DPR Setujui Calon Kapolri

Samad: KPK Pasti Tahan Budi Gunawan

Samad: KPK Pasti Tahan Budi Gunawan

JAKARTA (HR)-Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad, memastikan pihaknya akan melakukan penahanan terhadap calon tunggal Kapolri, Komjen Budi Gunawan, yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi.

Langkah hukum ini dilakukan, bila proses pemberkasan kasus yang membelitnya sudah mencapai 50 persen.

Sementara itu, polemik seputar penunjukan Komjen Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri, hampir bisa dipastikan akan semakin memanas. Hal itu setelah DPR RI menyetujui pencalonan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri yang diajukan pemerintah.

Hingga tadi malam, Presiden Joko Widodo belum mengeluarkan keputusan pasti terkait pencalonan Budi Gunawan tersebut, apakah akan melantik atau membatalkannya. Padahal Presiden pada Kamis (15/1) sore sudah melakukan pertemuan dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Terkait posisi Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka, Abraham Samad menegaskan, KPK akan mempercepat proses penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi dengan tersangka Komjen Budi Gunawan.

"Kita konsentrasi terhadap kasus ini untuk diselesaikan secepat mungkin, supaya tidak menimbulkan pro-kontra dan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat. Itu yang jadi konsentrasi kita," ujarnya, saat menerima relawan Salam 2 Jari di Gedung KPK Jakarta, Kamis kemarin.

Pasti Ditahan
Samad juga menegaskan KPK pasti akan melakukan penahanan terhadap Budi Gunawan. Namun proses penahanan akan dilakukan jika proses pemberkasan mencapai 50 peren. Hal itu sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku di KPK.

"Jadi tidak ada tradisi, dan tidak akan pernah terjadi di KPK, seseorang yang sudah jadi tersangka tidak ditahan. Dia pasti ditahan, tidak perlu ada keraguan," tegasnya.

Samad juga meyakini bukti-bukti yang dimiliki KPK dalam menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka. Ditegaskannya, jika KPK sudah memutuskan seseorang menjadi tersangka, itu artinya KPK udah memiliki minimal dua alat bukti.

"Oleh karena itu kasus ini berjalan agak lama kalau kita lihat rentang kasusnya, karena kita memerlukan lebih dari dua alat bukti," ujarnya.

Dengan keyakinan atas alat bukti tersebut, maka Abraham mengungkapkan tidak ada kasus di KPK yang tidak terbukti di pengadilan. "Oleh karena itu ketika kasus ini diajukan ke pengadilan, Insya Allah dan Alhamdulillah selama ini tidak ada kasus satupun yang diajukan KPK ke pengadilan bisa bebas demi hukum," katanya.

Belum Putuskan
Sementara itu, Presiden Jokowi dan unsur pimpinan KPK sudah bertemu di Istana Negara sore tadi. Pertemuan itu untuk membahas Komjen Budi Gunawan, calon Kapolri yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
"KPK menjelaskan proses penanganan kasus hukum yang bersangkutan" terang Abraham Samad.

Dalam pertemuan itu selain Samad dan Jokowi, hadir Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja, dan Wakil Ketua KPK Zulkarnaen. Sedang Jokowi ditemani antara lain Mensesneg Pratikno. Pertemuan berlangsung cukup lama sekitar satu jam. Jokowi mendapat penjelasan gamblang soal penetapan tersangka Komjen Budi.

Sejauh ini, Presiden Jokowi belum memberikan keputusan terkait pencalonan Budi Gunawan tersebut. Sehari sebelumnya, Jokowi mengatakan pihaknya akan mengambil keputusan, setelah melihat keputusan dalam rapat paripurna DPR RI.

Disetujui DPR
DPR RI sendiri sudah menyetujui menyetujui Komjen Budi Gunawan sebagai kepala Polri untuk menggantikan Jenderal Sutarman. Persetujuan itu diambil dalam sidang paripurna yang berakhir Kamis siang kemarin. DPR tampak tidak terusik dengan status Budi Gunawan yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Dari sekian fraksi yang ada di DPR, Fraksi Demokrat dan PAN meminta DPRD menunda dulu keputusan itu. Sebelumnya, sikap serupa juga diambil Demokrat dalam sidang di Komisi III DPR RI.

Sebelum pengambilan keputusan, Ketua Komisi III DPR RI, Aziz Syamsuddin membacakan laporan proses seleksi yang telah dilakukan setelah menerima surat dari Presiden Joko Widodo. Dalam surat tersebut, Jokowi meminta DPR menyetujui Budi Gunawan sebagai Kepala Polri dan memberhentikan Sutarman.

"Menyetujui mengangkat Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai kepala Polri dan menyetujui memberhentikan Jenderal (Pol) Sutarman sebagai Kepala Polri," kata Aziz dalam laporannya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

Setelah itu, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan sebagai pemimpin sidang paripurna menanyakan sikap masing-masing fraksi terkait keputusan Komisi III itu.

Delapan fraksi, yakni PDI-P, Golkar, Gerindra, PKS, PKB, Nasdem, Hanura, dan PPP menyetui keputusan tersebut tanpa memberikan pandangan. Hanya Fraksi Demokrat dan PAN yang meminta DPR menunda persetujuan tersebut.

Setelah adanya dua fraksi yang berbeda pendapat, Taufik menyarankan dilakukan forum lobi terlebih dulu.
"Karena menyangkut hal prinsip, kalau boleh kita lakukan lobi 5 sampai 10 menit," kata Taufik.

Namun, usulan tersebut ditolak oleh Fraksi Nasdem. Mereka meminta agar pengambilan keputusan langsung dilakukan berdasarkan suara mayoritas. Beberapa anggota Dewan lainnya ikut menyampaikan interupsi hingga akhirnya forum lobi digelar.

Setelah forum lobi sekitar sekitar satu jam, Taufik mengatakan, dalam forum tersebut, disepakati tetap berpegang pada keputusan Komisi III yang menyetujui mengangkat Budi Gunawan sebagai kepala Polri. Dengan demikian, prosesnya tinggal disahkan dalam paripurna.

Langgar Sumpah Jabatan
Sementara itu, anggota Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman menilai, jika Presiden Jokowi tetap melantik Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri, maka itu akan menjadi awal pemakzulan terhadap presiden.

"Kalau Presiden lantik Budi Gunawan, itu jadi pintu masuk impeachment Presiden karena Presiden akan dianggap melanggar sumpah jabatan," ujarnya.

Menurutnya, Presiden Jokowi bisa dianggap melanggar konstitusi dan sumpah jabatannya, karena melantik seorang tersangka menjadi Kapolri. "Ini berkaitan dengan sumpah jabatan untuk menegakkan hukum setegak-tegaknya dan seadil-adilnya," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR ini.

Penunjukan dan pelantikan Kapolri memang kewenangan Jokowi. Namun, hak prerogratif seorang presiden itu pun ada batasnya. "Walaupun Presiden punya hak prerogatif tapi ada batasnya. Ya ini sudah selesai, kita sudah sampaikan dalam forum resmi. Yang kami sampaikan adalah komitmen kami menegakkan hukum, memberantas korupsi," ungkap Benny.

Suara Relawan Jokowi
Tidak hanya KPK, penolakan juga datang dari relawan Konser Salam 2 Jari, Fadroel Rachman. Ia  menemui Presiden Jokowi setelah bertemu pimpinan KPK. Kedatangannya ingin membicarakan penolakan para relawan terhadap Komjen Budi Gunawan yang menjadi calon tunggal Kapolri.

"Kami mendukung Pak Jokowi, kami mendukung KPK. Tapi kami tidak mendukung Budi Gunawan untuk menjadi Kapolri. Ini tak sesuai dengan semangat pemberantasan korupsi," ujar Fadjroel di Istana Negara.

Budi Gunawan yang telah menyandang status tersangka dari KPK itu dinilai tak layak menjadi Kapolri oleh relawan. Mereka pun menyatakan akan terus mengkritisi Presiden Jokowi bila tetap melantik Budi Gunawan. "Kami tak akan mencabut dukungan, tapi kami akan meneror Presiden Jokowi terus. Dengan cara terus mendatangi seperti ini," kata Fadjroel.

Dia juga menyatakan bahwa semangat relawan mendukung Jokowi saat Pilpres adalah untuk memberantas korupsi. Semasa pemerintahan Presiden SBY, KPK adalah garda terdepan pemberantasan korupsi. "Sekarang KPK bilang Budi Gunawan tersangka. Mengapa tidak dihiraukan?" kata Fadjroel.

Dia datang seorang diri karena mengaku dipanggil oleh salah seorang staf Presiden Jokowi. Rencananya akan ada dua pertemuan yang dia hadiri bersama Presiden Jokowi. "Tidak tahu siapa saja yang datang tapi saya akan tetap meminta Pak Presiden tidak melantik Budi Gunawan," ungkap Fadroel.

Seperti diketahui, KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu. (bbs, rol, kom, dtc, sis)