Tersandung Dugaan Gratifikasi

Jokowi Kaget, Budi Gunawan Tersangka

Jokowi Kaget, Budi Gunawan Tersangka

JAKARTA (HR)-Presiden Joko Widodo kaget setelah Komjen Budi Gunawan, calon tunggal Kapolri yang dipilihnya, ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Lembaga antirasuah itu menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi.
 
Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan status tersangka terhadap Budi Gunawan, membuat banyak pihak tersentak. Namun Ketua KPK Abraham Samad memastikan, kebijakan itu ditempuh setelah melalui proses yang cukup panjang. KPK menduga ada transaksi mencurigakan atau tidak wajar yang dilakukan Budi Gunawan.

"Kita ingin sampaikan progres report kasus transaksi mencurigakan atau tidak wajar dari pejabat negara. Perkara tersebut naik ke tahap penyidikan dengan tersangka Komjen BG dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji,
" ujar Ketua KPK Abraham Samad di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (13/1).

Abraham mengatakan, penyelidikan kasus yang menjerat Budi telah dilakukan sejak Juli 2014 lalu.

"Berdasarkan penyelidikan yang cukup lama, akhirnya KPK menemukan pidana dan menemukan lebih dari dua alat bukti untuk meningkatkan penyelidikan menjadi penyidikan," kata Abraham.

Dalam kasus ini, Budi Gunawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau 12 B Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

Kaget

Budi Gunawan mulai marak disorot media, karena ia merupakan satu-satunya calon Kapolri yang diajukan Presiden Joko Widodo. Lalu apa reaksi Presiden Jokowi soal ini?
"Kaget saja, beliau kaget. Karena selama ini, beliau (Komjen Budi, red) tidak ada keputusan hukum," jelas Mensesneg Pratikno.

Menurut Pratikno, meski kaget, Presiden Jokowi menghormati apa yang dilakukan KPK.
Menurutnya, Budi Gunawan diajukan sebagai calon tunggal Kapolri, karena selama ini tidak ada kendala hukum yang menderanya. Berdasarkan hal itu, Istana pun memberi lampu hijau dengan menyodorkan Budi ke DPR sebagai calon Kapolri. "Jadi proses dijalankan," tutur Pratikno.

Terkait status tersangka yang kini disandang Budi Gunawan, Pratikno mengatakan pemerintah tentu saja akan merespon. "Prinsipnya presiden menghargai independensi, profesionalitas lembaga-lembaga semacam KPK," tambahnya.

Puluhan Miliar
Sementara itu, Kepala Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf mengatakan, pihaknya mencatat transaksi tak wajar Komjen Budi Gunawan pada 2005-2006. Lembaga itu menilai, nilai transaksi yang dilakukan Budi jauh dari kewajaran sebagai anggota Polri.

"Transaksi 2005-2006, nilainya puluhan miliar," jelasnya.

Yusuf menjelaskan, laporan transaksi Budi Gunawan itu dari sejumlah pihak. "Kami tak bisa menyebutkannya," tambah dia.

Ditambahkannya, data transaksi tak wajar milik Budi itu baru diproses pada 2010 setelah PPATK melakukan penelaahan. "Alat kami juga kan terbatas," tambah dia.

PPATK kemudian menyerahkan data transaksi itu ke Bareskrim Polri pada Maret 2010. "Polri merespons dengan melakukan penyelidikan. Pada Mei 2010, kami dikirimkan surat transaksi itu tak terindikasi pidana," tutur Yusuf.

Pada pertengahan 2014, KPK datang ke PPATK dan meminta data transaksi Budi secara keseluruhan. KPK sebelumnya sudah mendapatkan laporan dari masyarakat. "Data kami hanya melengkapi, KPK sudah memiliki pijakan dari LHKPN," ujar Yusuf.

Sudah Ingatkan

Tidak hanya itu, Yusuf mengatakan pihaknya juga pernah menjelaskan secara langsung kepada Presiden Jokowi soal adanya dugaan tindak pidana yang dioduga dilakukan Budi Gunawan. Hal itu disampaikan Yusuf saat proses penyusunan Kabinet Kerja pada awal pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla tahun 2014. Budi Gunawan masuk dalam daftar calon menteri yang diminta ditelusuri rekam jejaknya.

Komentar senada juga pernah dilontarkan Ketua KPK Abraham Samad. Menurutnya, KPK telah memberi peringatan kepada Presiden bahwa Budi Gunawan memiliki catatan merah. KPK menganggap tidak elok jika Budi dicalonkan sebagai calon Kapolri.

Tidak hanya dua lembaga itu, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Komponas), Adrianus Meliala, juga mengaku sudah melakukan langkah serupa. Pihaknya telah mengingatkan Presiden Jokowi, akan persepsi negatif masyarakat akan sosok Budi Gunawan.

"Kami ini komisioner pilihan masyarakat. Jadi, kami sama suara hatinya dengan masyarakat. Kalau masyarakat bilang ada rekening gendut, kami juga sampaikan sebagai saran dan pertimbangan. Bahkan, yang lebih kejam dari itu, ada, tapi tidak bisa kami buka," ungkapnya.

Adrianus mengaku tidak ada yang sempurna dari lima calon kapolri yang diserahkan Kompolnas kepada Presiden. Setiap calon memiliki kekurangannya masing-masing. Namun, untuk tuduhan rekening gendut milik Budi Gunawan, Adrianus mengaku itu hanyalah tuduhan yang tak mendasar.

"Saya kasihan juga sama beliau karena secara kualitas kepribadian, intelektual bagus, dari sisi kepemimpinan dedikasinya pada Polri juga tinggi. Tetapi, setiap kali, (ia) diganjal dengan masalah ini. Namun, Presiden bisa mengambil risiko politik," kata Adrianus.

Adrianus menilai, sebaiknya Komisi III DPR melakukan penelusuran kembali atas pencalonan tersebut. Komisi III DPR bisa saja menolak calon yang diajukan Presiden meski nantinya Adrianus khawatir hubungan antara dua lembaga akan menjadi buruk.

Di terpisah, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar yang sejak awal mewanti-wanti penunjukan calon Kapolri, mengapresiasi langkah KPK itu sekaligus mengkritik Jokowi.

"Ini pukulan berat buat Pak Jokowi dan pemerintah yang terkesan tergesa-gesa dalam memilih calon kapolri dengan menggunakan hak prerogratif, padahal masih ada waktu untuk menyeleksi calon kapolri lewat KPK, PPATK, Komnas HAM," ujarnya.

Bambang menjelaskan, penetapan tersangka calon Kapolri ini mengingatkan bahwa kapolri bukan alat pemerintah saja, polri adalah alat negara. Maka kapolri harus loyal kepada bangsa dan negara, termasuk kepada pemerintah, DPR dan lain-lain.
"Ke depan masih ada waktu 10 bulan karena Pak Sutarman habis masa pengabdian," ujarnya.

Selama sisa masa jabatan Kapolri Jenderal Sutarman itulah maka masih ada waktu itu yang bisa digunakan Presiden Jokowi untuk memilih calon yang lebih baik melalui prosedur yang benar. "Dan saya lihat calon-calon lainnya juga baik-baik," ucap Bambang.

Disayangkan

Komentar berbeda dilontarkan Sekjen DPP Partai Nasdem, Patrice Rio Capella. Ia menyayangkan kebijakan KPK, karena dinilai telah mempermalukan Presiden Jokowi.

"Siapa yang menunjuk Budi Gunawan? Presiden. Itu sama saja dengan 'menampar' muka Presiden," ujarnya.

Anggota Komisi III DPR itu melanjutkan, seharusnya KPK menghargai proses politik yang mulai berjalan di parlemen. Ia menganggap status tersangka untuk Budi lebih mudah diterima dan jauh dari spekulasi jika disampaikan KPK jauh hari sebelum DPR melakukan uji kelayakan dan kepatutan calon kapolri.
"Makanya, saya tanya, kalau Budi Gunawan tidak dicalonkan sebagai kapolri apakah hari ini akan jadi tersangka? Saya rasa belum tentu," ujarnya. (bbs, kom, dtc, rol, sis)