LPP APBD Rohil 2014

Fraksi Sorot Minimnya Serapan Anggaran Belanja Daerah

Fraksi Sorot Minimnya Serapan  Anggaran Belanja Daerah

BAGANSIAPIAPI (HR)-Lemahnya kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah lingkup Pemkab Rohil mempengaruhi optimalisasi kegiatan pembangunan di daerah yang berdampak terhadap minimnya daya serap anggaran belanja daerah secara umum.

Dalam sidang paripurna penyampaian pendapat Fraksi tentang Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan (LPP) APBD Rohil 2014 yang dibuka Ketua DPRD Rohil, Nasrudin Hasan, dihadiri Bupati Rohil, H Suyatno, Sekdakab Rohil, H Surya Arfan, Wakil Ketua DPRD Rohil Jamiludin, Abdul Kosim dan Syarifuddin serta kepala dinas, badan dan kantor, di ruang Sidang Kantor DPRD Rohil, Selasa (1/9).

Nasrudin mengatakan, Dewan sebagai fungsi kontrol dan pengawasan selalu menyoroti penyerapan anggaran yang berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat. Apalagi setiap tahunnya anggaran belanja daerah terus meningkat, keterlambatan penyerapan ini bisa disebabkan kekhawatiran adanya konsekuensi hukum supaya penggunaan anggaran dilakukan sesuai mekanisme.

Menurutnya, sejumlah komoditi masyarakat seperti perkebunan sawit, karet hendaknya dapat menjadi perhatian semua pihak, dengan harapan ke depan tidak menganggu perekonomian masyarakat. Hal ini memaksa Dewan bersama pemerintah daerah mencari solusi, karena Dewan juga memiliki tanggungjawab moral.

Kemudian dari pandangan umum Fraksi terhadap LPP APBD 2014 dan dari Ranperda yang diajukan perlu dibahas melalui beberapa tingkatan, seperti yang disampaikan Fraksi Golkar yang disampaikan juru bicara Jufrizan, bahwa serapan anggaran belanja modal sangat minim, padahal ini sangat dibutuhkan masyarakat, misalnya jalan jembatan dan infrastruktur. Rendahnya serapan belanja modal yang terjadi juga mempengaruhi laporan yang disampikan BPK RI dengan penilaian opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

"WDP kita dapat setiap tahun tanpa ada peningkatan, padahal pembinaan terhadap pegawai setiap tahun terus dilakukan. Karena itu, Fraksi Golkar mempertanyakan sistim pengelolaan keuanggan daerah, sehingga tidak menjadi pertanyaan bagi masyarakat terhadap kinerja SKPD," terang Jufrizan.

Berbeda pendapat yang disampikan Fraksi PDI-Perjuangan dengan juru bicara Krismanto, bahwa pemerintah daerah dalam setiap penyampaian realisasi kegiatan harus melampirkan laporan hasil pemeriksaan BPK RI paling lambat 6 bulan tahun berikutnya. Sebab, draf ranperda yang disampaikan perlu dilakukan pembahasan. Dalam hal ini fraksi mengharapkan fokus pembahasan terlebih dahulu.

Kemudian, Fraksi Gerakan Indonesia Raya dengan juru bicara Ucok Mukhtar, menyoroti tentang perlunya ketepatan waktu penyampaian ranperda setiap tahunya. Pemerintah daerah juga harus membuat estimasi, analisa data yang valid  terutama data potensi pajak. Fraksi ini juga menyoroti mengenai banyaknya bangunan yang belum difungsikan secara optimal, tentunya pemerintah daerah harus merefitalisasi fungsi dan peran pengawasan internal.

"Ke depan pemerintah daerah harus membuat kualitas standar bangunan dalam hitungan setiap tahun dalam bentuk MoU terhadap rekanan pihak ketiga sebagai bentuk tanggungjawab. Kami juga meminta setiap program bantuan dilakukan proses serahterima supaya bantuan tepat sasaran," ungkapnya.

Selanjutnya, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dengan jurubicara Hendriza, mengusulkan supaya aturan pajak dan retribusi dilaksanakan penyesuaian sehingga produktif terkait penerimaan, denda administrasinya. Hendriza menambahkan khusus jaringan listrik yang belum terpasang tahun berikutnya menjadi prioritas, kemudian infrastruktur yang berkaitan dengan jalan karena kerusakan jalan di Rkan Hilir ditaksir 70 persen,"Kami usul agar jalan rusak supaya disiapkan anggaran perbaikanya," terangnya.

Lanjutnya, Fraksi Demokrat Plus yang disampikan jurubicara Murkan, mengatakan bahwa kinerja SKPD masih 50 persen, serta belum maksimalnya BUMD dalam pe-nyampaian laporan keuangan dan meminta laporan tersebut dimasukan dalam Ranperda.***