Dinilai Masih Banyak Kendala

DPR Segera Bentuk Panja BPJS Kesehatan

DPR Segera Bentuk Panja BPJS Kesehatan

JAKARTA (HR)-Anggota Komisi IX DPR RI, Siti Masrifah mengatakan, Dewan akan membentuk panitia kerja terkait program Jaminan Kesehatan Nasionalyang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Langkah ini dilakuan ka-rena program ini dianggap masih memiliki banyak permasalahan yang signifikan.

"Kami (DPR, red) di masa sidang ke 4, 5 dan 6 akan
membentuk Panja (panitia kerja) BPJS kesehatan," ujarnya, dalam diskusi publik yang bertajuk "BPJS Kesehatan: Perlindungan atau Komersialisasi Kesehatan?" di Jakarta Selatan, Minggu (9/8).

Menurutnya, pembentukan Panja tersebut untuk menghimpun segala permasalahan yang masih melingkupi BPJS Kesehatan, setelah resmi diselenggarakan di tengah-tengah pihak yang terlibat.

Tidak hanya permasalahan bagi peserta, Panja juga menggali permasalahan bagi pelaku dan badan usaha kesehatan atau fasilitas kesehatan tertentu yang bekerja sama dengan BPJS.

Masrifah mengakui, pihaknya  sudah menemukan delapan permasalahan yang menghantui pihak-pihak tersebut. Mulai dari sejumlah obat yang tidak masuk dalam e-catalog BPJS Kesehatan hingga mekanisme rujukan berjenjang BPJS yang dinilai tidak berjalan maksimal.

"Ada yang menumpuk di Puskesmas (Faskes I). Dan akhirnya tidak mau menangani (karena repot) dan langsung dirujuk ke rumah sakit (Faskes II). Kemudian, dari rumah sakit, kalau merasa (penyakitnya) bisa ditangani di Puskesmas, dirujuk-balik ke Puskesmas lagi," ungkap Masrifah.

Hal itu terjadi karena total Faskes yang ada kualitas dan kuantitasnya tidak memadai. Bahkan berkurang dari jumlah semula. Penyebabnya, tak lain karena Faskes tidak merasakan manfaat dari BPJS Kesehatan. "Ada yang tekor gara-gara ikut BPJS," ungkapnya.

Setengah Hati
Sementara itu, praktisi di lapangan, Dr Yadi Permana, dari Dokter Indonesia Bersatu mengungkapkan, ada permasalahan lain di dalam penyelenggaraan BPJS Kesehatan. Pemerintah, ujarnya, tidak adil dalam membayarkan klaim peserta di rumah sakit pemerintah dan swasta.

"Rumah sakit itu dibayar sama. Kalau rumah sakit pemerintah, tidak masalah. Karena ada subsidi. Beda kalau rumah sakit swasta yang tidak ada subsidi. Jadi wajar banyak rumah sakit yang melayani peserta BPJS setengah hati," ujar dia.

Begitupun dengan penghargaan profesional dokter. Yadi menambahkan, para dokter hanya dibayar Rp2 ribu per pasien. Nominal ini dianggap sangat tragis, karena lebih murah dari biaya parkir bahkan biaya ke toilet. "Itu kasarnya," tukas dia.

Tak Ada Haram
Sebelumnya, persoalan yang melilit BPJS Kesehatan juga sempat merebak, setelah adanya pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menilai praktik BPJS Kesehatan yang disebut-sebut haram.

Namun anggapan itu ditepis Asisten Manager bidang Departemen Data BPJS Kesehatan, Suciwati Megawardhani.

"Kami sudah difasilitasi OJK untuk bertemu MUI. Mereka tidak bilang kalau BPJS haram, tetapi memang ada prosedur yang tidak sesuai syariah. Maka itu MUI langsung memberikan beberapa masukan," ujarnya.

Salah satu solusi yang diberikan MUI adalah bentuk formulir yang nantinya akan ada dua. Salah satu formulir berisikan istilah akad dan nantinya iuran BPJS Kesehatan akan disimpan di Bank Syariah.
"Tetapi yang perlu dicatat adalah tidak ada BPJS konvensional dan syariah. Semua tetap satu BPJS," kata dia.

Nantinya BPJS Kesehatan akan kembali mengadakan pertemuan dengan MUI. Sehingga kemudian polemik yang muncul dapat disudahi. (bbs, mtv, dtc, ral, sis)