Nasib Bandara SSK II Selama Kabut Asap

Ratusan Penerbangan Batal, Rugi Miliaran

Ratusan Penerbangan Batal, Rugi Miliaran

PEKANBARU (HR)-Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, adalah salah satu sektor yang paling merasakan dampak negatif akibat kabut asap. Selama asap menyelimuti Riau, ratusan jadwal penerbangan terpaksa dibatalkan atau ditunda. Hal itu mengakibatkan pihak Bandara mengalami kerugian hingga miliaran rupiah.

Kepala Bidang Perhubungan Dinas Perhubungan Riau, Eddy Sukiatnadi, Jumat (18/9) mengungkapkan,sejak kabut asap marak, hampir sebulan ini aktivitas penerbangan di Bandara SSK II lumpuh. Buntutnya, sebanyak 408 jadwal penerbangan terpaksa dibatalkan dan yang mengalami penundaan sebanyak 201 jadwal. Total kerugian yang dialami Bandara sejak 26 Agustus lalu, mencapai Rp1,5 miliar.

"Dari sisi operasional saja sudah segitu. Itu belum termasuk kerugian yang dialami tenan dan maskapai penerbangan," ungkapnya.
Dikatakan Edi, bahwa dengan kondisi ini kerugian tidak hanya dirasakan dari operasional saja, tetapi juga terdapat pada finansial navigation indonesia, dengan kerugian sekitar Rp180 - Rp200 juta, seperti jasa yang diberikan oleh kurir yang bekerja dibandara.

Kondisi yang ironis itu, masih tetap berlanjut hingga Jumat kemarin. Hal itu disebabkan kabut asap semakin pekat dari siang hingga sore hari. Akibatnya, aktivitas di Bandara SSK II kembali lumpuh total. Seluruh jadwa penerbangan pun dibatalkan.

Kondis itu dibenarkan salah seorang staf Air Asia. Menurutnya, pihak maskapai terpaksa harus membatalkan penerbangan, karena jarak pandang hingga sore hari masih di bawah 1.000 meter. Namun pembatalan ini tidak serta merta penumpang tidak jadi berangkat. Penumpang yang tidak jadi berangkat bisa berangkat di hari selanjutnya.

"Tergantung dari penumpangnya apakah membatalkan keberangkatan atau menundanya. Tiket tetap ada dan tidak hangus, hingga 14 sampai 30 hari k edepan. Kalau mau berangkat besok juga bisa, tapi lihat kondisi lagi," ujarnya.

Sementara itu, Duty Manager bandara SSK II Pekanbaru, Ibnu Hasan, mengatakan, pada hari Jumat kemarin, hanya ada dua pesawat yang berangkat dari Bandara SSK II Pekanbaru, yakni Lion dan Garuda, tujuan Jakarta. Kedua pesawat ini berangkat pada pagi hari, saat jarak pandang masih berkisar 1.500 meter.

"Kalau pagi lumayan, jarak pandang di atas 1.000 meter. Tapi semakin siang semakin pekat. Jadi hanya dua pesawat yang berangkat di pagi hari," ujar Ibnu Hasan.

Dikatakan Ibnu, dampak kabut asap pekat sudah menggangu aktivitas penerbangan selama tiga pekan. Sehingga seluruh jadwal keberangkatan dan penumpang terpaksa diskedul ulang kembali. Sedangkan dari daerah lain tujuan Pekanbaru ada yang terbang tapi batal.

"Bahkan tadi pesawat City Link dari Jakarta, terpaksa kembali lagi menuju Jakarta, karena kabut asap pekat menggangu jarak pandang pendaratan. Ini juga demi menjaga keselamatan penumpang," tutupnya.

Untuk mengatasi permasalahan jarak pandang di landasan pacu ini, Eddy Sukiatnadi mengatakan, saat ini sudah ada teknologi sistem yang bisa membantu pendaratan pesawat dengan jarak pandang di bawah 1.000 meter, dengan menggunaan Instrumen Landing System (ILS) keluaran terbaru. Namun untuk diterapkan di Bandara SSK II, sejauh ini belum bisa karena proses perpanjangan runway masih terkendala.

"Kita sudah mengajukannya ke pusat, agar penggunaan ILS bisa diganti. Sehingga jalur penerbangan atau transportasi udara bisa lancar dan tidak terganggu karena jarak pandang. Dengan teknologi baru ini, harus didukung dengan runway sepanjang 2.600 meter, walaupun targetnya 3.000 meter," papar Edi.

Ditambahkannya, target tersebut seiring dengan keinginan Bandara SSK II, yang ingin dijadikan sebagai bandara embarkasi haji. "Kita masih belum bisa laksanakan, karena target kita ingin melakukan perpanjangan runway menjadi 3.000 meter. Jadi kita masih menunggu, daripada nantinya kerja dua kali dan harus bongkar lagi," tambahnya.

Saat ini Bandara SSK II masih menggunakan instrumen Landing System (ILS) kategori 1, dengan ketentuan untuk landing dengan jarak pandang minimal 1.000 meter dan 800 meter untuk take off.

"Memang dari sisi penggunaannya bisa memperlancar jalur transportasi. Tetapi dalam menggunakan ILS di bawah 1.000, ada kekhawatiran apabila pesawat tidak bisa take off, maka tidak bisa kembali ke bandara tersebut. Untuk itu, pilot harus harus memiliki alternatif bandara yang bisa didarati dalam tempo secepatnya," pungkasnya. (nie, nur)