Sidang Korupsi PT Pelindo I Dumai

Hakim Tolak Eksepsi Terdakwa Hartono

Hakim Tolak Eksepsi Terdakwa Hartono

PEKANBARU (HR)-Majelis hakim Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru menolak bantahan terdakwa Hartono atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum atau eksepsi, terkait kasus dugaan korupsi docking kapal PT Pelindo I Cabang Dumai.

Demikian terungkap di persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rabu (30/9). Dalam persidangan tersebut, majelis hakim yang dipimpin oleh Achmad Setyo Pudjoharsoyo, memutuskan menolak eksepsi terdakwa ditolak. Atas penolakan ini, maka proses persidangan akan terus dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.

"Karena (eksepsi) ditolak, kita telah siapkan saksi-saksi untuk sidang selanjutnya," ujar JPU Andry dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Dumai usai persidangan.

Adapun saksi yang akan dihadirkan ke persidangan pekan depan, yakni saksi-saksi dari pihak internal PT Pelindo I Dumai. Keterangan mereka, sebut Andry, diperlukan untuk mengetahui proses perbaikan mesin kapal tunda yang dikerjakan dalam perkara ini.

"Kita agendakan saksinya dari internal Pelindo I Dumai dulu. Sebelum nanti berkembang ke pemilik kapal atau perusahaannya," pungkas Andry.

Dalam perkara ini, terdapat dua orang terdakwa, yakni Zainul Bahri yang merupakan mantan GM PT Pelindo I (Persero) Dumai periode 2009-2011, dan Hartono selaku mantan Kepala Unit Galangan Kapal Pelindo I di Medan, bermula dari kegiatan pengoptimalan pengusahaan Unit Galangan Kapal (UGK) pada PT Pelindo I (Persero).

Saat itu, GM PT Pelindo I (Persero) Dumai, Zainul Bahri, melaksanakan kontrak dengan Kepala UGK PT Pelindo I Medan Hartono untuk pekerjaan perbaikan/pergantian (General Overhaul) mesin induk kanan Kapal Tunda Bayu II.

Namun, Hartono tidak melaksanakan pekerjaan tersebut, melainkan menyerahkannya kepada PT Citra Pola Niaga Nusantara serta dalam proses pelaksanaan ternyata spesifikasi mesin tidak sesuai dengan spesifikasi namun tetap dilakukan pembayaran untuk uang muka sebanyak 30 persen.

Biaya perbaikan mesinnya mahal. Jadinya ganti mesin, ternyata tidak sesuai spek. 1.600 HP seharusnya, yang dipasang 1.300 HP. Akibat perbuatan kedua terdakwa, terdapat kerugian negara sebesar Rp1,7 miliar lebih.
Diduga hingga saat ini mesin pergantian yang tidak sesuai spesifikasi itu tidak dapat dimanfaatkan untuk perbaikan/pergantian mesin induk kanan Kapal Tunda Bayu II.

Atas perbuatan para terdakwa ini, JPU menjerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3, jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Untuk diketahui, kasus ini merupakan kasus yang diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. Terdapat lima orang JPU yang menangani kasus ini, satu di antaranya merupakan JPU dari Kejagung RI.***