjalankan kepemimpinan efektif yang mendukung pemberantasan korupsi.

"Hanya terbatas menjadi pemadam kebakaran atas kegaduhan yang sebenarnya diciptakan oleh para menteri, pejabat di bawah koordinasinya. Pada pemimpin yang pasif dalam hal antikorupsi, sulit mengharapkan terobosan baru signifikan," kata Hendardi.

Menurut Hendardi, selain kriminalisasi pimpinan KPK, revisi UU KPK, di bawah Jokowi juga kepala daerah/kementerian/LK semakin dimanjakan dengan proteksi antikriminalisasi yang cenderung potensial disalahgunakan.

"Pada bidang hukum, Jokowi gagal mengelola Prolegnas untuk memproduksi berbagai UU yang secara nyata dibutuhkan oleh rakyat," kata Hendardi.

Dijelaskan, publik juga belum memperoleh keyakinan atas kinerja penegak hukum dan integritas pejabat di bidang hukum.
"Kemenhuk HAM, belum efektif menjadi pejabat publik dan lebih merepresentasikan diri sebagai wakil partai dan menjadi pelindung kepentingan politik partai," kata Hendardi.

Lanjut Hendardi, pada bidang HAM, prestasi Jokowi hanya menerbitkan Perpres No. 75/2005 Tentang RANHAM 2015-2019, dengan materi muatan yang mirip program kerja lembaga kajian bukan sebagai rencana pemerintah. "Kualitas Ranham sangat buruk dibanding sebelumnya," ujarnya.
Sisanya, menurut dia, Jokowi melalui para pembantunya hanya bikin gaduh dengan ide rekonsiliasi tanpa pengungkapan kebenaran.

"Gagasan menyesatkan ini sampai sekarang terus bergulir. Satu tahun ini juga pelanggaran HAM terjadi, Tolikara, Aceh Singkil, Lumajang, pembiaran pengungsi Syiah dan Ahmadiyah, kriminalisasi kebebasan berpendapat, berekspresi, dan lainnya," kata Hendardi.

Atas nama pembangunan ekonomi dan infrastruktur yang juga terbatas memenuhi aspirasi sektor industri besar bukan ekonomi rakyat, Jokowi dinilai mengabaikan segi-segi fundamental pada bidang kebebasan sipil, pembaruan hukum, pemajuan pemberantasan korupsi, dan penuntasan pelanggaran HAM.

Usia pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla genap 1 tahun  juga akan disambut mahasiswa. Bukan kado yang akan didapat Presiden jokowi, namun serangkaian aksi besar-besaran dari mahasiswa. Hal itu diungkapkan Ketua Umum DPP IMM, Beni Pramula.

Menurut Beni saat ini para mahasiswa sudah mempersiapkan aksi untuk 20 Oktober nanti. "Saya nggak akan menjelaskan secara gamblang, sejauh ini sudah mahasiswa daerah, sudah melakukan persiapan untuk tanggal 20, Ini ril," ujarnya di PP Muhamadiyah.

Tidak hanya itu. Pada tanggal 20 nanti juga akan diramaikan oleh para buruh dan PKL dalam aksi satu tahun Jokowi. "Kita akan merangkul buruh, dan PKL, mohon untuk membackup." katanya.

Sebelumnya,  mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Kader HMI Menggugat melakukan unjuk rasa menyambut satu tahun pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla di depan Gedung Sate.
Dalam aksinya mereka menuntut dibatalkannya seluruh proyek infrastruktur yang berdampak buruk terhadap aspek ekologis maupun lingkungan.

Mereka juga menuntut pemerintah agar melakukan moratorium atas proyek reklamasi pantai di seluruh Indonesia, batalkan kereta cepat Bandung-Jakarta, dan perkuat fundamental ekonomi nasional serta hentikan pinjaman utang kepada berbagai lembaga internasional.
Tuntutan lainnya adalah pemerintah harus mengubah postur balanja modal APBN agar tidak hanya fokus pada sektor infrastruktur melainkan pula sektor riil, perkuat peran negara dalam perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), tuntut ganti rugi sebesar mungkin dari perusahaan pelaku pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera, serta percepat dan maksimalkan realisasi anggaran pemerintah.

Sedangkan  Kelompok relawan pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla, Projo, masih optimis pemerintahan saat ini mampu memenuhi harapan publik. Sejumlah program yang telah berjalan diyakini akan segera menampakkan hasil.  "Kami sangat optimis, Nawa Cita makin nyata, harapan makin kelihatan," kata Ketua Umum DPP Projo, Budi Arie Setiadi, di Cikini, Jakarta, Sabtu.

Budi mengungkapkan, prestasi paling nyata Jokowi-JK satu tahun ini adalah saat berhasil meredam dampak krisis ekonomi global. Keberhasilan itu membuat pelaksanaan program lain menjadi relatif lancar. Kalaupun ada kekurangan, kata Budi, hal itu terletak pada buruknya konsolidasi politik di awal pemerintahan.

Sementara itu, Deputi Kepala Kantor Staf Kepresidenan Eko Sulistyo berpendapat,  kinerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla jangan diukur dalam waktu jangka pendek. Pembangunan yang dilakukan bersifat jangka panjang.

"Kita ingin melihatnya lebih holistik," kata Eko saat diskusi bertajuk Setahun Jokowi-JK, Indonesia Sudah Sampai Mana yang diselenggarakan di Jakarta, Minggu (18/10/2015).
Eko mengatakan, sebelum pemerintah saat ini bekerja, produk domestik bruto (PDB) yang ada terkonsentrasi pada konsumsi. Sementara ruang fiskal dianggap tidak mampu mendukung jalannya pembangunan secara optimal.
Di sisi lain, banyak investasi yang ditanamkan justru mangkrak. "Jadi ini ada suatu cut off terhadap proses yang mangkrak untuk kemudian dilanjutkan. Dari situ yang dilihat, yang diinginkan pemerintah, yaitu membangun visi yang berkelanjutan," ujarnya.
Ia menambahkan, pemerintah kini tengan berupaya untuk menyelesaikan program pembangunan yang ada. Selama ini, konsentrasi pembangunan itu hanya berpusat di Pulau Jawa.

"Masyarakat di Papua atau di wilayah perbatasan hampir tidak tersentuh. Padahal jalan merupakan aspek paling penting dalam konektivitas," ujarnya.
Ia mencontohkan, harga satu sak semen di Sorong, Papua sebesar Rp90 ribu, namun menjadi lebih dari Rp1 juta jika sudah mencapai kawasan pegunungan pulau itu. (h/dn/met/bbc/kcm)