Diduga Gelapkan Agunan Nasabah

PT BNI 46 SKK Pekanbaru Dipolisikan

PT BNI 46 SKK Pekanbaru Dipolisikan

PEKANBARU (HR)- PT BNI 46 Sentra Kredit Konsumen Pekanbaru diduga melakukan penggelapan terhadap agunan milik nasabahnya, Yasril Bachtiar (43). Atas kejadian tersebut Yasril Bachtiar melaporkan hal tersebut ke Polda Riau, Selasa (1/9).

Yasril yang merupakan warga Jalan Perkasa RT 01 RW 05, Kelurahan Lembah Sari, Kecamatan Rumbai Pesisir melaporkan Bank BUMN tersebut dengan dugaan tindak pi-dana penggelapan sesuai dengan Pasal 372 KUHPidana.

Adapun laporan Yasril tertuang dalam Surat Tanpa Penerimaan Laporan (ST PL) Nomor : STPL/380/X/2015/SPKT/ Riau, tanggal 1 September 2015.

Dipaparkan Yasril, kasus yang menimpanya itu berawal saat dirinya mendapat fasilitas kredit dari BNI sebesar Rp1 miliar, dengan jangka waktu kredit 120 bulan, terhitung sejak tanggal 25 Agustus 2011 hingga 24 Agustus 2021. Sesuai tujuan awal, korban mengajukan kredit untuk membangun empat unit rumah too (ruko) yang diperuntukkan dua unit untuk korban selaku pengembang dan dua unit untuk H Darmawan selaku pemilik tanah.

Selang dua tahun berjalan, pada tahun 2013, setelah menyelesaikan pembangunan ruko, korban menyerahkan dua unit ruko kepada pemilik tanah dan menjual dua unit ruko berdasarkan SHM Nomor 6123 dan SHM 614 yang menjadi hak korban kepada konsumennya dengan harga jual Rp1.250.000.000.

Selanjutnya, korban mendatangi Bank BNI guna menyelesaikan kreditnya dan mengambil SHM 6123 dan SHM 6124 yang menjadi angunan kredit. Saat itu BNI mengatakan hanya ada satu SHM saja nomor 6123, sedangkan SHM 6124 tidak diserahkan BNI kepada korban dengan beralasan surat tanah tersebut berada pada notaris.

"Kemudian saya menghubungi notaris dan ternyata SHM nomor 6124 tersebut telah digadaikan oleh notaris kepada pihak lain dengan nilai Rp125 juta.

 Saya mengetahui ini pada bulan Desember 2013," tutur Yasril didampingi kuasa hukumna Wally Sapratno dan Nofri Koto, Kamis (10/9).

Sejak saat itu Yasril telah berusaha mencari penyelesaiannya dengan menulis surat kepada pihak BNI, akan tetapi hingga saat ini tidak ada solusinya.

Tidak hanya itu, lanjut Yasril, pada tanggal 26 September 2014 dirinya juga melakukan pelunasan pembayaran turun plafon sebesar Rp465juta, namun pihak BNI tidak mengurangi kredit atau hutang pokok korban.

Pelunasan pembayaran turun plafon sebesar Rp465 juta tersebut baru dicatatkan transaksinya oleh BNI pada bulan Januari 2015. "Hal ini sangat jelas adanya dugaan tindak pidana perbankan, karena telah merugikan saya secara materil sehingga nama saya tercatat sebagai nasabah bermasalah atau menunggak sebagaimana tertuang dalam BI Cheking, akibatnya saya tidak dapat menjalankan usaha lagi dengan menggunakan fasilitas kredit bank manapun dan lembaga keuangan non bank manapun di Indonesia," ungkap Yasril yang juga terpaksa memberhentikan ratusan orang karyawannya karena tak bisa lagi menjalankan usahanya.

"Kami akan mengawal persoalan ini sampai tuntas, karena jelas ini kejahatan terhadap perekonomian, karena persoalan penggelapan anggunan ini, nama korban masuk dalam daftar yang diblacklist BI, sehingga tidak dapat menjalankan usahanya lagi. Korban terpaksa memberhentikan ratusan karyawannya. Kami juga mempertanyakan lemahnya pengawasan dari OJK terhadap perbankan," tegas Sutan, Direktur Eksekutif Lembaga Sutan Instititut saat mendampingi Yasril.(ara)