Polda Riau Diminta Ambil Alih

Penindakan Karhutla Dinilai Lamban

Penindakan Karhutla Dinilai Lamban
PEKANBARU, HALUAN—Sejumlah pemerhati lingkungan di Riau meminta Kepolisian Daerah Riau mengambil alih proses hukum perkara kasus lingkungan, yang ditangani Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang saat ini bergabung dalam Kementerian Kehutanan, terkait kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan kejahatan lingkungan lainnya.
 
Hal tersebut diungkap­kan Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Muslim, Senin (1/12). Dikatakannya, pada dasarnya Jikalahari sangat mengapresiasi kinerja Polda Riau yang telah berani menetapkan PT National Sago Prima (NSP) sebagai tersangka tindak pidana lingkungan hidup pada tahun 2014.
 
Meski demikian, Muslim menyayangkan mengapa Polda Riau hanya mengam­bil satu perusahaan saja. Karena dari data yang dimiliki Jikalahari terdapat 10 perusahaan, dimana 7 perusahaan pada 2013, dan 3 perusahaan pada 2014, yang ditangani KLH. “Yang ditangani KLH, tidak satu­pun yang bergerak. Se­harus­nya itu yang diambil alih oleh Polda Riau,” ujar Muslim.
 
Permintaannya tersebut bukan tanpa alasan. Menu­rutnya, apabila dirasakan mandek yang ditangani KLH, polisi harus me­ngambil alih. “Karena kalau kita lihat Polda Riau telah memiliki pengalaman untuk membawa kasus ini ke pengadilan. Contoh sebelum­nya yang menyeret PT Adei Plantation,” lanjutnya.
 
Meski demikian, Muslim juga menegaskan kalau penanganan tindak pidana kejahatan lingkungan hidup juga mesti dilakukan oleh penegak hukum di penga­dilan. Jikalahari sendiri, sebutnya, akan terus me­man­tau jalannya persida­ngan yang menyeret PT NSP ke meja hijau. “Na­mun demikian, tentu kita tidak bisa mengintervensi hakim,” lanjutnya.
 
Yang dikhawatirkannya, meskipun berhasil dihadir­kan ke persidangan, namun apabila keputusannya tidak mencerminkan rasa keadilan, karena putusannya sangat ringan dan tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan seperti yang terlihat pada PT Adei Plantation, itu juga tidak memberikan efek jera ke­pada calon-calon pelaku kejahatan lingkungan lain­nya.
 
Terpisah, Direktur Ekses­kutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau, Riko Kurniawan, menyoroti kinerja penegak hukum seperti pihak kejak­saan dan pengadilan. Dika­takannya, sebanyak 25 perusahaan di Riau yang ditetapkan KLH sejak tahun 1997, sebagai tersangka, tidak ada satu kasus pun maju ke pengadilan
 
Menurutnya, itu disebab­kan karena kinerja rendah­nya kinerja yang ditunjukan pihak kejaksaan, baik Kejak­saan Tinggi (Kejati) Riau maupun Kejaksaan Agung (Kejagung). “Di kejaksaan, sampai saat ini kasus pelim­pahan dari KLH belum ada satupun yang dinyatakan lengkap atau P21. Artinya kita melihat kejaksaan sangat lambat sekali dalam mem­proses kasus karhutla di Riau,” tukasnya.
 
Begitu juga dengan pene­ga­kan hukumnya. Menurut Riko, majelis hakim di pengadilan sangat rendah menghukum perusahaan yang terbukti bersalah seperti yang dialami oleh PT Adei Plantation di Kabupaten Pelalawan.
 
Sementara itu, terkait pelimpahan perkara yang ditangani KLH ke Polda Riau, Riko menyatakan pihaknya melihat dari segi teknis hukum bagaimana proses pelimpahan itu dilakukan. “Namun secara regulasinya, sebaiknya KLH yang melimpahkan perkara tersebut ke Polda Riau,” pungkasnya.(hr)