KPU: Bisa Langsung Dipidana

Ada Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Palsu

Ada Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Palsu

JAKARTA (HR)-Kabar mengejutkan mencuat di saat berlangsungnya verifikasi berkas persyaratan calon kepala daerah. Sejumlah calon kepala daerah diduga menggunakan ijazah palsu dalam pencalonannya di Pilkada Serentak 2015 ini.
 
Dugaan itu dilontarkan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti), Prof M Nasir. Menurutnya, hal itu pula yang membuat pihaknya berinisiatif ikut dalam memverifikasi ijazah para calon kepala daerah di Pilkada 2015.

"Laporan yang sudah masuk kepada kami ada, yang kemarin ada," ungkap M Nasir, usai penandatanganan kerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (30/7).

"Apakah dia akan mencalonkan lagi atau tidak, belum tahu. Kalau mencalonkan lagi, ada potensi (pelanggaran lagi -red)," imbuhnya.

Saat ditanya siapa calon kepala daerah yang dimaksud, Nasir belum bersedia memberikan informasi secara rinci. Menurutnya, pihaknya akan menyerahkan masalah itu kepada penegak hukum. "(Daerah) di bagian timur, kami belum pastikan di mana," ujarnya.

"Dia (calon kepala daerah itu) mengatakan kalau dia tidak pernah beli ijazah palsu, dia selalu bilang beli ijazahnya asli tidak palsu," imbuh Nasir yang mengundang tawa orang yang mendengarnya.

Lebih lanjut Menristek Dikti menjelaskan, sesuai UU Nomor 12 Tahun 2012, bagi lembaga yang mengeluarkan ijazah palsu, maka diancam pidana maksimal 10 tahun penjara dengan denda maksimal Rp 1 miliar. Bagi pemegang ijazahnya diancam pidana 5 tahun dan denda maksimal Rp500 juta.
 
Ditambahkannya, selain ijazah para calon kepala daerah, pihaknya juga akan memverifikasi lembaga yang mengeluarkan ijazah tersebut. Hal itu untuk memastikan apakah lembaga itu layak atau tidak.

Sedangkan terkait teknis verifikasi ijazah para calon kepala daerah, akan dilakukan setelah semua ijazah dikumpulkan. Pihaknya memperkirakan, proses ini tidak berlangsung lama. "Maksimum satu minggu sudah selesai," ujarnya.

Nasir menjelaskan, data mengenai latar belakang pendidikan para pasangan calon peserta Pilkada tersebut dapat diakses melalui situs http://forlap.dikti.go.id "Dalam situs tersebut bisa dilihat universitas mana, program studinya apa, dia lulus tahun berapa, berapa jumlah sks yang dihasilkan. Itu semua tercantum." tuturnya.

Dikatakan, banyak para pasangan calon yang hanya melakukan verifikasi ijazah terakhir tempat mereka menempuh pendidikan. Padahal, yang harus dicek bukan hanya tingkat perguruan tingginya saja. "Setelah ijazah para calon, kita akan lanjutkan dengan mencari bukti status-status kelembagaan itu. Apakah verified atau tidak," ujarnya lagi.
 
Menanggapi isu penggunaan ijazah palsu tersebut, Ketua KPU Pusat, Husni Kamil Manik, menegaskan, calon kepala daerah yang menggunakan ijazah palsu bisa dikenakan pidana.

"Kalau nanti ijazahnya palsu, tapi dia sandang gelar akademik, maka dianggap dia sudah tidak memberikan keterangan yang benar atas dirinya. Ini sudah bisa dibawa ke ranah pidana. Memberikan keterangan tidak benar dalam pencalonan itu melanggar Undang-undang," tegas Husni.

Husni mengatakan, syarat calon kepala daerah dalam Undang-Undang memang minimal hanya SMA, sehingga penggunaan ijazah palsu tidak secara langsung membatalkan pencalonan. Pembatalan itu jika ijazah palsu masuk dalam pidana dan berkekuatan hukum tetap.

"Kalau proses pidananya bisa selesai pada waktunya, maka bisa mempengaruhi pencalonan," tambah mantan komisioner KPU Sumbar itu.

Lebih jauh, Husni mengatakan seringkali penggunaan gelar bagi calon kepala daerah menjadi alat untuk menarik pemilih. Penggunaan gelar itulah yang perlu dicek Kemenristek Dikti apakah sah atau tidak.

"Kita berharap gelar ini tidak menjadi bagian yang dianggap menguntungkan bagi para pihak yang ikut dalam kontestasi politik (Pilkada)," tuturnya. (bbs, kom, dtc, ral, sis)