Kasus Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo

Diputuskan Kalah, KPK Melawan

Diputuskan Kalah, KPK Melawan

JAKARTA (HR)-Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menelan kekalahan dalam sidang praperadilan. Kali ini, lembaga antirasuah itu kalah dari mantan Dirjen Pajak, Hadi Poernomo yang menggugat status tersangka yang ditetapkan terhadapnya.

Namun ada yang berbeda dari kejadian kali ini. Pada saat dinyatakan kalah, biasanya KPK masih berpikir-pikir dan mengkaji kembali upaya untuk melakukan perlawanan hukum. Namun kali ini, KPK langsung menyatakan akan melakukan perlawanan hukum. Pasalnya, keputusan hakim dalam kasus praperadilan kali ini dinilai agak janggal, karena ada keputusan yang dinilai berlawanan dengan aturan hukum.

Seperti diketahui, Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerima seluruh permohonan keberatan wajib pajak atas SKPN PPH PT BCA Tbk tahun pajak 1999-2003, yang diajukan pada 17 Juli 2003. Saat itu, bank lain juga mengajukan permohonan yang sama, tapi semuanya ditolak. Bahkan terkait kasus ini, KPK juga telah memeriksa bos bank BCA, Jahja Setiaatmadja, belum lama ini.  

Keputusan praperadilan tersebut dibacakan hakim tunggal Haswandi dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (26/5).

"Menyatakan tindakan termohon yang menetapkan pemohon sebagai tersangka melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP berdasarkan surat perintah penyidikan nomor sprindik-17/01/04/2014 tanggal 21 April 2014, adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujarnya.

Selain menyatakan penyidikan termohon (KPK) dalam kasus itu tidak sah, Hakim Haswandi juga meminta KPK menghentikan proses penyidikan terhadap Hadi Poernomo. Putusan kedua ini, termasuk menjadi pemicu mengapa KPK melakukan perlawanan hukum.

Dalam pertimbangannya, Haswandi mengatakan, proses penyidikan KPK terhadap Hadi dilakukan bersamaan dengan saat mantan Ketua BPK itu ditetapkan sebagai tersangka, yakni pada 21 April 2014 lalu. Haswandi menyatakan, hal itu tidak sesuai dengan prosedur yang ada.
"Apa yang dilakukan termohon melanggar SOP dan juga UU tentang KPK," ujarnya.

Haswandi juga menilai penyelidik dan penyidik KPK, secara administrasi tidak memiliki status sebagai penyelidik dan penyidik. Haswandi menilai bahwa KPK tidak dapat mengangkat penyidik dan penyelidik.

Dalam pertimbangannya, Haswandi mendasarkan pada pasal 4 KUHAP tentang penyelidik dan pasal 6 KUHAP tentang penyidik. Pada kedua pasal itu disebutkan bahwa penyelidik adalah setiap pejabat Polri dan penyidik adalah polisi serta pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

Dalam kasus yang menjerat Hadi Poernomo, penyelidikan dilakukan oleh Dadi Mulyadi dan penyidikan dilakukan oleh Ambarita Damanik. Menurut Haswandi, Dadi yang sebelumnya berstatus sebagai penyelidik PNS di BPKB hanyalah sebagai auditor. Sementara Ambarita telah diberhentikan secara terhormat dari Polri sejak 25 November 2014 sehingga status dan kewenangan sebagai penyidik telah hilang sejak dia diberhentikan.

Ditambahkannya, bahwa waktu penetapan tersangka tidak diatur secara tegas di dalam UU KPK. Sementara di dalam pasal 38 UU KPK menyebutkan bahwa segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang diatur di dalam KUHAP berlaku pula terhadap penyelidik, penyidik dan penuntut umum KPK.

Ajukan Perlawanan Hukum

Tak butuh waktu lama, pimpinan KPK langsung merespon keputusan praperadilan tersebut. Intinya, KPK tidak akan menghentikan penyidikan kasus Hadi Poernomo. Sebab, sesuai undang-undang KPK, lembaga antirasuah itu tak diberi kewenangan untuk menghentikan penyidikan.

"Putusan hakim praperadilan telah melampaui permohonan pemohon, disebut ultra petita dan bertentangan dengan UU serta memiliki implikasi luas baik penegakan hukum maupun bagi pemberantasan korupsi," kata Plt Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki di Kantor KPK.

Ruki menyatakan, secara tegas UU Nomor 8 Tahun 2002 tentang KPK menjelaskan secara jelas bahwa KPK tak mempunyai kewenangan untuk menghentikan penyidikan. KPK tak akan tunduk ke putusan hakim Haswandi yang bertentangan dengan UU KPK, dengan memerintahkan untuk menghentikan penyidikan kasus Hadi Poernomo.

"Putusan jelas bertentangan dengan pasal 40 UU Nomor 8 Tahun 2002 yang menyatakan KPK tidak berwenang melakukan penghentian penyidikan. Bolehkan putusan peradilan bertentangan dengan UU. Karena itu, penyidikan akan jalan terus, tidak akan dihentikan dan tidak akan di-pending," tegas Ruki.

Karena itu, tegasnya, KPK menyatakan akan mengajukan perlawanan hukum terhadap putusan praperadilan tersebut. "Kita akan lakukan perlawanan hukum," ujarnya.

Tak sampai di situ, pihaknya juga menilai putusan Hakim Haswandi tersebut juga dianggap secara sengaja mematahkan upaya pemberantasan korupsi di tanah Air.

"Pimpinan KPK berpendapat putusan praperadilan upaya sistematis untuk mematahkan upaya pemberantasan korupsi baik KPK yang jelas memberikan citra pemerintah yang bersih, efektif dan efisien," tambahnya.

Yang cukup tragis, putusan Hakim Haswandi yang menyatakan KPK tak berwenang mengangkat penyelidik dan penyidik independen, benar-benar akan berbuntut panjang. 371 perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap terancam akan kembali dipermasalahkan.

"Putusan ini mengacaukan 371 tindak pidana korupsi yang punya kekuatan hukum tetap sejak 2004 jadi tidak sah, padahal sudah melalui tahapan diperiksa di tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi, Mahkamah Agung dan yang sudah inkrah. Tidak ada yang menyatakan salah dalam penanganan kasus ini, tidak ada yang salah dalam proses," tambahnya lagi.

Haswandi dalam pertimbangan putusannya, menyatakan bahwa penyelidik yang bukan berasal dari Polri dan kejaksaan tidak berwenang melakukan penyelidikan sebuah kasus. Hal ini akan sangat berbahaya terhadap kasus-kasus yang tidak diselidiki Polri dan Kejaksaan.

"Selama ini proses tindak pidana korupsi dan tindak pidana lain di luar korupsi misalnya imigrasi, kehutanan, pasar modal, dll dilakukan oleh penyidik yang bersangkutan PPNS tapi tidak diatur siapa penyelidiknya. Artinya tindak pidana yang dilakukan tadi disebutkan dalam ranah itu dilakukan penyelidik yang tidak sah juga artinya ribuan atau ratusan ribu baik korupsi maupun di luar korupsi akan jadi persoalan yang serius sekali," tambah Plt Pimpinan KPK, Indriyanto Seno Adji.

Indriyanto menegaskan, Hakim Haswandi tak berwenang memutuskan sah tidaknya pengangkatan penyelidik dan penyidik. Pasalnya, hal itu merupakan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara.
"Jadi hakim mempermasalahkan keabsahan pengangkatan penyelidik/penyidik KPK yang justru sebenarnya menjadi domain Hakim TUN," tegas Indriyanto.

Oleh karena itu, KPK akan melakukan segala upaya hukum. Dalam waktu yang tak lama, KPK akan melakukan perlawanan terhadap putusan Haswandi yang jelas melanggar UU KPK.

Seperti diketahui, kekalahan dalam praperadilan kali ini merupakan yang kedua kalinya dialami KPK. Dua pekan lalu, lembaga antirasuah itu dinyatakan kalah dari Ilham Arief Sirajuddin. Mantan Walikota Makassar itu sukses menggugat status tersangkanya terkait kasus korupsi PDAM. Hadi Poernomo menambah daftar kekalahan KPK dalam sidang praperadilan.  (bbs, dtc, kom, ral, sis)