FOKUS - Derita Pedagang Pasar Cik Puan

Sampai Kapan Pak?

Sampai Kapan Pak?

Sepuluh kali sudah, kebakaran menimpa Pasar Tradisional Cik Puan Pekanbaru, namun hingga saat ini tak kunjung ada kejelasan mengenai hak pengelolaan lahan pasar tersebut.

Janji Gubernur Riau Annas Maamun untuk menghibahkan lahan milik Pmerintah Provinsi (Pemprov) Riau tersebut, kepada Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru belum juga terlaksana.

Proses administrasi hibah, ditenggarai menjadi penyebab utama keterlambatan tersebut. Sehingga, Senin (6/7) usai Berbuka Puasa untuk kesepuluh kali para pedagang harus merelakan barang dagangannya di lalap si Jago Merah.


Ironis sekali, dibutuhkan sepuluh kali kebakaran untuk membuka mata hati dan rasa empati para pejabat serta anggota DPRD baik itu di level Provinsi Riau maupun Kota Pekanbaru.

Akankah kerugian pedagang yang hampir mencapai triliunan rupiah ini, masih ditanggapi dengan perdebatan masalah adminsitrasi di level dewan dan kebijakan pemerintah?

Usai kebakaran pertama, Walikota Pekabaru Herman Abdullah pada masa itu telah memulai pembangunan pasar pengganti yang lebih modern. Miliaran dana telah dikucurkan dari APBD Kota Pekanbaru.

Kenyataannya, pembangunan harus terhenti hingga tahap pondasi dan kerangka bangunan. Karena kepemilikan lahan pasar menjadi perdebatan antara Pemko Pekanbaru dengan Pemprov Riau.

Dengan alasan Pemko tidak meminta izin kepada Pemprov selaku pemilik sah atas aset lahan pasar tersebut, sehingga pembangunan pasar harus dihentikan secara hukum.

Pada saat itu, Pemko diminta untuk mengajukan permohonan hibah kepada Pemrov, untuk mengelola aset lahan tersebut. Sayangnya, meski Pemko telah melakukan proses administrasinya, namun jawaban dari Pemrov tak kunjung pernah diterima Walikota hingga Pekanbaru dipimpin H Firdaus.

Faktanya, bangunan berupa kerangka beton menjadi saksi bisu sekaligus korban dari keangkuhan pejabat pemprov, hingga hari ini. Miliaran rupiah yang telah dikucurkan untuk pekerjaan ini, menjadi sia-sia.

 

Pihak Ketiga

Ternyata, menjadi sangat beralasan bagi Pemprov Riau ketika Pemko justru menyerahkan pembangunan pasar tersebut kepada pihak ketika. Hal ini jelas sangat bersimpangan dengan komitmen awal untuk membangun pasar ini dengan dana sendiri.

Sebagaiman diungkapkan Plt Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman, tidak jelasnya pembangunan pasar Cik Puan, yang telah diserahkan kepada Pemko Pekanbaru, melalui anggaran Pemda. Hal ini tentunya sangat disayangkan, karena kelanjutan pembangunannya dilemparkan kepada pihak ketiga.

Ditegaskan hahwa kelanjutan pembangunan pasar Cik Puan tersebut memang diserahkan kepada Pemko. Hal ini sudah dibahas sejak lama, namun hingga saat ini dirinya belum mendapatkan laporan terkait hasil yang jelas.

"Saya tak begitu hafal isi perjanjiannya. Yang pasti pembangunan pasar tersebut sudah diserahkan ke Pemko dengan dana sendiri," ujarnya.
Meski menguasai 22.000 meter persegi lahan peruntungkan bagi pasar, Pemprov Riau menghendaki Pemko segera merampungkan progressnya terhadap pasar ini. "Konsepnya sampai saat ini belum pernah kami terima," tegas Andi Rachman.

Sementara itu Walikota Pekanbaru Firdaus melempar wacana untuk segera melepas aset Pemko berupa lahan seluas 7000 meter di areal pasar Cik Puan tersebut, untuk diserahkan kepada Pemprov Riau untuk menentukan sikap.

Sebab menurutnya untuk melanjutkan pembangunannya, pihak Pemko harus duduk bersama dengan pihak Pemerintah Provinsi(Pemprov) Riau untuk membicarakan status lahan. Hal inilah yang tak pernah bisa terwujud hingga hari ini.

"Dari apa yang sudah dibahas, kita bersedia menghapus itu dari aset Pemko dan menjadikan sebagai aset Pemprov. Apakah Pemprov memberikan hak pengelolaan kepada Pemko atau mengelola sendiri, bagi kita tidak masalah," kata Firdaus.

Firdaus menyebutkan, persoalan yang terjadi di lahan seluas 7000 meter persegi tersebut, adalah aset tercatat sebagai milik Pemko Pekanbaru. Sedangkan aset Pemprov tercatat seluas 22 ribu meter persegi, di areal Pasar Cik Puan.

Jika lahan tersebut dihapuskan dari pencatatan aset Pemko Pekanbaru, maka lahan tersebut akan sepenuhnya menjadi aset milik Pemprov Riau. Untuk pengelolaannya tergantung pada Pemprov, apakah mau diserahkan kepada Pemko atau dikelola sendiri oleh Pemprov.

"Kita ingin, musibah ini menjadi momentum bagi kita untuk segera menyelesaikan persoalan ini. Selama ini kita sibuk bicara soal status lahan yang tidak tuntas-tuntas, sementara masyarakat terus menjadi korban," tandasnya.

 

Kusut Masai

Jika di level pengambil kebijakan, bertahun lamanya tak pernah bisa menghasilkan solusi yang terbaik bagi nasib Pasar Cik Puan, maka di level organisasi pedagang pun telah terbentuk dualisme organisasi.

"Sebagian besar pedagang tak puas, karena pengurus organisasi yang lama hanya mencari keuntungan bagi mereka saja. Makanya dibuat organisasi baru," ungkap Sulaiman (nama samaran, red).

Bahkan Dinas Pasar sendiri, selaku instansi yang paling berwenang dan berkepentingan untuk mendatangkan PAD dari restribusi pasar, justru semakin menambah semrawut wajah pasar.

Pedagang sayur mayur diberikan lapak di areal parkir pasar, sehingga areal parkir bergeser memakan badan jalan Tuanku Tambusai. Kemacetan pun tak terhindarkan, dan Dinas Perhubungan pun terkesan memklumi hal ini.

Sementara di pojok kiri pasar, setiap malam hingga pagi hari, aktifitas perdagangan sayur-mayur kelas grosir justru luput dari pengelolaan Dinas Pasar.

"Ada orang yang memungut terhadap pedagang grosir itu, tapi bukan orang Dinas Pasar. Itulah kualitas orang-orang dinas itu, apalagi nasib kami sebagai pedagang, ntah masih ada dalam fikirannya atau tidak," tutur Sulaiman lagi kepada Haluan Riau.***