Dana Pilkada Serentak Membengkak Hingga Rp7 Triliun

Baru 85 Daerah Teken NPHD

Baru 85 Daerah Teken NPHD

JAKARTA (HR)-Dari total 269 daerah di Tanah Air yang akan mengikuti Pemilihan Kepala Daerah serentak tahun 2015, sejauh ini baru 85 daerah yang telah menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah. Sementara itu, harapan bahwa Pilkada serentak bisa menekan anggaran, dipastikan bakal tidak tercapai. Karena untuk Pilkada serentak gelombang pertama Desember mendatang, anggarannya mencapai Rp7 triliun.

"Pengajuan anggaran dari daerah, jumlahnya tiga kali lipat lebih besar dari Pilkada sebelumnya. Misalnya yang semula hanya Rp5 miliar hingga Rp10 miliar, kini mencapai Rp15 miliar hingga Rp30 miliar. Jumlah keseluruhan dari penyelenggaraan Pilkada Serentak 2015 itu mencapai Rp 7 triliun," ungkap Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman dari Fraksi Partai Golkar, dalam diskusi ‘Revisi UU Pilkada dan Parpol” bersama Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy, Kapuspen Kemendagri Dodi Riatmadji dan Direktur Ekskeutif PollcoMM Heri Budianto, di Gedung DPR, Selasa (12/5).

Kapuspen Kemendagri Dodi Riatmadji menjawab pertanyaan Haluan mengakui bahwa Pilkada serentak di Sumatera Barat yang sudah digelar dua kali, bisa menekan anggaran.

"Di Sumbar dulu murah sekali. Sekarang anggarannya menjadi lebih besar karena ada beberapa pos anggaran yang tidak ada pada Pilkada sebelumnya, seperti anggaran pengawas di setiap TPS," kata Dodi.

Masalah anggaran tersebut dijadikan salah satu alasan bagi DPR untuk merevisi UU Pilkada karena masih banyak daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada tahun ini, ternyata belum menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dan anggaran tersebut harus sesuai dengan Standar Biaya Umum (SBU) . "Ini salah satu alasan mengapa UU Pilkada revisi," jelas Rambe.

Sedangkan Dodi Riatmadji mengakui bahwa sampai sekarang bahwa dari 269 daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada 2015, baru 85 daerah yang sudah menandatangani NPHD. Sementara KPU memberi batas waktu untuk menandatangani NPHD tersebut sampai tanggal 18 Mei 2015.

Dikatakan Dodi, bagi daerah yang tidak bisa menyediakan anggaran untuk Pilkada tahun ini, maka akan menyelenggarakan Pilkada pada Pilkada serentak gelombang kedua tahun 2016. "Masalah hanya penjabat kepala daerahnya terlalu lama," kata Dodi.

Pemerintah kata Dodi, tidak mempersoalkan UU Pilkada tersebut direvisi. "Kalau Presiden mengizinkan, maka Kemendagri mengikuti dan DPR bisa konsultasi dengan Presiden untuk masalah itu," kata Dodi.

Wakil Ketua Komisi II Lukman Edy (FPKB) mengatakan, semua ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Komisi II DPR menandatangani terbentuknya Panja revisi terbatas UU Pilkada tersebut.

Revisi itu harus segera diproses dengan mengirim Baleg dan pemerintah pada awal masa persidangan. "Tapi kalau pemerintah menolak, maka tak bisa dipaksakan, dan pemerintah itu diwakili oleh Kemendagri dan Kemenkumham. Kalau pemerintah setuju, maka revisi UU itu jalan terus. Sekitar satu sampai dua minggu akan selesai, sehingga sebelum 26 Juli (pendaftaran calon kepala daerah, red) sudah tuntas," kata Lukman Edy.

Namun jalan yang lebih tepat menurut Lukman Edy, adalah DPR meminta Mahkamah Agung (MA) untuk mempercepat proses peradilan dua partai yang berselisih, yaitu Partai Golkar dan PPP. "KPU kan sudah meminta MA untuk memutuskan peradilan perselisihan Golkar dan PPP diputuskan sebelum pengajuan calon dalam Pilkada. Jadi sebaiknya DPR juga meminta MA melakukan hal yang sama," saran Lukman Edy. (sam)