Proses Hukum di Polda Sudah Maksimal

Danrem: Penanganan Karhutla Tanggung Jawab Bersama

Danrem: Penanganan Karhutla Tanggung Jawab Bersama

PEKANBARU (HR)-Danrem 031/Wirabima yang juga Komandan Satuan Tugas Penanggulan Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau, Brigjen TNI Nurendi mengatakan, kabut asap yang semakin pekat menyelimuti Bumi Lancang Kuning, harus segera dituntaskan.

Tidak ada cara lain, kecuali menggalang kerja sama yang maksimal antara seluruh instansi. Baik dari TNI, Kepolisian, pemerintah hingga masyarakat Riau. Sebab, penanganan karhutla adalah tanggung jawab bersama seluruh elemen di Riau.

"Kerja sama kita di Satgas Karhutla terus dilaksanakan. Mulai dari Satgas darat, Kepolisian, pemerintah dan masyarakat. Kita tidak bisa bergerak sendiri tanpa bantuan semua pihak," ujarnya, Jumat (4/9).
Dikatakannya, penegakan hukum bagi pelaku pembakaran lahan memang membutuhkan waktu. Sehingga aparat Kepolisian yang langsung turun menangani kasus ini juga harus dibantu.

DanremTerutama dalam mengumpulkan bukti-bukti pelaku yang sudah tertangkap.Danrem"Kita berharap permasalahan ini cepat selesai di Riau ini. Semua harus tegas, cepat dan benar, tapi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Tidak ada yang boleh mengklaim ini keberhasilan satu institusi tapi semuanya," tegas Danrem.

Upaya Maksimal Sementara itu, Polda dan Kejati Riau menegaskan, upaya penegakan hukum terhadap tersangka Karhutla di Riau, terus diakukan secara maksimal. Untuk jajaran Polda Riau, proses penegakan hukum sudah dimulai saat penangkapan, penyidikan hingga pelimpahan berkas ke Kejaksaan.

"Di Riau ternyata tidak memberikan dampak signifikan setelah (penegakkan hukum) berjalan dua tahun. Kita tetap berupaya maksimal dalam proses penegakan hukum," ujar Kapolda Riau, Brigjen Pol Dolly Bambang Hermawan, aat rapat koordinasi penanggulangan Karhutla di Posko Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru, Jumat kemarin.

ebih lanjut Dolly menyatakan jika penegakan hukum bagi pelaku karlahut juga telah dilakukan sejak tahun-tahun sebelumnya. Prosesnya pun menurut Dolly telah dilakukan pengawalan hingga ke tahap persidangan. "Jadi efek jera itu yang di mana? Kita di awal saja, penangkapan dan penyidikan sudah maksimal," lanjut Kapolda Riau.

Diterangkannya, penanganan kasus Karhutla masuk dalam kategori kejahatan lingkungan. Sehingga penanganannya tidak bisa disamakan dengan kasus pidana umum lainnya. Butuh waktu dan proses yang lebih panjang.

Ia mencontohkan, jika penangkapan tersangka Karhutla bukan dari operasi tangkap tangan, maka dibutuhkan ahli lingkungan untuk menganalisanya. "Tolong juga dibedakan, kejahatan lingkungan tidak sesederhana kejahatan lain. Kita harus minta keterangan ahli. Kecuali tertangkap tangan," tukas Dolly.

Dalam kesempatan tersebut, Dolly menyatakan kalau hingga sampai saat ini, pihaknya telah menetapkan 30 orang tersangka Karhutla dan 1 korporasi, dengan 31 Laporan Polisi (LP). Dari jumlah itu, 20 berkas sudah dinyatakan lengkap atau P21. Sementara, 4 kasus sudah masuk ke tahap satu atau pelimpahan berkas dari penyidik Kepolisian ke Kejaksaan. Selain itu juga terdapat 7 kasus yang masih dalam tahap penyidikan.

Selain itu, Polda Riau juga melakukan upaya preventif untuk mengantisipasi munculnya titik api. Polda Riau, sebut Dolly, telah menyebar maklumat pelarangan membakar lahan dan hutan.   "Saya selaku Kapolda menyebarkan 7.600 eksemplar maklumat Kapolda tentang larangan membakar lahan," imbuhnya.
 
Lebih lanjut Kapolda Riau menyatakan jika persoalan ini tidak akan ada habisnya jika masyarakat dan seluruh pihak masih belum mau berhenti membakar lahan dan hutan untuk kepentingan bisnis perkebunan.

Sementara itu, Kajati Riau Susdiyarto Agus Praptono juga menyebut penyusunan dakwaan bagi tersangka Karhutla telah dilakukan maksimal. Dalam menyusun dakwaan, pihaknya telah maksimal menjerat pelaku berdasarkan UU Lingkungan Hidup.

Persoalannya, sebut Susdiyarto, dakwaan maksimal tersebut belum bisa dijadikan tolok ukur atas putusan majelis hakim dalam persidangan.
"Sebetulnya bukan tergantung tuntutan tinggi, tetapi pertimbangan mejelis," tegas Kajati Riau

Pengalaman sebelumnya, dua petinggi perusahaan PT National Sago Prima (NSP) didakwa melakukan tindakan pembakaran lahan di areal perkebunan milik mereka. Persoalan telah sampai ke meja hijau dan ternyata divonis bebas. Untuk perusahaan, kala itu Hakim dari Pengadilan negeri (PN) Bengkalis menjatuhkan vonis bersalah. Perusahaan divonis bersalah dan diwajibkan membayar Rp2 miliar.( nur, dod)