Puasa dan Aplikasi Dalam Kehidupan

Puasa dan Aplikasi Dalam Kehidupan

OLEH: SUSDIYARTO AGUS PRAPTONO, SH, MH
(Kepala Kejaksaan tinggi Riau)

Marhaban Ya Ramadan. Telah datang bulan yang sangat suci yakni bulan Ramadan, di mana di dalam bulan tersebut umat muslim di seluruh dunia, apapun kondisinya, diwajibkan untuk ber-puasa.

Di samping melaksanakan ibadah puasa di siang harinya, juga pada malam harinya melaksanakan Salat Tarawih baik delapan rakaat maupun duapuluh rakaat, maka dimuliakanlah bagi mereka yang melaksanakannya sebagai orang yang bertaqwa.

Melaksanakan ibadah puasa bukan hanya sekedar tidak makan dan minum, tapi maknanya sangat luas yakni untuk mencegah kita dari segala perbuatan yang dilarang Allah SWT sehingga kita menjadi manusia yang fitri (kembali suci).

Manusia memiliki kecenderungan untuk mendapat kenikmatan duniawi yang berlebihan, bahkan di luar kebutuhannya. Kemewahan dan hedonism-materialistik menyebabkan manusia sering mengabaikan hajat spiritualitasnya. Melakukan perbuatan korupsi, eksploitasi sumber alam berlebih-lebihan, kejahatan dan kekerasan seksual, penjajahan dan perbudakan adalah bentuk pelanggaran untuk mengajarkan kenikmatan duniawi.


Sebagaimana firman Allah yang artinya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.

Nafsu manusia adalah lautan yang tiada bertepi semakin manusia mengejarnya semakin jauh pula dunia menghindar. Itulah sebabnya tidak ada kepuasan duniawi tidak pernah mengenal terbatas, tetapi ia laksana meminum air lautan, semakin banyak diminum semakin haus adanya.

Puasa disyariatkan untuk menyehatkan manusia secara lahir dan batin. Dengan modal kesehatan itulah, manusia dapat menikmati kehidupan ini.

Sebagaimana sabda Rasululullah SAW: dua nikmat yang diremehkan manusia, kesehatan dan kelapangan. Kesehatan rohani dan mental merupakan modal awal manusia bergerak. Kesehatan ini hanya dapat diperoleh dengan pembersihan jiwa dengan menahan hawa nafsu kita dari angkara murka dan godaan dunia. Dunia laksana gadis cantik berpenampilan molek jelita, rayuannya sering menggiring manusia melupakan diri dari Tuhannya. Pelanggaran sesaat ini acapkali menyebabkan penyesalan seumur hidup.

Untuk ini perlu puasa batin (shawmul qalbi). Puasa ini beroreintasi membebaskan dunia ini dari umpat, fitnah, gibah, dengki, caci, hasud, buruk sangka dan amradh qalbiyyah lainnya.  Intisari puasa ini terejawantahkan dalam pengamalan hadits Nabi SAW: “barang siapa yang tidak meninggalkan qauladz dzur (ucapan yang tidak baik), maka Allah tidak hajat seseorang menahan makan minumnya”.

Puasa dalam tahapan ini membersihkan manusia memikrajkan ruh ke alam spiritualitas yang lebih tinggi. Dengan puasa, mukmin diharapkan menjadi lebih tenang, tenteram dan bahagia karena mengekang nafsunya untuk tidak menyakiti, menghina dan menzalimi orang lain. Sebaliknya semakin memperbanyak tasbih dan tahmid untuk mensucikan dan memuji Allah SWT.

Kalbu sebagai sumber keikhlasan dan ketakwaan. Bila seseorang menguasai hatinya untuk kebaikan, artinya dia telah mampu menghasilkan ketulusan dalam mengerjakan perbuatan karena Allah SWT. Tidak ada motivasi terhadap apapun yang dilaksanakan kecuali Allah. Adapun upah, insentif, gaji dan apresiasi itu hanya sekedar wasilah (jembatan) untuk kebaikan. Bila itu tidak diperoleh, tidak akan menyurutkan niat dan tekadnya dalam berbuat sesuatu.

Berikutnya adalah shaum zhahir (puasa zahir) maknanya anggota badan (al-jawarih) yang menahan diri dari hal-hal yang dilarang. Puasa telinga dari mendengar hal-hal yang keji, tidak bermanfaat atau malah yang memberikan mudarat. Fasilitas telinga ini merupakan faculty of body yang paling awal berfungsi sejak manusia hadir di alam jagat raya ini. Itu sebabnya dalam banyak ayat, telinga dan fungsinya pertama sekali disebutkan sebelum yang lainnya.  

Puasa lisan, tidak mengucapkan hal-hal yang tercela, lebih dari itu meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat. Rasulullah SAW bersabda bahwa di antara kebaikan umat Islam adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya.

Hanya kita dan Allah SWT yang tahu apakah puasa kita hanya menghasilkan haus dan lapar atau puasa kita memberikan kembali kesucian kita karena perolehan rahmat, maqfirah (pengampunan) dan itqun minannar (pembebasan dari api neraka). Wallahu Alam Bissawab.