-Pemerintah Kurang ProAktif -Temuan LAM Riau

250 Konflik Lahan Terjadi di Riau

250 Konflik Lahan Terjadi di Riau

PEKANBARU (HR)-Konflik lahan yang terjadi di Riau, sudah lama menjadi perhatian Lembaga Adat Melayu Riau. Pasalnya, hal tersebut kerap terjadi dan berulang setiap tahun. Kerugian yang timbul akibat masalah ini juga tidak sedikit.

 Bahkan, lembaga ini menemukan setidaknya ada 250 kasus konflik lahan yang terjadi di Bumi Lancang Kuning. Sayangnya, sejauh ini pemerintah terkesan tidak proaktif dalam menyelesaikan permasalahan konflik lahan tersebut.

"Selama ini peran pemerintah masih lambat. Kita melihat ada kesan pemerintah baru bertindak setelah ada korban yang muncul akibat konflik lahan tersebut," ungkap Ketua Harian Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Al Azhar, Senin (4/5) di Gedung LAM Riau Jalan Diponegoro, Pekanbaru.

Dari pantauan LAM Riau selama ini, konflik lahan tidak saja terjadi antara perusahaan dan masyarakat. Bahkan antara pemerintah dengan pemerintah sendiri juga terjadi. Biasanya, konflik ini terjadi karena permasalahan tapal batas daerah yang tidak pasti. Kondisi ini terjadi antara Pemkab Rokan Hulu dengan Pemprov Sumatera Utara. Begitu juga konflik lima desa antara Pemkab Kampar dan Rohul, yang hingga kini diputuskan masih berstatus quo. Meski pun pemerintah pusat telah menetapkan lima desa itu masuk dalam wilayah Kabupaten Kampar. Begitu juga tapal batas antara Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir serta daerah lainnya.  

Menurutnya, yang paling merasakan dari konflik seperti ini adalah masyarakat. Karena akibat tidak ada kepastian tentang pemerintahan yang sah, pelayanan terhadap masyarakat jadi terganggu. "Pemerintah harus tegas, harus ada kepastian hukum. Masalah seperti ini harus dituntaskan, jangan sampai terjadi konflik horizontal," ujarnya.

Selain itu, konflik lahan yang paling marak terjadi adalah konflik antara perusahaan dengan masyarakat. Biasanya, kondisi ini terjadi karena adanya tumpang tindih antara hak masyarakat dengan pihak perusahaan. Di satu sisi, masyarakat mengklaim sebuah kawasan adalah milik mereka. Sementara klaim serupa juga datang dari pihak perusahaan.

"Konflik seperti ini harus diselesaikan dengan sikap win-win solution, perusahaan memberikan apa yang menjadi hak-hak masyarakat. Pemerintah harus berpihak kepada masyarakat tanpa merugikan perusahaan. Pemerintah harus kembali tujuan awal, yakni memberikan izin investor untuk megembangkan dan kesejahteraan masyarakat, bukan menyusahkan," terang Al Azhar.

Ditegaskan Al Azhar, dalam permasalahan seperti, LAM Riau berpihak kepada masyarakat, mengakomodir kepentingan dan yang menjadi hak masyarakat adat. "Seperti tanah ulayat, kita minta agar hak-hak masyarakat adat dihormati. Landasan kita rasa hormat terhadap hak masyarakat, baru negosiasi. Bukan cara represif membungkam hak masyarakat adat. Pemerintah harus pro aktif menyelesaikan konflik lahan ini," tambahnya.

Pihaknya menilai, pemerintah adalah yang memiliki peran vital dalam kasus lahan ini. Sebab, pemerintah memiliki wewenang untuk melakukan eksekusi. "LAM Riau mendorong pemerintah untuk menyelesaikannya dan memberikan hak-hak masyarakat adat dan jangan sampai dikangkangi kepentingan sepihak seperti perusahaan. Sebab tujuan investasi bukan menyusahkan masyarakat namun mensejahterakan masyarakat," ingatnya.

Dalam kesempatan itu, Al Azhar juga meminta LAM Riau di kabupaten/kota mengidentiikasi tanah ulayat milik masyarakat sekaligus memperjuangkannya hingga diakui negara. "Bila ada yang statusnya sudah HGU (hak guna usaha, red) atau HTI (hutan tanaman industri, red), masanya juga ada batasnya. Kalau sudah habis, harus diserahkan lagi kepada masyarakat," ujarnya.

Dukung Pansus
Al Azhar juga mengatakan, pihaknya menyambut baik dibentuk Pansus Monitoring Lahan DPRD Riau. Apalagi, ada indikasi perusaahaan banyak yang diduga menggarap lahan melebihi izin yang diberikan.

Pansus ini diharapkan dapat menjelaskan secara terang benderang jumlah lahan yang dikuasai perusahaan dan perusahaan yang melebihi izin yang diberikan hharus mengembalikannya. "Kita sudah banyak terima laporan dari masyarakat tentang lahan mereka yang diserobot pihak perusahaan. Masalah ini sudah lama dan hingga kini masih terus berulang. Pemerintah harus tegas, bila ingin konflik ini segera dituntaskan," ujarnya lagi. ***