Rahasia Pensyariatan Ibadah Puasa

Rahasia Pensyariatan Ibadah Puasa

Oleh : Drs. H. Ahmad Supardi Hasibuan, MA
(Kepala kantor Kemenag Rohul)

Satu pertanyaan penting yang sering diajukan kepada kita adalah “Kenapa ibadah puasa Ramadhan diwajibkan kepada umat manusia?” Pertanyaan ini cukup berat untuk dijawab, sebab ini adalah rahasia dari Allah SWT, sebab hanya Allah lah yang mengetahuinya secara persis. Namun demikian, tidak salah kalau kita mencari beberapa alternative jawaban, untuk menambah keyakinan kita dalam mengamalkan ajaran yang luar biasa ini. Selain itu, tentunya untuk menambahk khazanah ilmu pengetahuan, sebab ajaran agama semakin dikaji maka ilmu pengetahuan akan semakin berkembang.

 

Rahasia


Kita perlu menyadari bahwa sesungguhnya di antara Nama-nama Allah Ta’ala Yang Indah adalah Al-Hakim (Maha Bijaksana). Pecahan kata Al-Hakim adalah “Al-Hukmu” dan “Al-Hikmah”. Oleh karenanya, maka hanya milik Allah semata semua hukum-Nya, dan hanyalah Allah semata pula yang berhak untuk menetapkannya. Selain itu, hukum-hukum-Nya Allah SWT  itu sarat dengan hikmah, kesempurnaan dan ketelitian.

Hukum-hukum yang ditetapkannya, dapat dipastikan tidak ada satupun yang sia-sia, semuanya mengandung hikmah. Hanya saja terkadang, ilmu umat manusia tidak dapat menangkap hikmah yang terkandung di dalamnya.  

Perlu juga diketahui bahwa sesungguhnya pada setiap hukum Allah pasti mengandung hikmah-hikmah yang agung. Terkadang kita dapat mengetahuinya, baik melalui firmannya, sunnah RasulNya, maupun melalui akal sehat dengan bantuan ilmu pengetahuan. Namun terkadang akal kita tidak dapat menjangkaunya, karena keterbatasan analisis dan daya nalar umat manusia. Terkadang kita dapat mengetahuinya sebagian, sedangkan sebagian besar yang lainnya masih banyak yang tersembunyi. Ini adalah tugas setiap umat, tanpa kecuali, untuk melakukan kajian dan analisis, sebab setiap diri umat Islam berkewajiban untuk mempelajari ajaran agamanya secara mendalam, dengan baik dan benar.   

Hikmah paling besar dari ditetapkannya syariat tentang ibadah puasa Ramadaahan adalah untuk mencapai derajat tertinggi di sisi Allah SWT, yaitu derajat muttaqin. Melaksanakan ibadah puasa Ramadhan adalah sarana utama untuk merealisasikan ketaqwaan. Taqwa adalah menjalankan segala apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkan segala yang menjadi larangan-Nya. Maka puasa adalah di antara sebab yang membantu seorang hamba menjalankan perintah-perintah agama, untuk selanjutnya meraih derajat tertinggi. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam Alquran :
Artinya : 183.  Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS Al-Baqarah : 183).

Para ulama bersepakat bahwa hikmah tertinggi dari penetapan kewajiban berpuasa kepada umat manusia adalah sebagaimana disebutkan oleh Allah SWT tersebut di atas, yakni mencapai derajat taqwa. Namun demikian, pada kesempatan ini penulis ingin menguraikan tentang rahasia-rahasia penting dibalik penetapan kewajiban ibadah puasa Ramadhan. Sebahagian di antaranya adalah sebagai berikut :

Pertama, Sarana untuk mengetahui dan mensyukuri nikmat Allah SWT. Puasa adalah menahan diri dari makan, minum dan berhubungan badan. Ini adalah kenikmatan tertinggi, karena dengan menahan diri dari menikmati nikmat tersebut, pada waktu tertentu, akan membuatnya mengetahui nilai nikmat tersebut. Karena kenikmatan sesuatu yang tidak diketahui (nilainya), dan baru diketahui kalau dia hilang. Maka hal itu akan membantunya untuk  memenuhi haknya dengan mensyukurinya. Allah SWT bahkan menjanjikan akan menambah nikmat tersebut, bagi setiap hamba yang mensyukuri nikmatNya. Hal itu sesuai firmanNya :

Artinya : Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Q.S. Ibrahim : 7).

Kedua, Menumbuhkan sifat kasih sayang dari orang kaya terhadap orang fakir miskin, sebab orang yang berpuasa akan merasakan langsung, betapa beratnya lapar beberapa saat, sementara makanan dan minuman tersedia sebanyak-banyaknya. Dalam kondisi lapar ini, ia akan teringat orang yang merasakan kondisi seperti  ini sepanjang waktu, yakni fakir miskin yang terkadang sehari makan sehari tidak. Dengan demikian maka seseorang yang berpuasa, akan segera menyantuni, menyayangi dan berbuat baik kepada fakir miskin tersebut. Dengan demikian, maka melaksanakan ibadah puasa, dapat menjadi sarana ataupun sebab untuk menyayangi dan melindungi fakir miskin, sebagaimana menyayangi dirinya sendiri.

Ketiga, Sarana pendidikan dan latihan (diklat) untuk meninggalkan sesuatu yang haram. Karena jika jiwa mampu diarahkan untuk menahan dari yang halal demi mengharap ridha dan takut akan pedihnya siksaan. Maka, dia akan lebih mampu lagi diarahkan untuk menahan dari yang haram. Maka berpuasa adalah sebab untuk lancarnya menahan diri dari sesuatu yang diharamkan Allah. Banyak hal-hal yang diharamkan oleh Allah, namun banyak pula di antara manusia yang melanggarnya. Untuk itu, maka diperlukan semacam diklat untuk dapat menahan diri dari yang haram, dengan terlebih dahulu menahan diri dari yang halal.

Keempat. mengalahkan dan melemahkan setan, dimana pekerjaan utamanya membisikkan keburukan dan sekaligus menjerumuskan umat manusia, dari rel kebenaran, sehingga umat manusia senantiasa bergelimang dalam kejahatan dan potensinya melemah untuk menolak kemaksiatan. Sebagaimana diketahui bahwa kekuatan setan masuk ke tubuh Anak Adam lewat pembuluh darah, sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam haditnya. Dengan berpuasa, tempat masuk setan akan menyempit dan akhirnya melemah dan mengurangi gerakannya, sebab darah sedang tidak dialiri makanan.

Kelima, Mengalahkan dan bahkan mengarahkan hawa nafsu untuk berbuat kebaikan. jiwa dan atau diri manusia, ketika dia kenyang, maka dia akan menghidupkan syahwat, menginginkan segala-galanya, baik yang menjadi haknya maupun yang haknya. Sebaliknya, kalau jiwa dan atau diri manusia lapar, maka akan dapat menahan apa yang diinginkan oleh hawa nafsunya. Hal inilah yang dimaksudkan oleh Nabi SAW dalam sabdaNya :

Artinya : Wahai para pemuda! Barang siapa di antara kamu yang sudah memiliki kemampuan untuk menikah (baik secara biologis maupun bekal materi) , maka (bersegerahlah) menikah. Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, sebab puasa dapat dapat menjadi benteng baginya (dari menahan pandangan dan menjaga kemaluan. (HR. Bukhari)

Keenam, membiasakan diri seorang mukmin larut dalam melakukan dan menikmati ketaatan kepada Sang Khaliq, seperti sholat sunnah, sholat berjamaah, iktikaf di Masjid, tadarus dan tadabbur Alquran, menghadiri majelis taklim, memperbanyak dzikir dan fikir, menghindarkan diri dari hal-hal yang dilarang olehNya. Memang diakui bahwa orang yang sedang berpuasa pada umumnya banyak melakukan ketaatan dan kebajikan, sehingga diharapkan pada akhirnya menjadi terbiasa berbuat ketaatan dan kebajikan tersebut. Memang diakui bahwa salah satu penyakit kita adalah, ketika sedang melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, kita rajin ke Masjid, rajin sholat malam, rajin membaca Alquran dan lain sebagainya. Sebaliknya, ketika Ramadhan berakhir, maka berakhir pulalah semua kebiasaan-kebiasaan baik tersebut. Padahal diharapkan, hal-hal baik yang telah menjadi kebiasaan dimaksud, menjadi kebiasaan pasca Ramadhan.

Ketujuh, Menumbuhkan sifat zuhud terhadap dunia dan syahwatnya, serta meningkatkan pengharapan kepada Allah Ta’ala. Salah satu sifat manusia adalah ketamakan akan dunia, kesenangan, kemewahan, hedonisme, materialisme, dan segala macamnya. Saking tamaknya, jika telah mempunyai dua lembah emas, maka dia akan menginginkan lembah berikutnya menjadi emas. Sementara untuk mengeluarkan zakat dan apalagi infaq/shodaqah dari dalamnya, merasa berat dan terbebani. Akhirnya, mencari-cari alasan untuk tidak membayar zakat, infaq dan shodaqah. Dengan ibadah puasa, maka akan lahir sifat zuhud, ingin berbagi antar sesama, membantu dan memberikan pertolongan kepada orang lain, dan mengasihi orang lain sebagaimana mengasihi dirinya sendiri.

Kedelapan, melatih diri untuk selalu merasa diawasi oleh Sang Khaliq Allah SWT (Muraqabah), sebab ibadah puasa adalah sebuah ibadah yang bersifat rahasia, hanya Allah Tuhannya bersama dengan dirinya, yang mengetahui bahwa dirinya sedang berpuasa, sedangkan orang lain tidak ada yang mengetahuinya. Jika seseorang mampu meninggalkan kemaksiatan, dengan meninggalkan segala hal yang diinginkan, baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, meskipun dia mampu untuk melaksanakannya, maka dapat dipastikan, ketika dia berdiri sendiri, apalagi di kala sunyi, pasti dapat meninggalkan larangan Allah, sebab dia menyadari bahwa dirinya dalam penglihatan dan pengawasan Allah.***